Menjemput Jodoh Part 2

Hari Pertama

Setelah jalan ke Madura hari pertama di Surabaya, aku akhirnya diantar pulang ke Home Stay oleh jodohku. Alhamdulillah bisa istirahat dengan tenang, setelah sejak subuh buta sudah harus jalan ke Bandara, telat, nunggu pesawat berikutnya, kena extra charge, dan telat ketemu jodohku di bandara. Namun, hari itu begitu aku nikmati. Aku mampu mewujudkan impian jangka pendekku. Bertemu calon jodoh langsung, untuk menentukan apakah ada aliran listrik “strum” diantara kami berdua atau tidak.

Aku pun tidur dengan nyenyak.

Hari Kedua

Esok paginya, jodohku datang ke hotel, membawakan koran dan sajadah. Aku sempat sarapan di tempat penginapan. Namun, karena merasa masih kurang kenyang, aku ingin tambah sarapan lain. Jodohku menawarkan sarapan durian.

Markas Tandur

“Menarik!” pikirku girang. Tawarannya langsung aku sambar saja tanpa tedeng aling-aling. Mobil Peugeot keluaran tahun 2003 meluncur menuju lokasi restoran Tandur (Ketan Durian) d Jalan Ketabangkali Surabaya, dekat Delta Plaza. Sumpah, itu ketan durian  uuuueeeeennnnaaaakk banget.

Sepasang Tandur

Jadwal kegiatan utama kami hari ini yang utama adalah sharing teknik menulis dengan alumni SMA Insan Cendekia di wilayah Surabaya. Maka persiapan untuk mendukung acara itu kami persiapkan. Alat yang masih belum tersedia adalah LCD proyektor. Setelah dicek, kami akan pinjam punya papanya jodohku. Tapi harus jemput barangnya di rumah jodohku di Gresik. Walhasil, kami berangkatlah ke Gresik. Aku sama sekali belum pernah ke Gresik. Gresik dalam benakku hanya teringat Petrokimia Gresik. Klub sepakbola Indonesia ternama, yang pernah dibela oleh Widodo C. Putro, striker kawakan Indonesia yang terkenal dengan gol terbaik Asia melalui salto. Selebihnya buta sama sekali soal Gresik.

Perjalanan menuju Gresik membuatku agak bertanya-tanya. Kami lewat tol. Di pinggir tol aku lihat gundukan-gundukan putih dari kejauhan. “Apa itu dek?” tanyaku. “Itu gundukan es kak” jawab jodohku sambil bercanda. Ternyata yang aku maksud itu adalah tambak garam. Baru pertama kali lihat tambak garam sebanyak itu. Namun, kalau musim hujan, sayangnya tambak garamnya jadi tutup karena belum ada teknologi yang bisa “mengakalinya”. Lahannya biasanya digunakan untuk budidaya ikan dan udang. Namun, hasilnya belum maksimal. Banyak pencurian juga di sana.

Gunung Saljut Garam

Hanya butuh waktu sekitar 30 menit dari Surabaya ke Gresik di saat jalanan tidak macet. Cukup cepat juga. Aku diperkenalkan kota Gresik, persis seperti tour guide sedang menjelaskan letak gedung-gedung bersejarah. Kiri dan kanan jalan tak luput dari pengamatanku. “Oh ini toh kota Gresik. Kotanya tenang, nyaman sekali,” ujarku dalam hati.

Sesampainya kami di rumah jodohku, ada Mbak Ana yang menyambut kami. Siapakah Mbak Ana? Ia adalah asisten pribadi Ibu Tati, calon mertuaku. Tugasnya mencakup tugas rumah tangga seperti memasak dan mencuci. Mbak Ana ini tipe orang yang sangat loyal dan hatinya baik. Berkali-kali jodohku menjelaskan tentang nilai kebaikan yang sering diperbuat oleh Mbak Ana. Bagi keluarga jodohku, Mbak Ana sudah seperti keluarga sendiri.
Begitu sampai di rumah, Mbak Ana dan jodohku berbisik-bisik khas perempuan lagi bergosip. Mereka akhirya ngobrol di dapur. Aku ditinggal sendirian di ruang tamu. Mbak Ana membuatkan kami minuman es. “Suueegernya rek”.

Setelah menikah, aku tanya ke jodohku, apa sih yang mereka bicarakan saat di dapur berdua dengan Mbak Ana? Jawabannya adalah seperti ini: “Ganteng kok mbak. Putih. Trus, kethok pinter pake kacamata,” kata Mbak Ana. “Masa sih?” Alhamdulillah kata Jodohku.
Mereka berdua cekikian di dapur. Aku melongo saja di ruang tamu. Aku menyempatkan diri sholat dhuha di rumah jodohku di Gresik. Rumahnya terasa nyaman. Serasa sudah lama aku tempati.

Selesai sholat, kami bersiap kembali ke Surabaya. Ketika keluar, kami berdua pamit kepada Mbak Ana. Eh, ndilalah ketika kami ambil posisi di mobil, Mbak Ana berkomentar. “Lho lho lho, kok yang nyetir Mbaknya, bukan si mas??”

Aku memang mengambil posisi duduk di bagian penumpang depan. Jodohku sudah mengambil tempat di bagian supir. Seketika itu juga mukaku merah padam. Suhu badanku meningkat tajam. Omongan mbak Ana seperti petir di siang bolong, menyambar diriku tepat di bagian benak.

Harkat martabat, gengsi, harga diri tertinggi di dalam diriku sebagai laki-laki terusik. Benar-benar terusik. Jauh dari dalam hati kecil, aku ingin sekali menyupiri jodohku. Perasaan itu muncul sejak pertama ketemu di Bandara Juanda. Rasanya ingin aku ambil alih kemudi mobil. Namun, aku sadar, belum hapal rute, mobilnya juga bukan milikku, dan aku belum terbiasa menggunakan mobil jenis sedan. Keluaran Peugeot-Prancis. Banyak tombol-tombol yang tidak familiar bagiku. Selanjutnya, jodohku meyakinkan, tak mengapa ia yang menyetir, karena statusku adalah tamu. Ia yang bertanggung jawab melayani tamu. Waktu itu jawabanku, “Ok”. Aku bisa menerima alasan darinya.

Jadi aku memutuskan menjadi penumpang-penikmat saja. Hingga Mbak Ana menyentil ego laki-lakiku. Seketika itu juga egoku naik ke atas kepala, muntah, dan keluar dari dalam raga. Aku ambil alih kemudi mobil setelah mobil berjalan hanya beberapa meter dari depan rumah. Aku ingin buktikan bahwa bukannya aku tak bisa nyetir sebagai laki-laki. Aku juga bisa. Ini buktinya! Aku ambil kemudi sejak dari dalam komplek hingga kami berkeliling ke kota Gresik. Dan aku menjadi supir buat jodohku. Bangganya bukan main. Senang bukan kepalang. Kami berkunjung ke makam Sunan Malik Ibrahim. Jalannya relatif sempit dan ramai sekali pengunjung. Namun, aku bisa dengan lancar membawa mobil.

Aku Nyetir Keliling Gresik

Memang, sudah lama aku tak menyetir. Terakhir aku ingat, bawa Avanza dengan rute Duri-Pekanbaru. Pesaingnya waktu itu truk yang membawa kayu balak. Biasalah, lalu lintas di Sumatera seperti di Riau memang tidak jauh-jauh dari kayu balak dan kelapa sawit. Ditambah lagi tantangan lain, jalan berlubang besar, karena sering dilalui truk over capacity. Namun, kegiatan menyetir sudah lama aku tinggalkan. Sudah lupa feelnya seperti apa. Namun, siang itu, kenekatan telah meruntuhkan sekat-sekat ketidakbisaanku. Setelah nikah, aku crosscheck ke jodohku, dan ternyata Mbak Ana sudah penasaran dan menanyakan mengapa yang menyetir Mbaknya, bukan si mas. Jodohku melarang Mbak Ana bertanya seperti itu di depanku. Ternyata ia malah nekat nanya. Yo wis. Ndak apa-apa. Thanks to Mbak Ana berkat sentilan ringan, namun berdampak positif bagiku saat itu. Kalau istilah kerennya adalah the power of kepepet. Kayak kita dikejar anjing gila namun ternyata masuk ke gang buntu. Dijamin, meski ga bisa manjat, pasti bisa manjat dinding. Hehehhehe.

Kami sebenarnya ingin ke Sunan Giri, namun perjalanannya ramai dan nanjak. Waktu juga yang sudah mepet, membuat kami harus segera balik ke Surabaya. Kami udah ada janji dengan komunitas anak Insan Cendekia. Rencananya aku akan berbagi ilmu menulis di sana.

Kami sholat Zuhur di Masjid ITS. Lumayanlah menambah pengetahuanku soal ITS dan suasananya.

Selesai sholat Zuhur, kami sudah dinanti Papa-Mama jodohku di rumah mereka di Sukolilo-Surabaya. Kali ini aku deg-degan parah. Aku berpeluang akan bertemu orangtuanya jodohku yang saat itu belum ada pembicaraan ke masalah nikah. Ini baru sebatas kenalan awal saja. Aku jadi laki-laki pertama yang dikenalkan ke orangtuanya di rumah Sukolilo dengan status “teman dekat”.

Sebenarnya ini pertemuan dadakan. Papa Mamanya jodohku kebetulan saja sedang ada di Sukolilo (Surabaya).

Adek (jodohku) sempat bertanya, “Berani ga ketemu orangtuaku sekarang? Diajak makan tuh”

Aku sempat mikir-mikir sebentar. Apakah aku cukup berani atau tidak. Sudah siap mental atau tidak nantinya. Apa malah nanti terbata-bata menjawab ketika diajak ngobrol.

Aku memutuskan berani mengambil kesempatan bertemu orangtua jodohku. Namun aku seperti terjebak dalam situasi. Sesampainya di rumah, aku berbincang ramah-tamah dengan Mama Papanya jodohku. Tak dinyana, anaknya malah hengkang ke dalam kamar. Aku ditinggal “berjuang” sendirian dengan orangtuanya. Tapi, sebagai laki-laki aku harus berani. Harus jelas juga maksud dan tujuan. Aku ditanya macam-macam hal. Mulai dari nama tentu saja, lalu pekerjaan, kenal dimana sama anaknya, dan lain-lain. Standar orangtua yang ingin tahu anaknya dekat dengan siapa saat itu.

Setelah itu, kami makan bersama di restoran. Papa jodohku menyetir mobil. Awalnya kami berencana makan di Rumah Makan Malioboro, restoran khas ayam tulang lunak. Namun entah kenapa, papa jodohku mengubah rencana semula. Mobil dibelokkan ke restoran Padang Sederhana. Mungkin ini bentuk penghargaan bagiku yang orang Padang, agar lidahnya nyaman makan meski di Surabaya. Pengertian sekali ya calon mertuaku? Hehehe.
Sebenarnya aku tak masalah diajak makan dimana, kemana aja. Yang penting kebersamaannya. Kami tiba di Restoran Padang Sederhana yang harganya ga Sederhana. Kami mengambil tempat meja yang berbentuk bundar. Jadi, empat orang bisa duduk melingkar saling berhadapan dan tatap. Aku pilih duduk diantara papa jodohku, dan jodohku. Aku berhadapan dengan mama jodohku. Kami ngobrol banyak hal. Yang paling banyak porsinya adalah soal pekerjaan dan profil keluargaku.

Aku ceritakan apa adanya saja.

Aku lebih banyak bercerita dengan Papanya jodohku. Mamanya dan jodohku juga saling bicara. Namun tak jarang pembicaraan kami juga tik-tok segi empat.

Papa jodohku makan lahap. Saking lahapnya, ia lupa makan apa saja. Padahal banyak yang harus “direm”. Namanya masakan Padang, pasti banyak “racun”nya. Minyak, kolesterol, dan sebangsanya.

Selesai makan, pulang ke rumah Sukolilo. Papa Mama jodohku masih beres-beres rumah. Aku dan jodohku sedang mempersiapkan ruangan untuk menyambut alumni Insan Cendekia yang mau aku bagikan cerita pengalaman menulisku.

Aku juga memfotokopi bahan materi presentasi berdua dengan jodohku ke tukang fotokopian di depan komplek perumahan Sukolilo.

Sepulangnya dari tempat fotokopian, kami kaget bukan main. Pak De Sukir—kakaknya mama jodohku– yang sedang ada di rumah memberitahu kami bahwa Papa Mama sedang ke rumah sakit. Mama secara cepat mengambil kunci mobil, menuntun papa menuju rumah sakit terdekat. Papa keracunan makanan Padang. Setelah dipiki-pikir lagi, Papa baru ingat, bahwa ia alergi pada telor ikan Kakap. Akibatnya, dadanya sesak, napas berat, mata bengkak, merah, muka agak membengkak. Papa (calon mertuaku) sampai harus disuntik agar meredakan efek telor ikan Kakap itu.

Sepulangnya dari rumah sakit, terus terang aku kasihan melihat papa (calon mertuaku). Kondisi fisiknya lemah. Aku malah berpikir akan membatalkan acara sharing teknik menulis bersama alumni Insan Cendekia, dan ikut mengantarkannya ke Gresik. Hati tak tenang. Apa ini gara-garaku, dan papa malah memutuskan makan di restoran Sederhana Padang, sehingga akibatnya seperti ini. Ada rasa bersalah dalam hati. Akibatnya, aku tak terlalu fokus saat presentasi. Masih kepikiran bagaimana kondisi papa (calon mertua) yang memilih pulang ke Gresik untuk istirahat.

Papa-mama (calon mertua) pulang ke Gresik, dan acara sharing teknik penulisan tetap berjalan. Satu persatu anak Insan Cendekia Jawa Timur berdatangan. Acara berjalan lancar. Bahkan saking asyiknya, tak terasa acara yang dimulai habis Ashar, baru selesai jam 21.00. Kebayang kan betapa serunya acara itu. Selain sharing teknik menulis, aku juga menceritakan pengalaman saat umroh, berikut menampilkan foto-foto yang menjadi buktinya.

Selesai acara, beberapa anak IC menawarkan untuk mengantarkanku ke penginapan. Namun, aku menolaknya secara halus. Aku ingin punya “me time” dengan jodohku. Aku ingin yang mengantarku adalah jodohku. Aku dan jodohku dinner di sebuah restoran fast food Galaxy Mall. Kami melakukan review kira-kira bagaimana kondisi papa-mama, dan respon mereka atas pertemuan dadakan tadi siang. Aku berdebar-debar menunggu keterangan intelijen dari jodohku. Pasti ada respon dari calon mertuaku terkait pertemuan tadi.

Selesai makan, aku diantar ke penginapan. Tak berapa lama, beberapa anak IC yang laki-laki–Aaf cs—datang ke penginapan. Kami ngobrol sampai pukul 12 malam. Mereka mengajakku keliling Surabaya malam hari, melihat kelap-kelip dan keindahan Surabaya. Namun, karena mengantuk dan harus saving energi untuk besok, aku menolak ajakan mereka. “Kapan-kapan deh ya..” ujarku pada mereka.

Aku pun tidur dengan pulas malam itu. Zzzzzzzzzzzz

Melalui tulisan ini aku juga minta maaf ke anak IC Jatim. Aku tak memberitahu maksud sebenarnya berkunjung ke sana dalam rangka apa. Saat itu, semua belum pasti. Semua yang aku jalani ke Surabaya adalah fully gambling. Belum ada kepastian dari hati, semua serba nekat. Adapun sharing teknik penulisan memang benar adanya, bukan rekayasa. Passionku salah satunya adalah berbagi, mengajar, memberi motivasi ke orang lain untuk jadi lebih hebat. So, thanks to you all.

Hari ketiga

Pagi hari jodohku sudah datang menjemput sekitar pukul 7. Karena aku sudah terhipnotis dengan Tandur (Ketan Durian), aku request sarapan di sana lagi. You semua harus coba kalau ke Surabaya. Ketan Durian, ueeenak tenan dan maknyus.

Setelah sarapan, barulah kami bergerak menuju Gresik lagi. Kali ini agendaku adalah menjenguk papa (calon mertua) yang sakit. Kata jodohku, kondisi papanya masih lemah, namun sudah agak mendingan. Aku ya khawatir bukan main. Bayangkan! Masa pertemuan pertama dengan calon mertua, berakibat calon mertua keracunan makanan di restoran Padang dan masuk rumah sakit pula. Bisa-bisa kesan negatif yang teringat dari pertemuan dengan calon mantunya. 

Sesampainya di rumah jodohku di Gresik, aku disambut kedua orangtuanya. Aku bertanya perihal kondisi papa (calon mertua). Beliau sudah terlihat sedikit lebih fit dibandingkan kemaren yang sangat lemah.

Aku dan papa (calon mertua) ngobrol banyak hal mulai dari jam 10 sampai jam 12. Obrolan kami banyak topik. Mulai dari topik leadership (kisruh UI), TK, metode pendidikan berbasis multiple intelligences, hingga perihal kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan papa ke anak-anaknya sejak kecil.

Tahuwa Cemilan Penyela Obrolan

Ada satu cerita yang sangat menarik bagiku. Cara papa (calon mertua) mengajarkan anaknya cara bersyukur cukup unik. Papa (calon mertua) berasal dari Tegal, daerah pemandian air panas Guci. Cara papa mengajarkan arti bersyukur adalah setiap tahun anaknya diajak membungkus dengan baik barang-barang yang layak pakai. Bisa tas, sepatu, baju, celana, dan lain sebagainya. Lalu, barang-barang itu diberikan langsung dari tangan anaknya kepada orang di kampung. Respon dari orang kampungnya benar-benar mengejutkan dan menyentuh hati anak-anaknya (3 orang perempuan).

Si papa menunggu reaksi anaknya. Dalam mendidik, ia tak perlu berceramah panjang lebar, “begini cara bersyukur, bla bla bla.” Ia cukup menunggu saja reaksi anak-anaknya. Sepulang dari Tegal, mereka berhenti makan di pantura. Lalu anak-anaknya pun nyeletuk. “Ternyata orang-orang yang kita kasih barang itu senang banget ya. Pada berebutan. Padahal barang bekas, meski sudah dipilih yang masih bagus.”

Sepulang dari sana, arti dari rasa bersyukur benar-benar dipahami oleh anak-anaknya papa (calon mertua). Jadi, anaknya tak terlalu rewel dan banyak meminta ke papanya karena sudah ada komparasi dengan orang yang kurang beruntung dari mereka. Dalam hati aku berpikir, “Keren banget, keluarganya ada proyek sosial tiap tahun. Itu impian yang akan aku terapkan di keluargaku kelak. Itu jauh sudah aku rencanakan dalam angan-anganku.”
Apa ini yang dinamakan jodoh? Visi-misi, cara mendidik papanya mempunyai kecocokan dengan apa yang ada di dalam blue print masa depanku.

Di saat itu hatiku terhentak, “NAH INI DIA!”

Seketika itu aku merasa cocok, pas, nyantol, klop, dengan konsep berkeluarga papa (calon mertua). Jika aku dipertemukan dengan jodoh yang dididik dengan cara keren seperti itu, maka aku yakin, kami akan membuat sebuah keluarga keren juga nantinya. Bahkan mungkin jauh lebih keren lagi. Di momen itu, aku semakin yakin bahwa keluarga ini adalah jodohku. Aku cocok, merasa nyaman dengan keluarga jodohku.

Pembicaraan dengan papa (calon mertua) juga terkuak fakta bahwa keluarganya (jodohku) punya beberapa TK binaan di Gresik, Madiun, dan Malang. “What?” bukankah dari dulu aku memimpikan punya TK/ Playgroup gratis buat dhuafa sendiri? Aku bisa belajar banyak mengenai sistem membuat sekolah TK dari keluarga jodohku. Ini seperti keinginan yang disambut kesempatan. Gayung bersambut. Pungguk berkencan dengan bulan. Hehehe. Makin menguatlah “sinyal” dan keinginan untuk berjodoh dengan anaknya.

Hari berlalu begitu cepat. Meski papa (calon mertua) masih terlihat lemas, tapi obrolan kami seperti kereta api. Nyambung terus tanpa putus. Tak terasa waktu sudah hampir jam 12 siang. Ternyata, mama (calon mertua) sudah bersiap untuk berangkat ke luar kota. Mobil jemputan dinasnya sudah datang. Ia segera pamit. Aku menyalami beliau.

Mama sempat bertanya pada jodohku, “Itu mereka ngomong apa aja sih, kok seru amat? Ntar lupa lagi tujuan utamanya” Jodohku menjawab, “Biarin dulu aja, ma.”

Akhirnya mama pamit dan sempat berujar, “Nanti ngomongnya sama papa aja ya.” “Oke tante,” jawabku. Wah, rencanaku sudah dibocorkan oleh jodohku ke mamanya. Rencana ngomong yang dimaksud adalah aku ingin mengungkapkan keinginan menjalin tali silaturrahim dengan keluarga jodohku. Niat dan maksud tujuan kedatangan ke Surabaya dan Gresik sih itu saja. Titik.

Rencana awalnya, jika dapat “strum” dari hasil obrolan dengan jodohku itu, maka aku lanjut ke orangtuanya untuk mengungkapkan niat itu. Rencananya akan datang lagi ke Surabaya/ Gresik untuk kedua dan ketiga kalinya.

Namun agaknya rencana tinggal rencana. Rencana bisa berubah saat dirasa memang harus diubah. Obrolan dengan papa jodohku membuat perubahan rencanaku itu. Aku sempat berpikir, rasa nyaman, kecocokan cara pandang, suasana rumah yang hangat, semua membuatku merasa menemukan kedamaian. Aku merenung beberapa saat. Kalau sudah merasa nyaman, damai, cocok, kenapa aku harus menunda niat baik ini?

Adzan Zuhur berkumandang. Papa jodohku tadi pamit ingin istirahat dulu sebentar minum obat di kamar. Aku ditinggal sendirian. Mana jodohku? Mana Mbak Ana? Mana nih orang di rumah? Sepi. Aku terdesak. Aku belum mengutarakan niat baikku itu. Sementara papa jodohku sudah istirahat karena harus minum obat.

Aku memilih keluar dari rumah dan menuju masjid. Aku shalat Zuhur berjemaah di masjid komplek Semen Gresik. Sembari otakku tetap terus berpikir di perjalanan menuju masjid. Apakah aku akan mengungkapkan niat baik hari ini sebelum take off menuju Jakarta atau tidak. Awalnya ada kata mantap, tapi rasa ragu juga tak mau kalah mampir di hati ini. Take it or leave it? Atau nanti-nanti aja pas datang yang kedua kali atau ketiga? Semua pertanyaan itu berputar terus di kepala.

“Ah, shalat dulu aja. Siapa tahu selesai shalat ada petunjuk dari Gusti Allah,” begitu pikirku.

Suasana di masjid Komplek Semen Gresik sangat nyaman. Angin sepoi-sepoi berhembus menyelinap di balik kudukku. Dingin semriwing. Aku jadi makmum waktu itu. Yang shalat di masjid hanya sedikit. Segelintir orang. Namun itu tidak mengurangi kekhusu’an dan kesakralan suasana shalat Zuhur siang itu.

Selesai shalat, aku berdoa dengan sebenar-benar pengharapan pada Allah. Aku mohon diberikan petunjuk, apa yang harus dilakukan sebelum bertolak ke Jakarta. Apakah berani mengungkapkan ke orangtua jodohku tentang niat baikku, atau menundanya. Aku berdoa sambil menganalisis.

Aku ingat lagi motivasi mengapa aku mencari jodoh karena atas pertimbangan 4 hal (Mario Teguh): untuk saling memuliakan, meninggikan, menguatkan, membesarkan. Keempat hal itu rasa-rasanya setelah aku baca situasi dan analisis, akan tercapai jika aku bersama jodohku itu. Aku juga ingat hadist tentang kriteria memilih jodoh. Aku kombinasikan dengan pertimbangan Mario Teguh. Aku hanya baru bisa sebatas membayangkan, tidak bisa lebih. Aku melakukan mapping atas karakternya, lalu membayangkan apakah bisa mencapai 4 hal itu jika kami berkolaborasi dalam satu atap rumah tangga. Dan hatiku menjawab, “ya, yakin pasti bisa!”

Saat berdoa siang itu, aku minta diberikan pilihan yang terbaik dari Allah. Jika memang ini momennya, aku minta diberikan keberanian yang teramat sangat. Jika memang belum, ya mungkin bisa diungkap di pertemuan berikutnya saja, di-keep dulu. Namun begitu jalan kembali ke rumah jodohku, hanya beberapa meter keluar dari pagar masjid, aku ingat mamaku. Aku telpon beliau. Aku ingat cerita Azwar Anas, menteri yang dulu pas Orba sangat terkenal. Mantan Ketua PSSI itu ketika galau, selalu minta nasehat ibunya. Minimal minta didoakan diberikan pilihan-pilihan terbaik. Menurutnya, selalu sukses jika minta doa ibu.

Aku memutuskan menelpon mama, minta didoain agar aku berani dan lancar berbicara mengungkapkan niat baik untuk mengarahkan hubunganku dengan jodohku ke arah yang lebih baik. Saudara-saudara, hanya butuh waktu 5 menit untuk berpikir cepat, memutuskan aku menyampaikan niat baik itu. Dari keluar masjid, menuju rumah jodohku. Di sela-sela itu aku sempatkan menelpon mama, seraya minta doa yang super mustajab. “Jangan lupa baca Rabbisyrahli…” kata mama. Doa itu untuk menenangkan hati dan melancarkan lidah dalam menyampaikan maksud-tujuan. Rumus 5 menit Raka Widasmara untuk menentukan apakah dia jodoh kita atau bukan aku praktekkan. Untuk menentukan bahwa “Nah, ini dia orangnya!” hanya butuh 5 menit. Tidak perlu lama-lama. Tak perlu terlalu ribet dengan banyak pertimbangan. GAK PAKE LAMA (GPL)! Namun tentu saja dengan catatan, untuk research tentang visi, misi, karakter, kebiasaan, habit, pandangan, butuh waktu yang tidak bisa sebentar. Aku sendiri butuh waktu 1,5 bulan.

Soekarno butuh beberapa detik untuk deklarasi kemerdekaan Indonesia. Sejak saat itu hingga kini, ratusan juta orang menuai hasilnya sekarang. Negara kita menjadi paling stabil ekonominya di tengah gonjang-ganjing ekonomi dunia. Jika ia tak mengambil momentum yang beberapa detik untuk membacakan teks proklamasi, bisa saja negara kita masih dikungkung oleh penjajah hingga kini.

Aku berjalan dengan gagah berani melangkah dengan pasti “menjemput jodohku” di rumahnya. Aku berjalan dari masjid dengan sebuah tekad, inilah momentumnya. Ini saat yang tepat. Di saat semua hal, semua aspek yang sudah aku kalkulasi dan aku pertimbangkan, rasanya jodohku ini adalah orang yang tepat untuk diajak menikah, mengarungi kehidupan bersamaku hingga waktu yang tak terbatas.

Doa mama menyertai langkahku. Kebetulan aku tak menelpon papa, karena aku tahu, papa tipe yang selalu menyerahkan pilihan-pilihan hidup atas dasar pemikiran dewasa anaknya sendiri. Beliau hanya memberi masukan jika dibutuhkan. Itulah tujuan dari pendidikan ke pulau Jawa. Aku dan saudara-saudara kandungku sengaja “diekspor” ke Jawa agar mendapatkan “better education” yang membuat kami harus mandiri, berani ambil keputusan, berani ambil resiko, berani terima konsekuensi dari langkah yang telah dipilih.

Mbak Ana yang sejak tadi mencariku, yang mengira aku menghilang, hanya senyum-senyum ketika aku sapa lagi sesampainya di rumah. Mbak Ana diminta jodohku mencari kemanakah kiranya aku pergi. Ia sempat melihatku berjalan ke arah masjid. Ia melapor ke jodohku.

Papa (calon mertua) awalnya menyuruh anaknya mengajakku makan ke luar karena Mbak Ana belum masak. Hanya ada sayur bayam, telor dadar, dan tempe/ tahu. Aku tahu papa masih sakit. Jadi, aku memilih menemaninya makan di rumah saja dengan lauk seadanya. Lauk bayam, telor dadar, tempe/ tahu bukan hal asing bagiku. Bahkan itu makanan favoritku. Jadi, kenapa mesti makan keluar dan menghindar dari makanan kesukaanku? Kami makan bertiga, aku, jodohku, dan papa (calon mertua).

Selesai makan, papa kembali ke kamar. Aku dan jodohku kasak-kusuk mengatur strategi untuk ngomong niat baikku. “Dek. Aku mau ngomong ke papamu sekarang. Kamu siap ya?” tanyaku penuh keyakinan. “Beneran?” tanyanya setengah percaya. “Iya! Bismillah” timpaku sambil berbisik. Tanganku mengepal kencang. Jodohku pun memanggil papanya, mengajak duduk di ruang tamu lagi.

Aku kembali duduk di ruang tamu, lalu papa jodohku datang. Aku bertanya apakah papa (calon mertua) sudah minum obat atau belum. Lalu ia menjawab, “sudah.”

Nah, the show begins….

Seperti apakah proses aku ngomong ke orangtuanya? Apa saja sih kata-kata yang keluar dari mulutku yang dibalut rasa grogi? Bagaimana reaksi papa (calon mertuaku) ketika aku ungkapkan niat dan maksud kedatanganku hari itu ke Gresik? Bagaimana pula reaksi dari jodohku yang aku paksa duduk di sampingku agar bisa melihat jelas betapa keberanianku melebihi apapun di dunia ini untuk mendapatkannya? Apa yang aku rasakan setelah menyatakan maksud hatiku?

Penasaran? Nantikan di tulisan berikutnya, “Menjemput Jodoh Part 3”.

Salam Cari Jodoh

Adlil Umarat

http://www.umarat.wordpress.com (“Biasakan Yang Benar, Jangan Benarkan Kebiasaan”)

follow me: @pukul5pagi

Klik link berikut untuk ikuti kisah sebelumnya:

(Seputar Jodoh)
 (Seputar Passion)
(Religi)
(Petualangan Sosial)

24 responses to this post.

  1. Ini dia yang ditunggu-tunggu, tapi ternyata masih to be continued??? Jangan lama2 ya kak lanjutannya. Penasaran 😀
    Selamat ya ka Aad dan Andin. Langgeng terus sampai kakek nenek. Terima kasih juga sudah share cerita tentang menjemput jodohnya di sini. Jadi banyak belajar sekali soal mencari jodoh. Meskipun panjang tapi nggak bosen bacanya, penasaran teruus, ha3.
    Ditunggu lhooo kelanjutannya 😀

    Reply

  2. Posted by Budi on January 14, 2012 at 11:39 AM

    Akhirnya datang juga… (Kayak judul film aja yach).. Tapi memang bener2 paling ditunggu niy part 2-nya, meski konflik2 yang ada disini masih kurang dieksplorasi lebih dalam lagi. Masih cenderung flat,. kayak pas camer sakit atau kegelisahan saat lagi presentasi.. Emosi pembaca masih kurang “bangkit” disini..
    Ditunggu part 3-nya yach, terutama saat lagi ngomong niat tujuan kedatangannya ke camer biar bisa dibuat lebih “greget” lagi.. hehhehehehe

    Thanks yach Mas Aad atas pencerahan dalam tulisan-tulisannya..

    Reply

  3. di tunggu kelanjutannya bang… banyak bgt yang bisa diambil dari bacaannya… BERMANFAAT. 😀

    Reply

  4. Ahhhhh penasaraannn, hayoooo buruan part 3 nya dong ad *dudukmanisdepanlaptop* 😀

    Reply

  5. Posted by Nasha Pinasthika on January 14, 2012 at 7:53 PM

    Rumah makan Sederhana yang harganya nggak sederhana. Agree, hahaha.

    DItunggu ya kak part 3-nya 🙂

    Reply

  6. Posted by oeoel on January 14, 2012 at 9:10 PM

    eeeeuuuuhhh…bersambung…jangan lama2 bg…penasaran…

    Reply

  7. jadi inget waktu mas Fani nembung sama bapakku… huuuhuuu… it such a long time ago…

    Reply

  8. Huaa,, Mas aat, keren dh pjalanan cintanya. Tnyata getar2 itu sdh ad dr jaman skull n ptemuan 3 hr mjawab smuany. Subhanallah…

    Salut bwt keberanian mas aat. Gentle bgt #eaaa 😀

    Btw ketan durianny bikin ngeces (ˆڡˆ)

    Reply

    • Kapan2 aku bawain dari Surabaya nya langsung ketan durennya yen.
      Soal keberanian, rasanya semua orang punya keberanian. Namun untuk eksekusinya, beda-beda tiap orang. Mental menentukan.

      Reply

  9. Posted by Kasyful Fuadi on February 5, 2012 at 6:39 AM

    hhhh…. ikut deg degan

    Reply

  10. Posted by Raka Widasmara on March 15, 2012 at 11:59 AM

    Ad…br menyempatkan waktu baca…ternyata ada nama saya disana ya…ha3x…gak izin dl sama orangnya nich he..he…btw alhamdulillah ternyata share 3 tahunan lalu bs menjadi salah satu inspirasi bwt Aad…

    Reply

    • Raka mah dah jadi artis sekarang. Susah dihubungi. Di milist jg ga aktif. Alhamdulillah jurus 5 menit baringan, 5 menit bobo, 5 menit menentukan jodoh, terbukti ampuh. Ga Pake Lama (GPL). Tapi one thing for sure, pangeran dah minum obat belum? Hehehhe

      Reply

  11. haduhh, capak nian baca tulisannya Aad.. 😛 Tapi keren Ad, detailnya itu lho, telaten sekali nulis sekian detail yg mirip2 ethnografi ala antropolog. Yang baca udah ngos2an, masih tega ngasi “Nantikan di tulisan selanjutnya,” ckckck.. Makasi dah dikasi ijin ng-link blog ini ya, temen2 gw banyak yg nyari tulisan2 buat nikah (termasuk gw! hehehe), sapa tau tulisan Aad nyantol d hati^^
    Dua jempol deh ^^

    Reply

  12. Posted by hanun on July 14, 2012 at 11:33 AM

    ngakak baca ”the power of kepepet”.
    salut dg cr didik papa mertuamu, Lil. bljr syukur dng praktek.Top.
    aq dh ktinggln bnyk bgt tulisan2mu. nyicil dl bcny.
    happy weekend with u’r wife

    Reply

    • Wah. ketinggalan jauh bangeeett. Menjemput Jodoh dah eps puncak (part 8). Segera menyusul. Jangan lupa rekomendasikan ke temanmu ya.

      Reply

  13. hehehe…kebetulan mas Aad ke tempat Ketan Duren sodara saya di Ketabangkali itu.. itu rumah Eyang saya dan yang jual TanDur juga sodara jauh saya. ngga nyana bisa jadi bagian cerita dari “Menjemput Jodoh” 🙂

    Reply

Leave a reply to Umarat Cancel reply

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story