Agar Pancasila Ndak Basi!

Ketika dengar info lomba penulisan tentang Pancasila, saya tergelitik. Jadi ingat pengalaman setahun lalu di pertigaan Relasi-Kebon Jeruk Jakarta Barat. Saat saya sedang berhenti di lampu merah, pandangan saya tertuju pada papan reklame ukuran jumbo yang memasang foto seorang politisi yang menghimbau masyarakat untuk mencintai Pancasila dan menjaga NKRI. Sebagai catatan, ukuran fotonya jauh lebih besar daripada tulisan ajakannya itu.

Taken from google.co.id

Taken from google.co.id

Dalam hati saya berpikir, “Masih layakkah gaya kampanye yang seperti itu? Mohon maaf banget sebelumnya. Bukankah itu cara ‘basi’ yang sudah jauh ditinggalkan orang masa kini? Mengajak tanpa memberi contoh kongkret? Bukankah partai-partai banyak tersangkut kasus korupsi? Masih berani mengajak masyarakat agar berjiwa Pancasila?” Begitu gumam saya dalam hati.

Saya mungkin satu dari sekian banyak orang yang merasa skeptis jika kita menghimbau orang menerapkan ajaran Pancasila, hanya lewat cara berkoar-koar seperti di papan reklame itu, tanpa bukti.

Akibatnya apa jika kampanye Pancasila dikemas dengan cara-cara kuno seperti di papan reklame itu? Lambat laun stigma negatif tentang Pancasila semakin kuat. Kalau ngomongin Pancasila kadang rasanya berat, serius, idealis, sok tua, sok bijak, masa lalu, basi, dan seterusnya. Stigma negatif itu wajar saja terjadi. Kenapa?

Coba renungkan. Sejak usia dini, di institusi pendidikan kita sudah dijejali mata pelajaran Pancasila lewat Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN). Kalau dulu seingat saya namanya pelajarannya Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Namun apa yang dipelajari itu lebih banyak teorinya, minus praktek. Kita jago ngomongin hal-hal idealis, tapi kurang dalam implementasi. Kita ngomongin Pancasila, tapi korupsi malah merajalela. KPK malah panen raya menangkap para koruptor dimana-mana. Pertanyaannya, kemana larinya nilai-nilai Pancasila yang diajarkan sejak usia dini? Lenyap begitu sajakah? Apa tidak takut Tuhan yang Maha Esa? Apa tidak mempedulikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, jika uang rakyat diembat? Dimana bekas atau efek dari belajar Pancasila seumur hidup? Ndak ada blas..

Permasalahan

Ada yang salah dengan sistem pendidikan moral Pancasila yang dulu diajarkan kepada kita. Ada ironi di sana. Ada gap antara teori dengan praktek. Semua itu harus kita identifikasi, untuk kemudian kita carikan solusinya.

Nah, sejauh ini menurut saya, bangsa kita terlalu banyak teori, ‘terlalu banyak cakap’ kalau menurut istilah melayunya. Talk only, no action.

Lihat di tv, bagaimana public opinion dibangun oleh para politisi, pengacara, pejabat, dan lain sebagainya, untuk pembenaran sesuatu. Siapa yang bicara keras, teriak-teriak meyakinkan, maka (seolah) dia yang benar. Contoh sederhana saja. Kalau kita tabrakan atau senggolan di jalanan ibukota, maka orang yang marah duluan, adalah orang yang dianggap ‘benar’, dan orang yang kalah gertakan, maka dia ada di posisi ‘salah’. Dunia sudah kebolak-balik. Maaf, itu semua basi!

Bisa jadi banyak yang muak melihat fenomena seperti di atas. Terlalu banyak topeng, kedok, penutup yang menipu di sekeliling kita. Kita harus berani mengambil langkah, merubah cara atau teknik mendidik siswa/ pelajar kita, dari yang porsi belajar lebih banyak teori, menjadi lebih banyak praktek. Terutama untuk masalah teknik mengajarkan materi Pancasila di sekolah.

Menurut saya, Pancasila tidak bisa diajarkan dengan kata-kata saja. Pancasila akan lebih efektif kalau diajarkan dengan contoh dan praktek. Dampaknya akan jauh lebih mengena di otak dan sanubari para siswa. Pada usia emas sekitar 0-7 tahun, di sanalah seharusnya pelajaran mengenai Pancasila yang ‘ga basi’, bisa disusupkan ke dalam diri siswa. Tujuannya? Di masa emas itu, si siswa lebih mudah didoktrin secara kuat, dan dampaknya tahan pada jangka waktu yang panjang. Bisa sampai seumur hidup bahkan.

Saya ingat-ingat lagi bagaimana saya belajar Pancasila di sekolah. Kebanyakan hanya menghapal. Selain Pancasila, tambahan lain adalah menghapal pasal di UUD 1945. Parahnya, sampai sekarang metode belajar Pancasila tidak ada perubahan signifikan. Teoritis dan mengawang-ngawang. Siswa jadi kurang paham makna dari peduli, berbuat adil, musyawarah, bersatu-berkolaborasi, dan lain sebagainya.

Solusi

Metode belajar Pancasila kita harus segera diubah. Handphone saja, tiap 3 bulan, selalu ada update terbaru teknologinya. Ada saja yang baru dari fitur-fiturnya. Sehingga masyarakat selalu tertarik untuk membelinya. Masyarakat Indonesia termasuk yang digandrungi oleh produsen gadget sebagai tempat launching produk baru. Masih sering lihat kan, orang ngantri panjang sampai menginap di mall/ pusat perbelanjaan hanya karena ingin mendapatkan produk promo super murah dengan teknologi mutakhir?

Kalau kita mampu mengubah metode belajar Pancasila menjadi lebih atraktif, lebih seru, lebih aplikatif, lebih praktis, tentu siswa akan merasa senang menjalani proses belajar-mengajarnya.

Seperti apa sih kongretnya tawaran ide dari saya? Begini ceritanya.

Saya sempat survey ke TK Batutis Al-Ilmi di Bekasi, di bawah pimpinan Bpk Yudhistira Massardi. Beliau wartawan senior yang banting stir jadi pendidik usia dini. Di TK Batutis, siswanya (sebagian besar adalah kalangan kurang mampu) diajarkan untuk main peran beragam. Ada anak yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Ia menyapu, mengepel, menyeterika. Sensasi dari semua kegiatan itu ia rasakan betul. Sehingga empatinya terhadap ibunya di rumah yang capek bekerja bisa terbangun sejak usia dini. Ia lebih menghargai ibunya.

Di pengamatan lain, saya melihat ada permainan peran unik, yaitu main peran cita-cita. Ada anak yang main peran sebagai supir angkot. Lama-lama ia merasa capek jadi supir angkot. Dapat uang sedikit. Lalu ia paham mengapa supir angkot gampang emosi. Untuk meredakan emosi, ia merasa senang jika ada penumpangnya yang mengucapkan terima kasih secara tulus. Nah, hal-hal yang melatih kepekaan sosial seperti ini jarang ada di kurikulum pendidikan kita.

Anak di usia dini harus didorong untuk punya pengalaman bermain peran (role play) yang beragam, agar ia bisa mempunyai empati yang tinggi, baik di lingkungan keluarga, maupun masyarakat. Empati yang tinggi inilah modal awal yang baik bagi lahirnya sifat-sifat baik lainnya dalam interaksinya dengan orang lain.

Untuk siswa yang sudah SD, SMP, SMA, atau mahasiswa, saya menyarankan, agar mereka dibuatkan sistem lomba social project yang keren di mata pelajaran bertema Pancasila. Bentuknya seperti apa? Bisa macam-macam. Tergantung kreativitas. Orang Indonesia sudah terkenal sebagai orang kreatif dan kelebihan energi. Ini bisa jadi modal dasar yang cukup baik untuk diolah.

Kalau untuk anak SD misalnya, ia bisa bermain peran membantu orangtuanya. Mereka harus dilibatkan mulai dari bagaimana menyiapkan sarapan, belanja bahan untuk sarapan ke pasar tradisional, dan sejenisnya. Ini merupakan bagian dari latihan mental mereka agar mandiri, bertanggung jawab, tidak tergantung pada orang lain, tidak main perintah kepada asisten rumah tangga. Tentu porsinya diatur sesuai kemampuan si anak, agar ia tetap bisa menikmati masa kanak-kanaknya.

Untuk anak SMP & SMA, mereka bisa didorong untuk mempunyai social project super keren menurut mereka. Bisa saja misalnya tiap siswa harus menjadi inisiator gerakan sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Isunya bisa macam-macam. Bisa olahraga bersama antar-RT, RW, dan lain sebagainya. Kalau ia berhasil menjadi social actor di lingkungannya, berarti ia telah belajar banyak hal sekaligus. Tidak hanya berlatih kecakapannya dalam mengolah hal-hal yang sifatnya klerikel, tapi juga melatih kualitas leadershipnya. Kelak, ketika ia harus menjadi pimpinan di lingkungan kerjanya, ia tak lagi canggung dalam mengelola dinamika kelompok di lingkungannya.

Untuk mahasiswa misalnya, sebagai wujud cinta tanah air, ia bisa merancang program kreatif KKN (Kuliah Kerja Nyata) di daerah terluar Indonesia. Mereka bisa berbagi pengalaman luar biasa kepada masyarakat di daerah terluar Indonesia. Pengalaman hidup di tempat serba terbatas ini diperlukan agar kelak ketika jadi pemimpin, mereka bisa punya perspektif yang luas, komprehensif, humanis, dan tidak arogan. Ingat, Indonesia itu bukan hanya Jawa dan Pulau Jawa saja lho.

Ringkasnya, siswa kita harus diberi ruang dan peluang untuk berekspresi, berkarya, membuat social project, sesuai minatnya, dan segala kegiatan itu harus merupakan pengembangan operasionalisasi konsep dari Pancasila. Pancasila yang abstrak, harus bisa diterjemahkan secara personal dan dijabarkan operasionalisasi konsepnya ke tataran yang detil dan kongkret. Tidak mengawang-ngawang lagi. Semakin detil, semakin bagus. Jangan sampai, siswa kita hanya belajar aspek kognitif (menghapal) saja. Tapi minus aspek lainnya dalam pendidikan, yaitu afeksi dan psikomotorik.

Saya membayangkan, tiap semester akan ada lomba adu kreativitas social project keren, yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Mulai dari kecamatan, kabupaten, propinsi, hingga nasional, semuanya diperlombakan dan dinilai oleh ahli bidang filantropi, akademisi, dan praktisi.

Pancasila itu intinya pendidikan moral. Agar moral yang terbentuk itu jernih, maka harus dari usia dini diinternalisasikan nilai-nilainya kepada si anak didik. Internalisasi dari nilai-nilai (values) ini, akan membentuk jadi doktrin positif, lalu jadi habit, dan terakhir bisa jadi karakter yang kuat. Untuk itu, kegiatan berlomba-lomba bikin social project ini harus dipupuk dari kecil, agar terinternalisasi rasa peduli. Siswa tidak hanya ‘selesai’ memikirkan dirinya, peduli pada lingkungannya.

Contoh social project keren yang bisa dijadikan referensi sebenarnya banyak kita jumpai kini. Misalnya gerakan sosial @IDBerkebun, Indonesia Mengajar, Indonesia Berkibar, Gerakan Ayah ASI, Akademi Berbagi, dan lain-lain. Mereka membentuk komunitas-komunitas yang concern pada satu hal kecil yang mereka sukai. Efek kegiatan mereka cetar dan bermanfaat bagi orang banyak.

Nah, gerakan sosial yang disebutkan di atas sebenarnya adalah wujud nyata dari penerapan Pancasila. Tak perlu teori, langsung praktek. Hasilnya nyata, dampaknya jelas. Tak perlu mulut berbusa seperti politisi di papan reklame untuk himbau orang agar lebih Pancasilais.

Sebagai penutup, saya ingin tekankan, agar Pancasila tak basi, diperlukan kreativitas sebagai pengawetnya. Sekolah & orangtua sebagai pendidik utama, harusnya memberikan ruang-ruang bagi tunas bangsa untuk bereksperimen menerapkan nilai-nilai Pancasila, sesuai dengan minat-bakat atau hal yang mereka sukai. Pancasila untuk konteks kekinian, harus diturunkan indikator-indikatornya menjadi lebih down to earth, jelas, aplikatif, seru, dan atraktif.

Bayangkan jika kita mampu beri ruang berekspresi untuk anak didik demi merancang social project yang keren menurut mereka, maka mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga kuliah, bahkan sarjana, akan terkumpul jutaan database social project yang keren, kreatif, multikulturalistik, berciri khas kedaerahan, dan yang terpenting, berbasiskan nilai-nilai Pancasila.

Thus, para praktisi Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia, atau bahkan dunia, bisa mencomot langsung social project mana yang efektif dan berdampak luas untuk mereka adopsi dan ajak kolaborasi. Nantinya, Indonesia akan dikenal sebagai bangsa yang sangat filantopis. Ini identitas kebangsaan yang unik dan bisa dibanggakan. Tentunya ini merupakan representasi nyata dari nilai-nilai Pancasila. Sehingga peran bangsa kita di tatanan masyarakat dunia akan sangat penting dan berpengaruh besar. How cool is that?

lomba_blog_pusakaid

12 responses to this post.

  1. idenya pengajaran pancasila lewat permainan dan pembaruan oke juga. seperti program trans TV tukar peran, ethnic runaway, orang pinggiran seperti itu. bantu2.
    setiap keluarga perlu mendidik moral pada anaknya sejak sebelum baligh agar anak terbiasa, terampil, disiplin dan sadar pada moralnya.

    Reply

    • Terima kasih sudah mampir ya. Kegiatan social project keren-humanis-kreatif, harus digalakkan di dalam metode pembelajaran siswa kita. Harus masuk ke kurikulum. Jangan sampai siswa belajar Pancasila, tapi hanya aspek kognitifnya saja (hapalan). Ilmu tanpa dipraktekkan = pepesan kosong.

      Reply

      • aku nggak paham ppkn jaman sekarng. harus ngapalain sistem pemerintahan, HAM, globalisasi, tata negara. kok beda sama ppkn SD yang menyentuh nilai moral.
        aku yang gak kuat hapalan jadi sering remidi deh.

      • Aku pas kuliah kewarganegaraan dapat C. Bingung juga sih bicara hal yang ngawang2 ga jelas tanpa praktek.

  2. […] 5. Nama: Adlil Umarat Judul Tulisan: Agar Pancasila Ndak Basi! […]

    Reply

  3. By far ini artikel ttg Pancasila favorit saya. Sama sekali ndak basi, bs mengungkapkan masalah scr tajam dan solusinya msk akal. Great!

    Reply

  4. Kalau saya menjadi pemimpin di suatu daerah, langsung saya adakan social project tersebut. Aminn…, agar rakyat indonesia benar-benar berjiwa pancasila

    Reply

  5. Mas, mohon izin artikelnya dikutip buat tugas matkul Pancasila. Saya setuju nih komentar tentang PPKN jaman skrg. GAK EFEKTIF. Rata-rata mahasiswa di kampus paling takut kalo ada kuis/uts/uas Pancasila dan Kewarganegaraan. Gatau mana yg salah antara dosennya yg ‘gajago’ ngajar/pembawaannya kurang menarik atau karna kita bosen sama materi yg wajib hadir di tiap jenjang pendidikan. Kita takut dapet nilai jelek di matkul ini tapi tetep aja gangerti dan ogah belajar materi ini walaupun udah bertahun-tahun diajarin

    Reply

Leave a reply to Umarat Cancel reply

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story