Archive for November, 2014

Akibat Trial di Batutis Al-Ilmi

Beberapa waktu lalu, Manda Andin ikut pelatihan metode sentra di Batutis Al-Ilmi di Pekayon-Bekasi. Sekolah ini di bawah asuhan Bu Siska Y Massardi-Pak Yudhistira Massardi. Sekolah yang mayoritas muridnya adalah anak dhuafa itu, memikat hati kami. Bagaimana mungkin anak kaum dhuafa yang dari sisi ekonomi lemah, asupan gizi tidak maksimal, cultural capital-nya tidak sekaya orang berpendidikan tinggi, namun ternyata mampu bersikap dan bertindak layaknya kaum terpelajar yang beradab, sangat santun dan elok nian tindak-tanduknya (emangnye banteng? hehehe).

Pasca pelatihan, kami (saya dan Andin) sudah identifikasi apa saja hal-hal yang harus kami implementasikan dari pelatihan metode sentra dalam kehidupan keluarga kami, agar optimal dalam membangun Apita (panggilan sayang Afiqah Humayra Umarat). Istilah membangun anak ini sangat kami sukai, karena memang tugas orangtualah membangun anaknya agar tumbuh optimal. Ini beda dengan mengurus anak. Mengurus hanya sifatnya administratif, hanya memberi makan, membelikan pakaian. Ya tak beda jauh dengan mengurus ayam atau binatang peliharaan. “Membangun” itu memberikan ruh dalam tiap kesempatan kita mengajarkan apapun kepada anak. Ada reason “why” yang kuat yang kita tanamkan dalam diri anak kita.

Seminggu ketika Apita ikut trial di Batutis, cukup mengherankan buat kami. Malam hari, Apita menggigau dalam mimpinya. Ia menolak untuk menggambar sesuatu. Ia hanya mau menggambar binatang tertentu. Saya lupa binatang apa. Tapi berkali-kali ia sebutkan, dan tidak mau menggambar yang lain. “Apita mau gambar yang ini…nggak mau yang itu…” Alamak, baru 2 hari nyoba sekolah di Batutis, materi permainannya sudah merasuk sampai ke mimpi. Diapakan di sekolahnya tuh? Saya bertanya dalam hati. Mungkin ini proses adaptasi Apita dengan lingkungan baru sekolah Batutis. FYI, ketika Apita trial, Manda Andin ikut pelatihan metode sentra di ruangan sebelahnya. Jadi, dipisah keberadaan orangtua dan anaknya.

Hal lucu yang paling diingat Manda Andin dari Apita saat ia trial di Batutis adalah ia seringkali menangis. Karena terbiasa diberi nenen ketika mau tidur, ternyata berpengaruh buruk terhadap kemandirian Apita. Ia kerap menangis, dan meminta untuk dipertemukan dengan manda sebagai senjata ancaman terhadap gurunya. Namun gurunya tetap sabar menghadapinya meski beberapa kali sempat menyerah juga karena tangisnya Apita bisa mengganggu tidur siang siswa lain. Uniknya, meski Apita menangis, ketika ditanya, ia selalu saja tetap menjawab.

Apita: “Huuuhuhuhuhuh…..”

Guru: “Afiqah, rumahnya dimana?

Apita: “Huhuhuuuuu….. di Cibubung….”

Guru: “Afiqah nama lengkapnya siapa?”

Apita: “Huhuhuhu….Afiqah Humayra Umarat”

Guru lain: “Afiqah ke sini sama siapa?”

Apita: “Huhuhuhu…Sama manda Andin..Sama Pak Ading. Apita mau ke Pak Ading…”

Gurunya sempat merasa bingung, karena dikira sebutan manda itu adalah kakaknya. Lalu ia bingung kenapa Afiqah selalu menyebut nama Pak Ading. “Emangnya siapa itu bu?” tanya guru kepada Manda Andin. Manda menjelaskan bahwa Pak Ading itu panggilan untuk ayahnya. Sementara Manda itu adalah sebutan untuk ibunya. Oalah, barulah si guru paham.

Apa Manfaat Trial di Batutis?

Awalnya Manda Andin berpikir bahwa ikut pelatihan metode sentra akan mengganggu kestabilan keuangan bulanan keluarga kami. Maklum, keluarga muda, masih banyak kewajiban hutang yang masih harus dibayarkan. Apalagi Apita dimasukkan trial harian kelas toddler di Batutis. Akan bengkaklah biayanya. Namun, saya meyakinkan Andin, bahwa ketika kita belajar sesuatu yang kita yakini akan jadi sesuatu yang baik untuk keluarga kita di masa depan, maka besaran biaya itu tidak bisa dianggap sebagai cost. Ia harus dilihat sebagai investasi. Jika kita melihat pelatihan sebagai investasi, rasa legowo pun akan muncul dengan sendirinya. Bagi saya selaku kepala keluarga, sudah menjadi kewajiban suami untuk membuat pintar istri dan anak.

Belakangan, setelah pelatihan, baru Andin menyadari bahwa “investasi” itu baru terasa efeknya setelah ikut pelatihan. Satu persatu tindakan spontan Apita, tanpa dibuat-buat, serta-merta keluar sendiri. Kami diperlihatkan sendiri bagaimana Apita bisa tumbuh dengan lebih mudah diajak kerjasama dengan mandanya.

Membangun Bahasa dan Percaya Diri

Apita in action

Apita in action

Setelah trial di Batutis, bahasa Apita lebih teratur. Ia mampu mengungkapkan dua hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertama, ia mampu mengungkapkan ketidaknyamanannya. Waktu itu, kami sedang dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta. Saya mengendarai mobil, sementara Manda Andin duduk di samping, memangku Apita. Ketika kami berhenti di sebuah SPBU Pertamina (rest area), tiba-tiba Apita berkata, “Manda….., Apita tidak nyaman, baju Apita ada bulu-bulunya. Dilepas aja”

Sontak kami pun kaget lalu tertawa lepas berdua. Anak sekecil ini, baru genap 2 tahun, sudah bisa mengungkapkan ketidaknyamanannya. Ia jujur dan mampu speak up mengungkapkan pendapatnya untuk apa yang ia rasakan. Sebagai orangtua, kami meleleh. Anak kami rasanya kok so sweet banget. Ada rasa haru, bangga, senang, campur geli karena merasa lucu melihat cara Apita bertutur. Mungkin suatu saat akan kami posting di youtube tentang kelucuan cara bertutur Apita. Tunggu ya… Buat seru-seruan aja kok.

Di kesempatan lain, ketika Manda Andin mengajak Apita ke pasar, Manda memberikan pilihan kepada Apita, untuk memilih baju yang ia sukai. Akhirnya ia memilih yang warna orange. Padahal Manda Andin memilih yang warna biru karena dirasa lebih pas. Namun, karena Apita memilih warna orange, manda Andin menghargai pilihan Apita tersebut. Manda Andin ingat lagi materi metode sentra, bahwa anak harus dilatih sejak dini untuk berani mengambil keputusan dari beragam opsi, dan ia harus bertanggungjawab terhadap konsekuensi dari pilihan tersebut. Terdengar seperti sok tua, sok dewasa, terlalu tuir, tapi memang harus seperti itu kita mendidik anak agar kelak ketika dewasa ia tidak peragu. Ia akan firm melakukan segala sesuatu. All out, tidak setengah-setengah.

Ketika baju yang telah dipilih sudah ditetapkan, penjaga toko memasukkan baju ke dalam plastik. Lalu Apita memaksa untuk membawa sendiri baju pilihannya yang ada di plastik tersebut. Ia terlihat senang dengan pilihannya. Wajahnya ceria. Ketika Manda Andin menawarkan bantuan untuk membawakan plastik berisi baju, Apita menolak. Ia adalah anak yang mandiri. Selagi bisa melakukan sendiri, ia tidak akan minta tolong kepada Panda dan Mandanya.

Pas di mobil, Apita tiba-tiba bilang, “Manda ini baju Apita ada bulu-bulunya, tidak nyaman. Ganti aja ya sama yang ini ya (red: baju baru).” Apita seolah mencari-cari alasan untuk ganti baju, agar bisa memakai baju barunya. Kalau dipikir-pikir, ini anak kok bisa mikir pakai analisa begini ya? Manda tertawa saja melihat tingkah-polah anak perempuannya itu.

Membangun Empati

Kedua, Apita terlihat lebih empatik dari sebelum periode trial di Batutis. Contohnya? Baru saja terjadi kemaren Minggu, 2 November 2014. Manda Andin sedang serius sekali membaca pesan di hp. Keningnya mengkerut, terlihat seperti orang berpikir keras alias rada-rada galau/ gelisah/ khawatir. Lalu tiba-tiba Apita datang menghampiri dan berkata,”Manda…tenang ya manda…tarik nafas manda.” Dia mencontohkan adegan cara tarik nafas lalu membuangnya pelan-pelan agar Manda Andin bisa lebih tenang lagi menghadapi cobaan hidup. #Tsah. Hehehehe.

Saya yang sedang duduk tepat di depan Manda Andin pun kaget dan ngakak abis. Itu anak kecil kok bisa-bisanya menasehati emaknya agar bisa mengontrol diri untuk lebih tenang dalam menghadapi persoalan hidup di dunia. #Tsah… “Tuir amat,” ucap saya membatin.

Tapi saya penasaran, darimana anak kecil itu belajar tarik nafas menenangkan diri? Setelah kami runut, ternyata di Batutis kalau anak sedang nangis, guru meminta anak tersebut untuk mampu mengontrol diri, menenangkan diri, menarik nafas, dan seterusnya. Agaknya, ia menduplikasi metode dari guru di Batutis.

Kami ingat lagi, sebelumnya ia juga sudah mempraktekkan konsep empatik. Ketika saya sakit dan tidak masuk kantor, Manda Andin memijit tubuh saya dengan penuh cinta. Mungkin Apita melihat wajah saya tidak fresh dan mencerminkan orang sakit, lalu ia nyamperin saya, ”Pak Ading, sembuh Pak Ading…” Ia menggerakkan kedua kepalan tinju tangannya di depan dadanya. Seperti seorang pelatih tinju yang memberi semangat kepada anak didiknya.

Saya yang tadinya lemes, langsung bersemangat. Lupa bahwa badan sedang tak enak. Kadang, hal-hal so sweet dari anak kita seperti ini malah membuat kita lebih cepat sembuh daripada mengkonsumsi obat dari dokter.

Di kesempatan lain, Apita juga mampu menyabarkan Manda Andin yang sudah siap-siap marah kepadanya. Misalnya Apita menolak makan, atau tidak membereskan mainannya kembali, Manda mulai sedikit meninggikan intonasi suaranya. Lalu Apita datang nyamperin, “Manda, sabar ya manda…tarik nafas….” Maka mandanya semakin gemes kepada Apita. Anak kecil kok bisa aja nih ambil hati orangtua.

Lebih Cerdik

Ketiga, Apita juga mengalami akselerasi kecerdikan beberapa level. Ceritanya, Manda Andin bermaksud untuk berkreasi membuat telor dengan bentuk-bentuk yang lucu, seperti yang ia lihat di socmed. Kan ada makanan yang berbentuk binatang, atau hal-hal lucu, biar anaknya tergugah selera makannya. Nah, maka memasaklah Andin dengan inovasi sedemikian rupa. Dibuatlah bentuk orak-arik dengan gambar wajah monyet. Mangkuknya pun gagangnya sudah menyerupai telinga monyet. Ada matanya, ada mulutnya, ada hidungnya. Lengkap deh.

Lalu apa respon Apita ketika melihat makanan inovatif tersebut? Ia cuma melirik, lalu berkata, “Oo.. telor”. Gubrak. Ini anak kecil ga bisa dibohongin. Asem.. Capek-capek berinovasi, ternyata ia punya daya analisa yang cukup oke untuk identifikasi benda berupa telor. Meski digimanain juga, tetap tahu dia dari jauh ditebak sebagai telor.

Kasus lain lagi, karena ia sudah berumur 2 tahun, maka proses “perceraian” dari nenen pun harus kami lakukan. Berbagai upaya kami lakukan. Mulai dari rajin memberi pijakan (keterangan/ informasi awal agar anak mengerti alasan di balik suatu tindakan), hingga manda Andin mencoba hal-hal aneh. Nah, hal anehnya, nenen dipakaikan garam. Jadi, pas Apita mau nyusu, ia langsung sadar bahwa nenen yang selama ini rasanya nikmat, jadi asin. “Asin manda…” Lalu Apita bilang dilap pakai tisu aja sebagai solusi. Wah wah wah, selesai perkara. Gagal maning.

Dari contoh di atas, kami memang fokus melatih kemampuan Apita dalam mengidentifikasi benda. Identifikasi yang diikuti dengan kekuatan/ kemampuan klasifikasi akan membuat anak mampu menyelesaikan setengah dari masalah yang dihadapi. Kami sangat senang dengan kemampuan analisa identifikasi dan klasifikasi yang dimiliki Apita. Mudah-mudahan terus meningkat kemampuannya.

Susun "kereta api"

Susun “kereta api”

Lebih Mandiri

Bicara mengenai kemandirian, ini poin (ke-empat) penting juga buat membangun anak. Kami diperlihatkan contoh dari guru di Batutis bahwa kemandirian harus dibangun juga di dalam diri anak. Misalnya si anak ingusan, guru hanya menyodorkan tisu. Si murid mengambil tisu dan melap sendiri ingusnya, meski masih belepotan. Justru di situ letak pelajaran agar ia mandiri sejak dini.

Prinsip ini juga kami praktekkan di rumah. Apita menjadi tempat ekperimen kami tentang membangun kemandirian. Misalnya, tiap bangun tidur, ia ingin minum air mineral. Lalu ia jalan sendiri ke dispenser, memegang gelas kesayangannya, lalu mengambil sendiri dari dispenser air mineral tersebut. Awalnya kami menganggap agak beresiko karena ada opsi air panas juga. Namun, kami memberi pijakan kepada Apita bahwa yang boleh diakses adalah air dingin saja, bukan air panas. Karena air panas akan terasa sangat panas di kulit jika terkena tumpahannya. Kami cobakan ia menyentuh termos air yang berisi air panas. Jadi ia paham resiko panas itu seperti apa. Ia sudah mengerti.

Selain itu, Apita juga sudah bisa memasang sepatu sendiri, memakaikan celana sendiri meski kadang masih sering nyangkut di bagian belakangnya karena nyangkut di pampersnya. Sesuatu yang mencengangkan kami. Mungkin memang sudah waktunya ia bisa melakukan aktifitas tersebut.

Kemampuan Bercerita/ Dongeng

Kelima, untuk menginstall “doktrin positif” apa saja yang ingin kami masukkan ke dalam pikiran Apita, maka kami membangun budaya mendongeng di keluarga. Gunanya? Selain melatih kecakapan ia bercerita, dongeng menjadi sarana membangun core values apa yang harus tertanam di diri anak kami.

Di Batutis, ada sesi guru membacakan buku cerita. Sejak saat itu, Apita ketagihan dibacakan buku/ didongengin. Pak Ading berupaya membacakan buku cerita dengan ekspresi yang juara, agar Apita benar-benar terkesan. Manda Andin pun lebih sering lagi bercerita kepada Apita karena waktu kebersamaan mereka lebih lama dari bapaknya.

Di tiap cerita, harus ada goal yang disisipkan. Misalnya, Apita susah sekali makan belakangan ini, maka kami mengarahkan dan meyakinkan dia bahwa makan makanan bergizi itu penting sekali. Tambahan cerita dari gimmick kelucuan buaya, kancil, dan binatang lainnya kami variasikan-lah. Kalau kami juga ingin memasukkan pesan “harus rela berbagi dengan orang lain”, ya kami sisipkan juga di part cerita. Sehingga, ketika diajak makan atau memang harus berbagi mainan dengan temannya, ia langsung ingat pesan moral di cerita/ dongeng.

Sekarang Apita mampu menceritakan kembali dongeng seperti cerita legenda Kancil, Buaya, dan lain-lain. Kadang bahkan ia mengarang-ngarang sendiri cerita dari penggabungan beberapa cerita. Logikanya jadi jalan nih anak. Alhamdulillah. Panda-Mandanya bersyukur betul atas itu.

Lesson Learned

Menceritakan apa yang terjadi dengan Apita di atas, maksud kami bukan untuk pamer, atau bangga-banggaan bahwa anak kami keren lho. Bukan itu. Sama sekali bukan itu poin kami. Kami sadar, anak kami bukan anak yang sempurna. Anak kami juga banyak kurangnya. Anak kami kalau lagi tantrum, juga membuat kami kewalahan.

Namun, pesan yang ingin kami sampaikan di sini adalah kami sangat menikmati sekali proses belajar-mengajar metode sentra dan mempraktekkannya pelan-pelan di keluarga kami. Metode Sentra menuntut orangtua yang proaktif, kreatif, dan harus menguasai materi ajar sebelum memberikannya kepada si anak. Kita harus merencanakan, “pesan” apa yang akan kita susupkan di dalam tiap permainan yang kita ajarkan ke anak. Ketika si anak mampu “memakan” apa yang kita “suntikkan” ke dalam memori dia, itu rasanya selangit. Tidak bisa dinilai dengan uang.

Konsep Menghindari 3M (Melarang, Marah, Menyuruh): tujuannya memberikan ruang bagi otak anak untuk aktif (tidak pasif selalu bermental taken for granted). Di saat neuron di otaknya sedang tumbuh, harusnya kita selaku orangtuanya mampu memberi stimulus untuk selalu tumbuh & terkoneksi dengan sempurna. Kalau bisa, tidak ada neuron yang mati karena kita memarahi si anak.

Selain faktor 3M, metode komunikasi dengan konsep indirect communication, menjadi hal yang menarik untuk dipraktekkan di keluarga. Memancing lewat pertanyaan adalah langkah awal membuat anak mampu berpikir, menganalisis, dan otaknya selalu terlatih.

Kami sebenarnya terheran-heran dengan Apita. Kami pun sebagai orangtua merunut kembali, kapan kira-kira mengajarkan Apita bicara runut, berpikir analitik, dan berempati. Setelah ditelusuri dan diresapi lagi, rasa-rasanya tidak ada yang benar-benar intens, kecuali saat trial di Batutis.

Setelah pulang dari Batutis, Manda Andin berusaha menerapkan metode sentra dalam membangun Apita. Kalau dulu, membersihkan rumah adalah pekerjaannya sendiri, maka sekarang, Apita diajak bekerjasama membersihkan rumah, membereskan mainan (agar ia bertanggung jawab sejak balita), praktek mencuci pakaian bersama-sama. Rasanya Apita ketagihan mencuci pakaian. Mungkin ia merasakan kenikmatan sensasi main air dan busa-busa yang menggelembung.

Kejadian-kejadian di atas adalah contoh proses panjang yang kadang tak terasa oleh kita, namun bisa dilihat impactnya terhadap perkembangan anak kita. Sekali kita bertekad untuk concern dengan proses, dampaknya bisa lebih panjang dan signifikan terhadap perkembangan anak. Bahkan ketika kita lupa terhadap proses yang sudah jadi SOP keluarga kita dalam bersikap, ternyata pelan tapi pasti, terekam sebagai core values yang dipegang teguh oleh anak kita. Pada akhirnya, proses mendidik anak ini memang membutuhkan seni, kreatifitas, plus kesabaran. Mungkin ini pekerjaan yang lebih berat dari apapun di dunia: membangun anak.

Penutup

Buku/ Pelatihan Metode Sentra bukan segalanya untuk menunjang kesuksesan pembangunan jiwa si anak. Karena bisa saja setiap metode dianggap paling baik oleh penciptanya atau penganutnya. Namun sebenarnya yang lebih utama itu, metode yang tepat itu mampu membangun kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan mampu membentuk karakter anak secara utuh. Pas kadarnya.

Adapun dalam versi kami, kami bahagia bisa menjadi bagian dari proses mendidik dengan metode sentra. So far cukup efektif untuk membangun anak kami, Apita. Kemampuan Apita memang tidak semua melulu langsung diakibatkan karena pernah trial di Batutis. Bisa saja memang karena ia sudah mampu mempunyai skill tersebut. Namun, paling tidak, dari mengikuti metode sentra tersebut, kami selaku orangtua jadi punya metode pegangan untuk bermain-main dengan Apita. Tidak kosongan.

Pada tahap awal ini, kami belajar menerapkan bagaimana 18 sikap yang diambil dari Asmaul Husna, bisa masuk ter-install di pemikiran dan karakter orangtuanya maupun si anak. Jadi, dampak dari pendidikan model begini, lebih impactful daripada pelajaran hapalan di sekolah-sekolah pada umumnya.

Anak usia 0-9 tahun belum perlu ikut lomba apapun karena belum kuat secara mental untuk meneraima konsep kalah ataupun menang. Apakah lantas anaknya tidak belajar berkompetisi? Bukan itu yang dicari. Pada umur segitu kita selaku orangtua fokus menumbuhkembangkan daya juangnya, maka di umur selanjutnya, ia mampu dan siap berkompetisi apapun.

Penasaran bagaimana Metode Sentra itu seperti apa? Anda bisa beli bukunya yang super komplit, atau luangkan waktu Anda di hari Sabtu untuk datang observasi dan melihat sendiri “keajaiban” dari anak-anak yang manis dan baik hati di Batutis.

“Akibat Trial di Batutis Al-Ilmi” bukan hanya memberi stimulus buat Apita, tapi juga buat orangtuanya. Itu yang lebih penting. Aktor intelektualnya harus banyak belajar tentang bagaimana merancang individual/ social engineering dalam mengeksplorasi kemampuan anaknya.

Tgl 10 November 2014, Manda Andin kembali akan melanjutkan keikutsertaannya di Pelatihan Metode Sentra Tahap II. Mudah-mudahan ilmunya semakin detail dan makin bermanfaat untuk perkembangan anak kami, Apita. Tak lupa kami bertekad untuk berbagi pengalaman ini kepada kolega dan pembaca blog, agar juga mampu menerapkan hal-hal positif dari metode sentra, demi tercapainya keluarga yang lebih berkarakter. Mohon doanya, duhai para pembaca blogku yang budiman.

Baca Juga Tulisan Terkait:

Buku Pemantik Kecerdasan Jamak (https://umarat.wordpress.com/2012/12/10/buku-pemantik-kecerdasan-jamak/)

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story