Bersih-bersih Kontrakan
Pagi harinya aku agak pusing juga. Setelah bangun subuh, lalu shalat, aku bergegas pergi dari rumah kontrakan mbak Sari. Bingung entah kemana akan pergi. Mbak Sari pun aku sms, untuk rencana recovery rumah kontrakan yang ambruk. Jawaban mbak Sari cukup mengagetkan. Ia ternyata masuk kerja pagi ini. Ia tak punya tukang untuk membenarkan rumah yang rusak. Malahan, aku dimintanya untuk mencari tukang. Sungguh, panas hatiku menerima jawabannya. Rasanya ia tak bertanggung jawab. Aku kan korban, kok malah disuruh mencari tukang untuk membenarkan rumah?
Aku sarapan dulu di warung. Makan indomie rebus seadanya. Belum mandi, belum sikat gigi, belum berbenah. Aku ingat, di rumah Bu Bisono ada ayah temanku-Dhuha—yang ahli pertukangan. Barangkali ia bisa membenarkan rumah yang plafondnya hancur. Ia kan punya rekanan juga yang bisa diajak membantu.
Akhirnya aku datangi rumah kos lama, rumah Bu Bisono. Aku ingin bertemu ayahnya Dhuha minta bantuan supervisi pertukangan. Minimal, ia bisa menaksir, berapa ongkos perbaikan rumah kontrakanku yang ancur lebur. Begitu masuk ke pagar lalu mengetok pintu, ternyata Bu Bisono sedang ada di luar rumah. Walhasil, aku berbasa-basi menyapa ibu Bisono. Aku bilang mau ketemu ayahnya Dhuha. Bu Bisono bertanya, ada apakah gerangan. Lalu tak sengaja, aku ceritakan niatanku untuk meminta bantuan supervisi pertukangan untuk rumahku yang kena musibah. Bu Bisono mengambil langkah cepat. Ia memanggil ayahnya Dhuha. Lalu memintanya untuk segera ke rumahku, minimal mengecek dan mengestimasi berapa lama dan berapa biaya perbaikannya. Padahal ayahnya Dhuha sedang memperbaiki aliran air yang macet di rumah Bu Bisono. Bu Bisono mengikhlaskannya.
Ayah Dhuha mengecek kerusakan rumahku. Ternyata menurutnya, tukang yang memborong rumahku ngibulin pemilik rumah. Kerangka atas rumah sangat ringkih. Saat plafonnya jatuh semua, besi rangkanya malah bengkok dan patah. Mengenaskan.
Hasil pemeriksaan Ayahnya Dhuha menyimpulkan bahwa kondisi kerusakan sangat parah. Perlu waktu cukup lama untuk mengganti semua rangka dan plafond. Tidak bisa hanya satu orang. Harus beberapa. Ayahnya Dhuha kemudian melaporkannya ke Bu Bisono perihal rumahku itu. Setelah itu, ternyata secara mengejutkan, Bu Bisono mengajakku tinggal di rumahnya. Kebetulan ada kamar kos yang kosong. Ia langsung memberi kunci kamar dan pagar. “Sudah, tinggal di sini saja dulu sementara. Silahkan pakai kamarnya,” ujar Bu Bisono. Wah, alhamdulillah. Aku sangat bersyukur. Seumur hidup, rasanya, aku sering bertemu orang-orang super baik seperti bu Bisono. Apalagi saat-saat genting. Dulu di Depok, aku dekat dengan Mpok Ani penjual nasi uduk yang sangat akrab. Sekarang, Bu Bisono juga demikian. Baiknya sudah seperti ibu sendiri. Allah mendatangkan pertolongannya tepat di saat hambaNya membutuhkan. Terima kasih Allah.
Aku segera naik ke kamar yang kosong itu. Ketika ke toilet, aku ketemu mas Zul. Tetangga kosku sebelumnya. Ia menyapaku. Aku bilang sudah pindah, namun lagi ada musibah. Ia pun menawarkan agar aku istirahat di kamarnya saja. Mungkin ia kasihan juga melihat tampangku yang kusut. Kebetulan aku bawa laptop dan peralatan elektronik lainnya yang basah. Aku pun menerima tawarannya. Di kamarnya ada tv, kulkas, dan lengkap. “Mas, silahkan dipakai. Ada makanan juga di kulkas.” Wah, dapat kebaikan lagi dari orang lain lagi. Alhamdulillah. Barang-barang elektronik segera aku jemur di kamar mas Zul. Kamarnya terkena sinar matahari pagi. Ia tak ragu memberi kunci kamar cadangan kepadaku. Ia pun lalu berangkat kerja.
Aku tinggalkan semua barang di kamar mas Zul. Lalu aku mulai bergegas ke kontrakan yang hancur lebur. Kali ini tujuannya untuk membersihkan puing-puing yang tersisa, lalu mengepel rumah tersebut.
Pertama kali masuk rumah kontrakan sangat shock. Ternyata, di saat terang, kondisi rumah terlihat lebih parah. Tetanggaku yang rumahnya juga rusak, kebetulan dihuni banyak orang. Sekitar 5 orang. Jadi mereka gotong-royong membersihkan rumah mereka dari puing-puing. Sementara aku sendiri, dengan kerusakan yang nyaris hampir sama, hanya membersihkannya sendiri. Seharusnya ini tanggung jawab mbak Sari selaku pemilik rumah.