Posts Tagged ‘#Batutis’

Kepingan Koin Itu, Bikin Haru

Banyak orang bertanya, mengapa saya begitu berani pindah haluan ke dunia pendidikan di Batutis Al-Ilmi yang notabene sekolah untuk kaum dhuafa? Padahal sebelumnya karir sudah enak di TV. Pertanyaan-pertanyaan ini memang tidak mudah dijawab dengan gamblang. Namun kisah pagi ini sepertinya mampu menjawab salah satu alasan mengapa keputusan berani itu saya ambil.

Rupiah demi rupiah

Pagi ini saya dikejutkan dengan cerita dari Pak Yudhistira tentang orangtua murid Batutis Al-Ilmi yang tiba-tiba datang ke sekolah dan menyerahkan segepok kumpulan uang koin sejumlah Rp 150.000. Uang tersebut diberikan oleh orangtua murid tersebut sebagai infaq uang makan anaknya selama sebulan. Bu Siska dan Taya awalnya tidak ngeh tentang segepok kumpulan koin itu. Mereka bertanya-tanya, siapa yang mau tukaran uang koin? Ternyata, petugas TU sekolah menyampaikan bahwa uang tersebut adalah hasil keringat dari salah satu orangtua murid yang diserahkan tadi pagi.

FYI, Sekolah Batutis Al-Ilmi adalah sekolah bagi kaum dhuafa. Jumlah persentase siswa dari keluarga dhuafa sebanyak 70% dan 30% sisanya adalah kalangan mampu. Ada subsidi silang dari siswa dari kalangan yang mampu untuk biaya operasional sekolah. Banyak juga infak, shadaqah, zakat dari banyak orang yang concern dengan dunia pendidikan anak usia dini.

Pendanaan lain dari mana? Sisanya, Tim Batutis Al-Ilmi berjuang peras keringat banting tulang mencari pendanaan sana-sini. Lewat pelatihan Metode Sentra, penjualan buku, penjualan majalah, konsultansi sekolah yang ingin hijrah ke Metode Sentra, seminar parenting dengan tema based on request, dan kegiatan kreatif lainnya untuk menghasilkan pundi-pundi bagi pembiayaan operasional sekolah.

Kembali ke cerita di atas. Istimewanya dari infaq koin senilai Rp 150.000 itu dilakukan oleh orangtua dari tergolong dhuafa. Anda bisa bayangkan, bagaimana proses orangtua tersebut secara telaten mengumpulkan satu demi satu koin tersebut. Jika dalam sebulan ada 30 hari, maka 150.000/30 hari = Rp 5.000/ hari. Artinya, orangtua murid itu mengumpulkan 10 koin Rp 500 untuk biaya makan siang dan snack setiap hari di sekolah dalam sebulan.

Orangtua murid itu boleh saja tak mampu secara ekonomi, tapi semangat dan perjuangannya untuk tak melulu menengadahkan tangan agar terus dibantu, dikasihani, patut diacungi jempol.

Saya membayangkan bagaimana perjuangan yang persistence dari orangtua murid tersebut. Itu sangat mempengaruhi semangat kami di Tim Batutis Al-Ilmi. Temuan-temuan ajaib ini kadang jadi charger yang memenuhkan lagi semangat kami untuk berjuang membangun Batutis Al-Ilmi jadi lebih baik lagi.

Saya ingin sekali bertemu dan mewawancarai orangtua wali murid tersebut. Nantikan reportase mendalam tentang koin perjuangan yang bikin haru itu.

Anda ingin turut serta membantu Batutis Al-Ilmi agar lebih maju? Hubungi saya di nomor 08111170128 atau kontak ke email saya: umarat.adlil@gmail.com. Bantuan tidak harus berupa uang. Bisa memberikan tenaga, link jaringan sosial, mempertemukan kebutuhan training parenting di lingkungannya (tempat kerja atau rumah), bisa sharing soft skill, atau bisa macam-macam bentuknya. Yuk, turun tangan bantu Batutis Al-Ilmi. Saya tunggu ya, bro and sis!

DIMODUSIN Afiqah

Sore itu, saya baru pulang dari Sovereign Plaza, mengikuti sebuah training penting. Manda Andin sudah tahu biasanya di tiap Senin, saya akan sampai Kota Wisata jam 18.00. Maka, Manda Andin menjemput saya di depan Kota Wisata. Tadinya Afiqah tak diajak serta. Tapi begitu tahu mau jemput Pak Ading, ia segera berubah pikiran, ingin turut serta.

Di Whatsapp saya meminta Andin ajak serta Afiqah. Entah kenapa, karena habis menyepi nulis di bawah kaki gunung Galunggung-Tasikmalaya selama 3 hari 3 malam, maka rasa kangen itu masih membuncah. Afiqah sekarang jauh lebih ceriwis. Ditinggal 3 hari, benar-benar ceriwis banget. Ngomongnya itu seperti orang dewasa.

Afiqah Melucu

Afiqah Berbahasa Betawi

Ada update-an baru pada diri Afiqah. Ia sekarang sedang terpengaruh gaya bicara khas Betawi. Pengaruh itu berasal dari teman sekolahnya di Batutis Al-Ilmi. Suatu kali saya menjemput Afiqah di sekolah, lalu dari kejauhan, saya sudah terlihat oleh teman-temannya. “Noh, bapak loe noh…” kata teman Afiqah memberi tahu bahwa ia sudah dijemput.

Kira-kira model ngomong khas Betawi begitulah yang sedang trending di dalam diri Afiqah. Sekarang ia biasa ngomong, “Iya yak…”. Ia juga mulai ngomong kata “gue”.

Ketika saya tanya, “Gue itu apa sih artinya dek?”

Dijawab Afiqah, “Betawi.”

“Iya, itu bahasa Betawi, tapi artinya apa?” tanyaku penuh selidik.

“Saya,” jawab Afiqah singkat. Ternyata ia tahu sedikit-sedikit arti kata bahasa Betawi.

Nada ngomong Afiqah sekarang cukup tinggi, seperti orang Betawi yang rame’ banget. Saya jadi ingat dulu sangat dekat dengan Mpok Ani, penjual nasi uduk yang sudah saya anggap seperti keluarga sendiri di Kukusan Depok, dekat Universitas Indonesia.

Padahal, tepat bulan Desember 2015 lalu, kami pulang ke Surabaya dan Mojokerto. Dari sana, Afiqah sudah bermetamorfosis jadi orang Jawa. Dialeg bahasanya medhok banget khas Suroboyoan. Tapi ternyata, setelah bergaul lagi dengan teman-temannya di sekolah, ia bisa dengan mudah berubah. Anak-anak di usia emas, memang paling cepat menyerap segala sesuatu dari lingkungannya. Mereka seperti sponge. Gampang nyerap cairan.

Apa reaksi saya dan Manda Andin terhadap Afiqah yang mulai berbahasa Betawi? Kami tidak menganggap ketika Afiqah berbahasa Betawi atau berbahasa Jawa sebagai sesuatu yang salah. Namun, kami anggap itu sebagai momen perkenalan Afiqah kepada bahasa daerah. Kami menanggapi Afiqah yang bilang “gue” dengan respon, “Oh, Afiqah sedang berbahasa Betawi. Tapi Pak Ading dan Bu Andin ingin kita di rumah pakai bahasa Indonesia ya…”

Meminta Secara Halus

Kembali ke laptop, cerita awal Afiqah menjemput saya di depan komplek Kota Wisata.

Saya turun dari angkot 121 jurusan Kampung Rambutan-Cileungsi. Setelah membayar ongkos angkot, pas turun saya sudah lihat ada mobil keluarga kami yang parkir di bundaran depan Kota Wisata. Alhamdulillah sudah standby.

Saya jalan menghampiri mobil, lalu lewat kaca mobil sebelah kiri depan, saya goda Afiqah. Saya gelitik ia dari belakang. Ia kaget. “Eh….., ada Pak Ading…”

“Terima kasih ya udah jemput ayah…,” kataku. “Afiqah kangen ayah? Katanya tadi mau main sama Uti?,” tanyaku pada Afiqah.

“Aku kangen ayah….,” balas Afiqah so sweet.

Kalau udah begini, saya hanya bisa menjadi lilin yang sedang dibakar api: MELELEH.

“Ayah duduk di belakang ya. Afiqah di depan,” begitu kata Afiqah mengatur posisi tempat duduk kami.

Okelah. Saya pun kemudian membuka pintu belakang, masuk, duduk, dan mengucap Alhamdulillah tanda bersyukur karena bisa bertemu keluarga lagi.

Baru beberapa detik duduk, lalu Afiqah nanya lagi, “Ayah bawa apa?”

“Maksudnya?” kataku heran. Tak biasanya dia bertanya seperti itu. “Ayah bawa tas.”

“Oooh, tas. Isinya apa?” selidik Afiqah lebih lanjut.

Saya segera buka tas dan menunjukkan kepada Afiqah isinya. “Ada laptop dan buku. Tidak ada yang spesial, biasa aja. Emangnya kenapa? Kok nanya begitu?” kataku balik bertanya.

“Nggak…kirain Pak Ading bawa mainan…” lanjut Afiqah lagi sambil tersenyum lebar.

Seketika juga saya dan Manda Andin pun ngakak. Gila ya. Dua orand dewasa sedang DIMODUSIN oleh anak umur 3 tahun 3 bulan. Ternyata Afiqah baru saja mempraktikkan bagaimana teknik berbahasa dengan cara yang tak biasa.

Ketika kami belajar ilmu Metode Sentra di Batutis Al-Ilmi, Bu Siska menjelaskan ada 4 jenis pertanyaan: konvergen, divergen, faktual, dan evaluatif. Pertanyaan konvergen itu biasanya dimulai dengan kata : apa, siapa, kapan atau dimana. Jawabannya pun agak mengerucut, sudah jelas. Pertanyaan divergen ini jenis pertanyaan terbuka, dan biasanya dimulai dengan kata: bagaimana dan mengapa. Pertanyaan factual mengacu pada pertanyaan yang meminta jawaban yang sifatnya pasti, ilmiah. Misalnya, ada berapa jenis pembagian lapisan langit? Jawabannya ada 7, diantaranya Termosfer, Stratosfer, dan seterusnya. Lalu pertanyaan evaluatif berupa pertanyaan nyecer mengejar sampai tuntas.

Pertanyaan konvergen itu contohnya: “Apa rasanya laut?”

Pertanyaan divergen itu contohnya: “Bagaimana ciri-ciri air laut?”

Pertanyaan faktual itu contohnya: “Apa nama laut diantara pulau Sumatera dengan pulau Kalimantan?”

Pertanyaan evaluatif itu contohnya: “Kamu menggambar apa? (dijawab: pohon pisang). Apa yang kamu tahu tentang pohon pisang? (dijawab: rasa buahnya manis). Bagaimana dengan tekstur buahnya? (dijawab seterusnya).”

Kalau kita lihat dalam perspektif umum, Afiqah menyelidikiku dengan pertanyaan evaluatif dalam kadar yang ringan, lalu ditutup dengan pernyataan tidak langsung (non-directive statement).

Afiqah: “Ayah bawa apa?”, dijawab Ayah: “Ayah bawa tas” à pertanyaan evaluative.

Afiqah: “Oooh, tas. Isinya apa?”, dijawab Ayah: “Ada laptop dan buku. Tidak ada yang spesial, biasa aja. Emangnya kenapa? Kok nanya begitu?” à pertanyaan evaluatif. Ternyata ia sudah puas mendengar jawaban ini.

Afiqah: “Nggak…kirain Pak Ading bawa mainan…” à Pernyataan kalimat tak langsung (non-directive statement). Ini pesan terselubung yang ingin disampaikan.

Simple-nya, Afiqah sebenarnya secara tidak langsung sedang menerapkan teknik persuasi untuk mewujudkan sebuah harapan atau ingin menyampaikan pesan: BELIIN AKU MAINAN DONK….

Tapi caranya halus. Caranya tidak langsung. Itu cukup elegan dan menarik buat kami berdua. Alhamdulillah Afiqah naik tingkat dalam hal kemampuan berbahasanya. Kalau kami ingat lagi masa kecil diri kami ataupun adik-adik kami, biasanya anak kecil minta mainan main langsung saja, tanpa tedeng aling-aling, “Mau ini, mau itu…” Kalau tidak dibelikan, bisa jadi pakai jurus nangis guling-guling di depan umum agar orangtua kita mau membelikan apa yang dikehendaki. Tapi untuk kasus Afiqah sore ini, ia benar-benar menunjukkan teknik berbahasa yang cukup tinggi untuk anak seusianya. Ini jenis high context communication. Komunikasi tingkat tinggi.

Anak-anak yang dibangun teknik berbahasanya dengan SPOK (Subjek Prediket, Objek, Keterangan) sejak usia dini, maka ketika besar nanti dia tidak akan kesulitan mengutarakan apa yang menjadi masalah dalam hidupnya. Daya ungkapnya mampu menolong dia untuk menyelesaikan masalah-masalah hidup yang ia hadapi. Jadi, bukan lari dari masalah, tapi dihadapi dengan berbicara, berbahasa secara elegan. Jangan hanya bayangkan satu-dua anak Batutis saja. Bayangkan kalau kemampuan berbahasa ini dimiliki anak di seluruh Indonesia saat ini, maka nanti di tahun 2045, saat kita mendapatkan bonus demografi yang tumpeh-tumpeh itu, maka angkatan kerja (produktif) kita bisa berlaku sebagai BERKAH, bukan MUSIBAH. Orang-orang yang jelas tujuan dan mau kemana langkah, peran, dan karyanya karena konsep dirinya jelas sejak usia dini. Mereka mengerti AKU dan KEBUTUHANKU.

Ini sore yang indah buat saya. Satu-persatu bukti dampak mendalam dari pendidikan Metode Sentra di sekolah Afiqah, keluar secara alamiah dalam kehidupan keluarga kami. Kami semakin tertarik dan penasaran, apa lagi di masa mendatang yang keluar spontan dari tindakan Afiqah, yang bikin kita geleng-geleng kepala lagi.

Ingin ngobrol dengan saya tentang Metode Sentra? Silakan colek saya di Twitter saya @pukul5pagi atau kontak Whatsapp saya di 08111170128.

Silaturrahim yang Memberi Energi

Sabtu Kelabu

Hari Sabtu lalu (8 Agustus 2015) adalah hari yang membahagiakan. Namun, sebelum hal membahagiakan itu tiba, kami diuji coba kesabaran terlebih dahulu.

Ceritanya, kami hendak pergi kondangan ke Gedung Smesco di Jakarta. Karena acaranya jam 11.00-13.00, maka kami putuskan berangkat pukul 10.30. Pas lihat di google maps, waktu tempuhnya sekitar 1 jam. Berarti jam 11.30 dah bisa sampai di lokasi.

Namun ternyata, ketika pas mau berangkat, cek lagi di google maps, waktu tempuh jadi 1 jam 43 menit. Pas sudah jalan lebih jauh lagi, ternyata makin menggila, lebih dari 2 jam. Ada gambar 5 kecelakaan di 5 titik berbeda di apps. Alamak. Udah terlanjur berangkat. Kami tetap paksakan berangkat dan bertekad sampai ke lokasi jam 13.00 paling pahit banget. Sekuat-kuatnya asa kami, begitu melihat kemacetan di sepanjang tol Jagorawi dan tol dalam kota, langsung jadi pesimis. Bahkan ketika keluar tol pun tetap macet. Macet is everywhere. Jakarta dan sekitarnya, sudah sangat tidak ramah lagi untuk penduduknya. Udah kebanyakan orang. Kemana-mana butuh 2-3 jam. Waktu banyak habis di jalan. Tua di jalanan ibukota. Betapa ruginya.

Akhirnya, kami sampai keluar dari tol dekat dari gedung Smesco sekitar pukul 13.15. Sudah lewat dari jadwal. Akhirnya kami memilih balik kanan, putar haluan menuju Pekayon-Bekasi. Terus terang, waktu yang terbuang, bahan bakar yang terbuang, tenaga nyupir yang terbuang, semua sia-sia. Dua jam 45 menit di jalan, untuk kemudian balik kanan grak. Amsyong.

Ketika perjalanan ke Pekayon-Bekasi, kami lewat tol. Suasana panas sekali. Afiqah mulai menangis. Mungkin ia lapar dan ngantuk. Suasana hati kami tidak enak. Aku dan Andin pun mulai kelaparan. Sudah 13.30 dan kami belum makan. Terjebak macet juga di tol. Kami keluar di tol Cikunir. Ternyata stuck. Lama sekali. Karena saya sudah kecapekan, pas ke Bekasi, Manda Andin yang nyetir. Lapar, haus, letih, berpadu jadi hal yang tidak nyaman buat kami di mobil. Ingin rasanya segera makan. Lapaaaarrr…

Begitu keluar dari jebakan macet, kami mencari tempat makan. Awalnya ada pilihan tempat makan Soto Kudus. Enak banget kebayangnya. Lagi capek, makan yang anget-anget. Tapi kemudian, mata tertuju pada sebuah restoran Padang yang besar dan megah. Letaknya ada di sebelah kanan jika kita baru keluar dari tol Cikunir. Namanya Sari Bundo.

Sabtu Ceria

Makan siang itu mengubah mood kami jadi lebih baik. Makanannya sangat enak sekali. Aku memilih makan dendeng kering balado dipisah, ayam panggang berbumbu. Andin makan dengan lahapnya. Afiqah juga ikut makan, meski sedikit. Ia belum siap makan makanan pedas. Agaknya ia masih rancu membedakan antara makanan pedas dan makanan berbumbu menyengat. Enaknya makanan di restoran Sari Bundo itu seperti membawa kita terbang ke Bukittinggi, dimasakin oleh ibunda tercinta. Semua bumbunya masih asli “Minangkabau” banget. Jadi kangen mama. I miss you mom.

Selesai makan siang yang sudah menjelang sore itu, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Bu Siska dan Pak Yudhis. Di tengah jalan, Afiqah minta dibelikan cemilan. Ia juga harus ganti pampers. Tadi di restoran Afiqah harus ke toilet. Kebetulan stok cadangan di tas habis.

Menariknya, awal memilih pampers di rak minimarket, Afiqah memilih pampers bergambar bayi. Setelah saya lihat, ternyata ukurannya S. Wah, salah ambil nih. “Afiqah sudah besar, bukan ukuran ini buat kamu. Ini S buat bayi, nak…” ujarku. Susah membujuknya pindah ke ukuran L. Kami berdebat cukup alot. Penjaga minimarket menyimak perdebatan kami. Ia sudah tak sabar menunggu kami untuk segera discan belanjaannya lalu masuk ke tahapan pembayaran. “Kalau Afiqah tetap memaksa membeli, nanti pampers bayinya tidak terpakai, akan terbuang percuma,” kataku memberi penjelasan. Barulah ia mau berubah mengambil ukuran L. Tapi pas mau bayar, ia kembali lagi ke rak pampers. Ia ambil lagi yang pampers ukuran S untuk bayi.

“Afiqah buat apa beli yang untuk bayi?” tanyaku. Ternyata jawab Afiqah, “Mau kasih adek Kiarakuma…” Oalah, ternyata di balik tindakannya itu ada maksud lain. Ia ingin berbagi hadiah untuk Kiarakuma. Bawa oleh-oleh khusus untuk Adek Kiarakuma, cucu Bu Siska. “Satu buat Afiqah, satu buat Kiarakuma….” Ujar Afiqah sumringah nyengir kuda “tengil”.

Alhamdulillah, ternyata anakku ada rasa care-nya kepada orang lain. Ia tahu akan berkunjung ke rumah neneknya Kiarakuma, lalu ia ingin membawa buah tangan ala dia. Hadiahnya hanyalah sebuah bungkusan pampers berisi beberapa lembar, tapi sepertinya itu berarti banget buat Afiqah. That was so sweet, darling. Cubit gemes buatmu, nak. Afiqah memang sejak awal dulu sudah nyantol banget di top of mind-nya nama Kiarakuma. Entah dari sisi spelling, nama itu unik sekali, entah emang adek Kiarakumanya yang emang cantik banget, atau faktor apa…entahlah. Tapi yang jelas, kalau kami kasih tahu mau ke rumah Kiarakuma, ia penuh semangat. Jangan-jangan ini #KodeKeras dari Afiqah yang pengen dihadirkan adek kandung secantik Kiarakuma juga. #Eh

Inspirasi Bu Siska

Pas tiba di TKP, kami disambut bu Siska dengan semua keceriaan di wajahnya. Senangnya ketemu bu Siska dan Pak Yudhis karena dari sana kami bisa belajar banyak hal. Meski hanya dari obrolan ringan, tetap saja ada inspirasi baru atau ide-ide baru yang muncul dari obrolan tersebut.

Bu Siska menceritakan keajaiban lain dari Allah lewat tangan seorang bule Amerika yang menghibahkan mainan anaknya yang se-gambreng. Jadilah Batutis menerima hibah mainan edukatif yang sangat berlimpah. Rezeki anak soleh/ah banget deh pokoknya. Bayangkan, rumah si bule ini di Pondok Indah. Tahu sendiri kan sebesar apa standar rumah di sana? Jika rumahnya besar-besar, mainannya ga mungkin sedikit atau kecil-kecil. Kata bu Siska, “Kita seperti mindahin isi satu rumah…” karena saking banyaknya mainan yang dihibahkan. Afiqah berkesempatan mencoba salah satu permainan edukatif milik si om bule. Ternyata Afiqah sangat tertarik. Sayang tidak kita abadikan lewat foto. Permainannya sederhana, tapi konsep di balik permainan tersebut, ternyata ada pesan penting nan mahal dalam melatih kecerdasan anak. Permainan bongkar-pasang, yang lobangnya sangat presisi dan akurat, dengan eksplorasi kemampuan untuk identifikasi warna buat anak-anak.

Update cerita-cerita keajaiban begini dari Batutis, selalu menarik untuk didengar. Ada saja orang baik yang membantu Batutis. Cerita-cerita ini sama serunya dengan cerita Bu Siska yang pernah suatu ketika berdoa di dalam hati di depan ATM agar ada donatur yang menyumbang buat Batutis di saat masa-masa seret kala itu. Doa orang yang punya niat baik membantu kaum dhuafa, biasanya makbul, dengan cara-cara yang tak terduga-duga. Kalau orang tv bilang mah, cerita perjuangan Bu Siska dan tim Batutis itu penuh twist, gimmick, dan drama yang tak disangka-sangka. Selalu terharu mendengar cerita perjuangan tersebut. Kalau tahu perjuangan guru-guru Batutis, lebih “gila” lagi. Benar-benar berjuang. Berjuang dengan arti sebenarnya berjuang. Ini akan kita bahas di bab terpisah saja ya, karena panjang dan ber-bab-bab ceritanya.

Lanjut ke cerita semula….

“Saya tahu sekarang mengapa orang Amerika dengan kelas sosial menengah dan terdidik itu pintar-pintar…” ucap Bu Siska kepada saya dan Andin.

Dalam hati saya langsung penasaran, “Kenapa memangnya?” Apa rahasianya?” Rasa kepo tingkat tinggi saya menyeruak di sela-sela otakku sambil menebak-nebak.

Bu Siska melanjutkan penjelasannya. Hampir semua mainan yang dihibahkan itu, tak ada satupun mainan yang tidak edukatif. Semua ada meaning di balik permainannya. Singkatnya, mainan si bule dan keluarganya itu sangat lekat dengan pengembangan kecerdasan jamak. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang ditetapkan di Metode Sentra.

Selama ini, mungkin kita selaku orangtua membelikan anak mainan dalam rangka membuat anak kita anteng, ga rese’, ndak nangis. Beda prinsip sama om bule Amrik itu. Semua permainannya sangat edukatif dan satu hal lagi, semua mainan diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya. Misalnya boneka sama boneka, dan begitu seterusnya. Hanya orang yang sudah belajar Metode Sentra yang mengerti bahwa keluarga tersebut klasifikasinya kuat atau tidak. Mainannya semua terawat dengan baik. Itu juga jadi poin plus lainnya.

Kata bu Siska, seharusnya permainan untuk anak, harus ada nilai edukasinya. Orangtuanya harus tahu dulu apa fungsi permainan tersebut. Bagian kecerdasan anak yang mana yang dikembangkan lewat permainan tersebut? Mungkin terlihat rada rempong, tapi memang begitu seharusnya. Anda sebagai orangtuanya, harus tahu dulu apa manfaat mainan tersebut bagi anak. Orangtuanya bahkan harus tahu dulu bagaimana memainkan permainan tersebut secara benar. Bukan sekedar membelikan mobil-mobilan keren, tapi meaningnya entah apa. Ini bahan refleksi yang penting buat keluarga Indonesia dimanapun berada.

Update cerita lainnya yang tak kalah seru adalah ada seorang guru di Batutis yang sudah sempat berniat keluar dari Batutis, mencoba ngajar di sekolah lain, lalu ternyata tidak betah. Alhamdulillah guru tersebut balik lagi ke Batutis, siap berjuang bersama Batutis lagi.

Mengapa ia tak betah di sekolah lain? Kalau di Batutis, guru-guru harus punya konsep jelas sebelum musim ajaran baru dimulai. Guru sudah rapat bersama, kurikulumnya akan seperti apa, penjabaran konsep sampai tataran yang detail, sudah jelas. Seberapa jelas dan detailnya kurikulum di Batutis, nanti akan ditulis terpisah juga ya. Panjang soalnya.

Bedanya ketika ngajar di sekolah lain, guru tersebut merasa bahwa guru-guru di sekolah tempat barunya itu sama sekali tidak mengajar pakai hati. Tidak passionate istilah zaman orang kini. Mereke teng-go begitu bel berbunyi. Sementara jika di Batutis, begitu waktu pulang telah tiba, maka guru-guru melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dijalani hari itu. Pelajaran apa yang didapat guru dari interaksinya dengan murid hari itu. Apa pengamatan terhadap individu muridnya, dicatat secara terperinci. Sehingga nanti saat dilakukan rekap, terlihat jelas perkembangan seorang anak/ siswa. Apakah ia improve, atau stagnan, atau ada aspek-aspek lain yang perlu perhatian khusus. Selain refleksi apa yang dijalani hari itu, guru di Batutis juga menyiapkan diri untuk lesson plan esok harinya. Mereka takut sekali jika tidak siap mengajar. Tidak siap mengajar, akan “dilumat” oleh anak didiknya yang kritis-kritis dalam bertanya dan berlogika. Anak Batutis seperti lagu Afgan, “sadis” dalam hal critical thinking.

Menilik kasus guru Batutis yang comeback ini, kalau bahasa saya, guru yang dah biasa mengenal Metode Sentra dalam pengajarannya, lalu masuk ke sekolah konvensional, ia akan merasa gamang. Terbiasa bermain dengan hal yang complicated, terkonsep, terperinci, impactful, lalu tiba-tiba masuk ke sistem yang tanpa strategi, loose begitu saja. Rasanya hambar. Biasa naik Ferrari yang mesinnya halus, lalu harus naik angkot yang njut-njutan. Tentu tidak nyaman. “Itu bukan gw banget” kira-kira begitu yang dirasakan guru yang comeback lagi ke Batutis itu.

Pertimbangan lain, di Batutis, setiap guru mempunyai hak khusus bahwa anaknya gratis bersekolah. Bayangkan, anak guru saja diperhatikan. Kalau di sekolah biasa, mungkin anak guru tidak terperhatikan. Urusan pribadi si guru tersebut. Batutis sangat concern dengan kualitas hidup guru dan keluarganya. Masa sih gurunya mendidik anak orang sampai pintar, tapi anaknya sendiri malah ga dibikin pintar? Rugi, bukan? Makanya, di Batutis banyak keuntungan yang sifatnya non-materi yang nilainya sangat mahal dan tak bisa digantikan dengan uang. Itu pembeda Batutis dengan sekolah konvensional pada umumnya.

Inspirasi Pak Yudhis

Kalau tadi kita udah dengar update cerita inspiratif dari Bu Siska, sekarang giliran Pak Yudhistira Massardi. Ternyata beliau tak kalah inspiratif. Beliau bilang ada rencana launching buku terbarunya 99 Sajak, di hari Rabu, 19 Agustus 2015, jam 19:00-21:00 di Galeri Indonesia Kaya (sebelah bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat).

Ternyata, Pak Yudhis bangkit dari tidurnya. Ia merasa risih karena sudah lama juga tidak berkarya yang benar-benar serius. Beliau dulu terkenal dengan Novel Trilogi Arjuna Mencari Cinta, dan Sajak Sikat Gigi. Kali ini, ia menantang dirinya kembali, untuk berkarya serius. Akhirnya, dalam beberapa bulan ini, setiap harinya beliau membuat sajak dengan total jumlahnya 99 buah secara tematik. Setiap tema terdiri dari 9 sajak. Jadilah ada 11 tema sajak di dalam buku yang diberi judul 99 Sajak tersebut.

Pak Yudhis mengajarkan kepada saya secara tidak langsung, agar jangan mengisi hidup biasa-biasa saja. Kadang, kita perlu sedikit mendorong diri kita untuk berkarya yang serius. Rasanya sudah lama saya tak melakukan hal yang luar biasa, menantang diri sendiri, menaklukkan keinginan baik yang masih terpendam. Sejak aktif menulis lagi, sebenarnya pola “memaksa diri untuk berkarya-berprestasi” sudah muncul. Misalnya waktu itu, bisa sukses umroh dengan niatnya datang dari saat makan di warung padang, bisa nikah dengan modal tekad-nekat-dan proses cepat, menang di lomba-lomba kompetisi nulis blog, dan lain sebagainya. Rasanya sudah lama tidak menyetting proyek ambisius pribadi lagi. Sudah ada sebenarnya, tapi masih di tahap awal. Nanti dituliskan juga jika sudah mulai dieksekusi.

Pak Yudhis mendisiplinkan dirinya untuk menulis setiap hari. Bayangkan, setiap hari! Lalu agar tulisan tidak sekedar tulisan, ia memaksa diri untuk menjadikannya buku. Lalu tak puas di sana, buku bukan sekedar buku. Buku harus ada nilai lebihnya. Akhirnya ia minta tolong rekannya untuk kolaborasi membuat ilustrasi bagi 99 sajak yang dibuatnya. Jadi akan ada interpretasi berupa ilustrasi dari tiap sajak. Menarik sekali. Lalu, jika diterbitkan sendiri, mungkin butuh modal yang tidak sedikit. Lalu ia cari-cari link lewat teman ke penerbit mana yang bisa menerbitkan buku dengan konsep antologi sajak tersebut. Ternyata, penerbit besar Gramedia bersedia mencetak bukunya. Luar biasa. Waktunya sangat singkat. Baru selesai pengiriman naskah pas Ramadan kemaren. Seminggu setelahnya, Gramedia bilang sudah ok dan siap naik cetak. Pemberi komentar di bukunya pun bukan main-main, ada Goenawan Mohamad dan Radhar Panca Dahana. Nama terakhir adalah penulis kolom opini favorit saya sejak kuliah dulu. Ia juga ngajar di Sosiologi UI.

Lalu Pak Yudhis bertekad juga agar launching buku bukan sekedar launching biasa, harus catchy tingkat tinggi. Akhirnya setelah berjuang tanya sana-sini, menghidupkan jaringan sosial yang ia punya, dapat tempat launching di daerah elit nan prestisius, Galeri Indonesia Kaya (sebelah bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat). Lalu agar launching buku tak sekedar launching buku, maka launching buku kali ini terasa spesial karena Pak Yudhis akan membacakan langsung 99 sajak yang ia buat. Untuk itu, ia rutin berlatih fisik dari hari ke hari agar fit di hari-H nanti. Sebagai variasi, ia juga mengajak kolaborasi beberapa artis ternama untuk tampil juga. Diantaranya adalah Renny Djajoesman dan Yuka Mandiri, Noorca M. Massardi  serta, Adhie M. Massardi. Wah, diboyong semua keluarga Massardi nih. Biar ndak monoton, ada juga kolaborasi Pak Yudhis dengan para pemusik muda:  Iga Massardi, Gerald Situmorang, Kartika Jahja dan Matatiya Taya. Dibantu olah visual/grafis karya desainer Risa Kumalasita dan Ario Kiswinar Teguh.

Cukup ngos-ngosan juga saya menceritakan hal ini ya. Saya nulis ini hanya dalam waktu 2 jam di pagi hari. Sekali nulis, tak bisa berhenti, sehabis nyeruput Chocofaza—cokelat premium hasil beli dari Mbak Mona Anggiani–

Tapi, dari cerita pak Yudhis itu, kita bisa ambil inspirasi. Pak Yudhis yang sudah berumur 61 tahun, semangatnya masih menggebu-gebu dalam berkarya. Kenekatannya seperti anak muda umur 16 tahun. Ia “tabrak” semua ketidakmungkinan, mengubahnya menjadi mungkin. Ia memaksakan diri mengisi hidup ini penuh makna. Hidup hanya sekali, mengapa tak berkarya yang bagus sekalian? Mengapa nanggung? Ia mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya, menghidupkan semua harapan dan kemungkinan dan relasi sosialnya untuk meng-goal-kan impiannya. Itu benar-benar arti sebenarnya dari perjuangan hidup. Pak Yudhis secara tidak langsung, sedang mengajarkan kepada kita bahwa untuk mewujudkan impian, kita perlu hidupkan tombol-tombol kecerdasan jamak kita: logika-matematika, linguistik, spasial, musikal, kinestetik tubuh, interpersonal, intrapersonal, naturalistik. Selanjutnya, silakan saksikan keajaiban setelahnya.

Dalam perspektif yang lebih makro, Pak Yudhis memprovokasi kita–khususnya saya—untuk bertanya pada diri sendiri: “Apa sih yang tidak mungkin diwujudkan dalam hidup ini? Asalkan engkau mau….semua bisa diwujudkan dengan niat, tekad, kerja keras, kerja cerdas, serta doa.” Masalahnya, dirimu mau ga? Harus jawab itu dulu.

Terima kasih Pak Yudhis. Terima kasih Bu Siska. Atas semua inspirasi yang saya dan Andin dapatkan dari hasil silaturrahim kemaren. Terima kasih sudah mengubah Sabtu Kelabu kami menjadi Sabtu Ceria. Mood kami benar-benar berubah, bahkan hingga tiba di rumah, rasanya adrenalin kami meningkat, menggebu-gebu. Kami diskusi ala orang besar (lanjut mendiskusikan ide-ide besar). Ini benar-benar silaturrahim yang memberi energi! Energi terbarukan!

Untuk Anda yang ingin hadir di launching buku Pak Yudhistira Massardi, sila simak undangan berikut:

UNDANGAN Peluncuran Buku & Pentas Pembacaan “99 Sajak” karya Yudhistira ANM Massardi, 19 Agustus 2015

PRESS RELEASE/UNDANGAN 

Dengan hormat, kami mengundang Anda untuk menghadiri acara:

Peluncuran Buku & Pentas Pembacaan “99 Sajak” karya Yudhistira ANM Massardi

Tempat: Galeri Indonesia Kaya (sebelah bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat)

Waktu: Rabu, 19 Agustus 2015, pukul 19.00-21.00.

Gratis untuk umum (tempat terbatas). Registrasi di www.indonesiakaya.com/galeri-indonesia-kaya/kegiatan.

Setelah fokus selama 10 tahun mengelola sekolah gratis untuk kaum dhuafa, TK-SD Batutis Al-Ilmi di Bekasi, sekaligus mengampanyekan proses belajar-mengajar dengan Metode Sentra untuk jenjang pendidikan anak usia dini, kini Yudhistira ANM Massardi kembali ke dunia sastra. Langkah ini ditandai dengan penerbitan buku sekaligus peluncuran dan pentas pembacaan puisi-puisinya yang terbaru: 99 Sajak, yang diterbitkan oleh Gramedia (Tebal 250 halaman.  Harga Rp 50.000).

99 Sajak merupakan kumpulan puisi yang ditulis secara tematik. Ada 11 tema yang dipilih penyair. Setiap tema dieksplorasi dan diungkapkan dalam sembilan sajak. Semuanya ditulis dalam periode tiga bulan yang penuh gairah kreatif (Maret, April, Mei), sekaligus sebagai penanda ulangtahunnya yang ke-61 pada 28 Februari lalu.

Buku antologi  99 Sajak  ini dikemas sebagai karya kolaborasi visual dengan perupa Ramadhan Bouqie, yang menampilkan 99 karya ilustrasinya sebagai hasil “dialog” dengan 99 sajak.

Adapun acara peluncuran buku dan pentas pembacaan puisi diselenggarakan di

Gedung Galeri Indonesia Kaya (samping bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat) pada hari Rabu, 19 Agustus 2015, pukul 19.00-21.00. Pertunjukan itu gratis dan terbuka untuk umum (dengan registrasi terlebih dahulu di www.indonesiakaya.com/galeri-indonesia-kaya/kegiatan).

Pentas pembacaan puisi itu juga merupakan hajatan kolaborasi dengan para pemusik muda:  Iga Massardi, Gerald Situmorang, Kartika Jahja dan Matatiya Taya. Dibantu olah visual/grafis karya desainer Risa Kumalasita dan Ario Kiswinar Teguh.

Tampil sebagai pembaca puisi, selain penyairnya sendiri, adalah aktris Renny Djajoesman dan Yuka Mandiri, Noorca M. Massardi  serta, Adhie M. Massardi.  Produksi: Kafka Dikara (☆)

 

KOMENTAR

GOENAWAN MOHAMAD, Penyair:

Setelah hampir empat dasawarsa yang lalu saya terpikat dengan Arjuna Mencari Cinta I,  saya merasakan kesegaran yang pulih kembali dalam sejumlah sajak-sajak dalam buku ini.  Yudhis tak menunjukkan gejala yang sering tampak pada sastrawan yang bertambah usia: puisinya tak amat ingin berpetuah, atau jadi nyinyir, karena merasa sudah begitu arif dan alim berkat pengalaman. Saya tak merasakan di dalamnya ada  ambisi besar untuk  bermanfaat dan jadi bimbingan.

Sajak-sajak ini memang lebih kalem, tapi masih sering bergurau, mungkin genit, mungkin nakal.

Pemandangan kota  sehari-hari, percakapan sehari-hari, di bait-baitnya tak terasa meletihkan, karena diungkapkan seakan-akan oleh seseorang yang baru menemui dunia dan merasa geli atau terpesona dan tak merasa berdosa.

Dalam pengantarnya, dengan kena  Radhar Panca Dahana membandingkan sajak-sajak ini dengan puisi Joko Pinurbo, meskipun yang terakhir ini datang setelah Yudhis, dan dalam banyak hal lebih “lugu” dan tanpa pretensi. Pada sajak-sajak ini, tulis Radhar, ada “kenakalan logika yang sering mengundang makna tambahan”. Atau semacam “satu patahan”, baik dalam gaya bahasa, rima sajak dan juga “pemikiran atau renungan di dalamnya.”[] Produksi: Kafka Dikara, dikutip dari note laman Facebook Yudhistira Massardi.

 

Corporate Roadshow Batutis: ConocoPhillips

Setelah sharing ilmu tentang parenting di RCTI di bulan Maret 2015, maka Batutis pun melanjutkan program Corporate Roadshow-nya ke kantor lain. Kali ini, undangan datang dari teman-teman di ConocoPhillips. Kantornya terletak di TB Simatupang.

Undangannya dikirim resmi via email ke Bu Siska Massardi. Bu Siska membalasnya dengan memberi judul materi yang akan dishare kepada teman-teman di ConocoPhillips.

Foto Bersama di Depan Kantor ConocoPhilips

Saat hari-H, treatment dari supir kantor ConocoPhillips yang menjemput menarik untuk diceritakan. Pas Bu Siska dan Andin sudah naik, mobilnya tidak mau jalan. Sang supir mengingatkan dengan sopan bahwa sabuk pengaman harus dipakai terlebih dahulu, karena itu bagian dari SOP berkendara. Bu Siska dan Andin terlihat kaget karena mereka sebenarnya duduk di belakang. Tapi, memang benar juga ya. Meski duduk di belakang, seharusnya semua orang harus menggunakan sabuk pengaman agar aman ketika naik kendaraan. Saya jadi ingat SOP serupa ketika dulu naik kendaraan di wilayah operasional tempat ayah bekerja, Chevron. Ketatnya sama persis. Kalau ketahuan naik bus Chevron, tapi penumpang tidak pakai sabuk pengaman, sang supir bisa dipecat. Tidak ada kompromi untuk hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan berkendaraan.

Bu Siska dan Andin diturunkan di lobi kantor ConocoPhillips. Pengamanannya berlapis. Ada metal detector dan alat scan barang-barang seperti di bandara. Sebelumnya, mereka berdua dimintai KTP untuk ditukar dengan kartu visitor. Lalu pas mereka mau nyelonong masuk, masih ditahan lagi. Karena harus difoto terlebih dahulu. Wow. Pengalaman yang luar biasa. “Seperti masuk ke Kedubes mana gitu,” kata Bu Siska.

Setelah masuk ke lobi besar, lalu diarahkan satpam ke lobi ConocoPhillips. Lalu di sana ketemu satpam lagi dan kartu visitor ditukar dengan kartu visitor khusus ConocoPhillips. Mereka berdua diminta menunggu dijemput oleh panitia.

Setelah menunggu 5 menit, Mbak Erna yang memakai baju seragam bertuliskan House Keeper, datang menghampiri. Benar-benar profesional. Pemilihan lift-nya pun sangat complicated. Lalu akhirnya sampai di Library. Acara sharing ilmu parenting tersebut diadakan di sana. Kondisi di sana masih kosong dari peserta. Hanya ada pengurus kajian dan kursi-kursi yang belum ditempati. Baru ada Mbak Dinar dan Zakia. Keduanya masih belum menikah lho. #promosi

Kalau di ConocoPhillips, tidak boleh ada flash disk yang dicolok ke perangkat elektronik kantor. Karena jika dilakukan, maka akan ketahuan oleh sistem, karena pengawasannya dipantau live dari Houston. Maka, Bu Siska memakai laptop sendiri untuk presentasi.

Awalnya orang yang hadir sedikit sekitar 10 orang. Lalu menyusul selanjutnya saat sesi sharing sedang berlangsung. Jumlah total akhirnya sekitar 20-an. Maklum, hari itu gajian. Kalau gajian, biasanya pegawai pada makan di luar kantor. Seperti selebrasi kecil untuk memuaskan selera makan. Wajarlah. Jadi, mereka datangnya menyusul.

Bu Siska menyampaikan materi pas 1 jam. Memang waktunya sangat sempit. Jadi, harus buru-buru menyampaikan materinya. Peserta yang mendengarkan anteng, fokus, memperhatikan apa yang disampaikan. Sesekali, ada yang tertawa mendengar materi Bu Siska. Ada juga yang sudah menyadari waktunya mepet, lalu nekat bertanya di tengah penyampaian materi.

Bu Siska juga menyampaikan bahwa pakaian yang bermotif karakter, membuat si anak berlaku sesuai karakter tersebut. Misalnya, mukena Masha, maka anaknya akan berlaku seperti Masha. Jadi, buat orangtua, hati-hati memilihkan baju untuk anak. Jangan nodai anak dengan karakter kartun yang destruktif. Pilih baju baju dengan motif netral. Mengapa demikian? Ketika dia nonton film Masha, lalu ibunya membelikan baju, tempat minum, tas, bertema gambar Masha, maka di alam bawah sadarnya dia akan selalu ingat karakter Masha. Sehingga, secara spontan, dia akan menduplikasi karakter Masha. Hati-hati melangkah. Jangan kirim hadiah ke ponakan atau saudara baju berkarakter kartun tertentu. Ini isu kecil, tapi berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa seorang anak manusia.

Setelah selesai acara, teman-teman dari ConocoPhillips ada 2 orang yang bertanya tentang pelatihan Metode Sentra di Batutis Al-Ilmi Pekayon-Bekasi. Mereka berminat untuk ikut pelatihan di Batutis, meski sudah diberitahu bahwa durasi pelatihan berlangsung selama 5 hari. “Tidak apa-apa. Saya bisa cuti,” kata salah satu dari peserta penuh semangat.

Batutis Al-Ilmi memang menyediakan pelatihan metode sentra untuk guru, calon guru, orangtua murid, pengantin baru, calon pengantin, nenek-kakek, bahkan baby sitter atau siapa saja yang memang concern pada metode pembangunan jiwa dan kecerdasan jamak anak. Ada beragam jenis pelatihan dengan tema yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

Jika memang belum sempat untuk ikut pelatihan metode sentra, maka bisa ikut kelas observasi. Di sana, kita bisa mengobservasi seharian bagaimana anak-anak di Batutis dididik dan dikembangkan kecerdasan jamaknya lewat metode sentra. Anda bisa mengamati bagaimana tingkat dewa-nya kesabaran guru-guru di sana, bagaimana anak-anak murid Batutis punya karakter yang kuat dalam interaksi sehari-hari di sekolah kepada guru dan murid lainnya. Anda akan terkaget-kaget melihatnya. Jaminan deh! Kalau bisa, kumpulkan beberapa orang, lalu berangkat observasi ke sana. Tentu saja kegiatan ini berbayar karena akan disediakan makan siang dan ada sesi tanya jawab di akhir observasi. Semua keuntungannya diperuntukkan bagi operasional Batutis yang 80% siswanya dari kalangan dhuafa.

Ketika hendak pulang, salah satu pegawai ConocoPhillips memberitahu bahwa di tempat mereka juga ada program CSR untuk pendidikan. Mereka mempersilakan Batutis untuk mengirimkan proposal tentang Batutis. Wah, Bu Siska dan Manda Andin sangat senang mendengarnya. Mudah-mudahan bisa terjadi kerjasama yang apik di masa depan ya, antara ConocoPhilips dan Batutis. Amin.

Terima kasih ConocoPhillips untuk pengalaman yang luar biasa dalam event Corporate Roadshow Batutis. Kami tunggu undangan serial seminar berikutnya. Mari belajar bersama membangun kecerdasan jamak anak dan membentuk karakter kuat mereka lewat metode sentra!

Yuk, kantor lain yang ingin dikunjungi oleh Batutis juga, silakan kontak ke nomor berikut:

Matatiya Taya: 081281304090

Ikhyandini Garindia: 081809602922

Afiqah Bertanggungjawab, Pak Ading!

Tiba-tiba saja malam itu, ada kata-kata yang tak biasa, muncul dari mulut kecil-imut Afiqah: “Afiqah bertanggungjawab, Pak Ading!”

Aneh sekali. Kenapa tiba-tiba lewat telepon genggam Afiqah ngomong seperti itu? Apakah itu kosakata baru yang ingin ia pamerkan padaku? Sejak sekolah di Batutis, Afiqah jadi kaya kosakata. Kosakatanya dari bahasa Indonesia yang sudah jarang terdengar di kehidupan sehari-hari. Misalnya warna orange disebut Afiqah dengan jingga.Lalu ada lagi kata “tidak akurat”, “matanya tidak fokus”, “mau berbagi”, “belum siap”, “Manda, lihat apa yang terjadi” dan lain sebagainya.

Lalu manda Andin menceritakan memang ada masalah. Saat itu, aku sedang berada di foodcourt masjid Darussalam Kota Wisata. Sementara manda Andin, Tante Icoet, dan Afiqah sedang otw ke Kota Wisata, setelah selesai mengantar 3 guru Batutis survey lokasi ke Sentul Fresh.

Afiqah di Sapulidi

Afiqah di Sapulidi

“Apa masalahnya?” tanyaku penasaran.

Manda Andin menjelaskan padaku, bahwa tadi Afiqah yang sedang dalam proses adaptasi untuk tidak pakai pampers, ternyata “kebobolan” pas ditinggal di dalam mobil bersama Tante Icoet. Afiqah ada di posisi di belakang supir. Ia mondar-mandir kesana-kemari sambil bernyanyi. Walhasil, pup-nya yang terdiri dari 2 gumpalan besar-kecil, jatuh mengenai lantai mobil. Untunglah tidak kena kursi, hanya lantai karpet saja. Masih lebih mudah dibersihkan karena bahannya terbuat dari karet yang mudah dicuci.

Manda Andin sempat marah (nada agak meninggi) kepada Apita terkait insiden pup di mobil tersebut. Parahnya lagi, karena ia bergerak kesana kemari, jadilah terinjak dan terseret kesana kemari pula pup tersebut. Mobil jadi bau sangat-lah. Wajar manda Andin rada marah. Afiqah terus bergerak gelisah, meski sudah diperingatkan oleh manda Andin.

Tak berapa lama setelah dimarahi manda Andin, tiba-tiba Afiqah berujar, “Manda, maafkan Afiqah. Afiqah bertanggung jawab. Afiqah mau cuci mobil.” Afiqah tidak mau pulang ke rumah. Ia tetap ngotot mau membersihkan mobil. Termasuk ketika ditawari untuk makan dulu di foodcourt masjid Darussalaam, ia tetap menolak. Ia ingin segera membersihkan mobil. Manda Andin memberitahu opsi bahwa membersihkan mobilnya bisa di tempat cuci mobil.

Ada rasa bersalah dari dalam diri Afiqah ketika ia pup di mobil. Itu point yang bagus yang harus disyukuri menurutku. Ketika Manda Andin mendengar pengakuan Afiqah yang mau bertanggungjawab, seketika itu juga ia meleleh. Sama persis sepertiku yang begitu tahu maksud dari kata-kata Afiqah tentang “mau bertanggungjawab” tadi.

Ternyata, sebagai anak yang dididik dengan metode sentra di Batutis, Afiqah sudah mengenal konsekuensi dari tindakannya. Pelajaran yang sangat berharga. Anak umur 2 tahun 5 bulan, dan ia sudah berani mengakui kesalahannya, dan hendak menebus kesalahannya dengan tindakan kongkret. Perfecto!

Tadinya aku kira aku akan marah juga karena mobil jadi kotor. Tapi, begitu mendengar komitmen yang kuat dan mantap dari Afiqah yang mau membersihkan mobil, tentu aku harus angkat topi terhadap sikapnya itu. Tak banyak anak kecil yang bisa dengan mudah membaca situasi yang terjadi.

Ketika seseorang melakukan kesalahan, lalu ia mengakuinya, lalu ia berkomitmen untuk melanjutkan tindakan recoverynya, maka rasanya kita sudah tidak perlu lagi pusing untuk marah-marah. Semua masalah sudah solved jadinya. Afiqah dewasa sekali. I love you, nak! Aku juga ikut manda Andin, tak jadi ikutan marah tanpa tentu arah, meski mobil jadi kotor. Poin utama yang jadi pelajaran berharga, keberanianmu mengakui salah, lalu bertanggungjawab membereskan apa yang jadi masalah, itulah inti dari proses kehidupan. Semua masalah muncul, lalu dicari jalan solusinya. Kalau pada kasus afiqah ini, orangtua lanjut marah, buat apa? Marah tidak menyelesaikan masalah karena anaknya sudah bisa baca situasi dan berkomitmen membereskan masalah.

Ini adalah rangkaian tulisan series tentang “Akibat Trial di Batutis”. Terima kasih Allah, terima kasih Bu Siska, terima kasih Batutis, terima kasih guru-guru Batutis yang luar biasa membimbing Afiqah dalam menyuntikkan value dan membentuk karakter. Rasanya hidup jadi enteng jika anak kita mampu membaca situasi sosial, mau bertanggungjawab atas konsekuensi dari tindakannya. Kalau Anda lihat politisi, para pejabat negara sekarang, mereka banyak yang lari dari tanggung jawab. Kalau dia yang salah, cari-cari celah, lempar bola. You know lah siapa yang dimaksud.

Walhasil, setelah makan malam di foodcourt, kami meluncur ke tempat cuci mobil. Tidak tega rasanya kalau Afiqah yang benar-benar mencuci sendiri mobilnya. Hehehehe.

(Masa) Kalah Sama Panci?

Pagi ini aku menuliskan kisah perjuangan tim Batutis menyelenggarakan Seminar Parenting. Tentu belum semuanya yang kami ceritakan. Hanya beberapa saja yang terjangkau oleh radarku. Masih banyak cerita perjuangan dari anggota tim lainnya.

H-5 Seminar Parenting, kondisinya cukup menantang. Kami masih kekurangan 30 seat untuk mencapai angka 100. Memang, banyak yang nanya dan berkomitmen mau datang di hari-H saja alias go show daftar on the spot. Kalau dikalkulasi, jumlahnya mungkin sudah mendekati angka 100. Tapi dari sisi kepastian, itu yang belum bisa dipegang.

Ternyata, mengumpulkan 100 orang untuk ikut seminar parenting, bukan perkara mudah juga di Cileungsi. Cerita dari Nurhablisyah mungkin bisa jadi membuat Anda geleng-geleng kepala. Ketika ia menawarkan seminar parenting kepada ibu-ibu komplek yang sedang arisan, serta merta ibu-ibu menawar harganya agar ada diskon. Khas ibu-ibu yang berprinsip ekonomi garis ketat. Seketat ikat pinggang. “Kalau bisa diskon, kenapa tidak?”, begitu prinsipnya kira-kira. Padahal harga tiket seminarnya hanya Rp 50.000, dan masih ditawar lagi.

Seminar Parenting 7 Maret 2015 @Clubhouse Metland Cileungsi

Seminar Parenting 7 Maret 2015 @Clubhouse Metland Cileungsi

Kalau boleh dikomparasi, tidak ada seminar yang bisa seharga itu. Apalagi untuk pembicara sarat pengalaman yang sudah malang-melintang hampir 10 tahun di pendidikan kaum dhuafa seperti Bu Siska Massardi. Ia sudah kenyang asam-garam kasus kehidupan yang beragam dari peserta didiknya yang sangat complicated. Core competence beliau di bidang praktek meteode sentra di tataran sekolah dhuafa jadi value yang mahal ilmunya. Bu Siska Massardi membuktikan lewat metode sentra bahwa anak-anak dhuafa, jika dipakaikan tools pendidikan yang biasa dipakai di sekolah mahal, ternyata mereka bisa hebat juga kultural kapital-nya. Kok bisa? Nah, itu ilmu yang aku sebut ilmu mahal. FYI, seminar parenting yang hampir-hampir mirip, biasanya harga tiket ada di kisaran Rp 125.000- Rp 175.000.

Begitu Nurhablisyah tidak laku jualan tiket seminar, serta-merta datanglah tawaran lain kepada ibu-ibu di arisan tersebut, masih di tempat kejadian perkara (TKP) yang sama. “Ibu-ibu, siapa yang mau beli panci?…..” begitu kata seorang agen panci menawarkan dagangannya. Lalu serta-merta ibu-ibu tadi menyemut dan langsung pada beli panci yang harganya di kisaran Rp 150.000 – Rp 200.000-an.

Seminar vs Panci skornya: 0-1. Padahal dengan harga Rp 50.000, seminar itu memberikan banyak keuntungan. Selain sertifikat, snack, copy materi, ada juga goodie bag dari Energen dan Wardah. Kurang apalagi coba? Udahlah Rp 50.000, banyak bonusnya pula. Kalau dihitung sebenarnya panitia menyelenggarakan seminar parenting yang orientasinya bukan mencari untung finansial. Bisa dapat untung darimana margin-nya kalau Rp 50.000 lalu dapat fasilitas bonus sedemikian rupa? Anda bisa hitung sendiri. Itu baru keuntungan jangka pendek. Belum lagi kalau bicara keuntungan jangka panjang, tentu secara keilmuan, ada penambahan wawasan bagi Anda dalam mendidik anak agar terbangun kecerdasan jamaknya. Semangat utama penyelenggaraan seminar parenting ini adalah memperluas pemahaman ayah-bunda, ibu guru dan tenaga pendidik tentang bagaimana belajar bersama di dalam keluarga secara menyenangkan. Basis utamanya memakai tools analisis ilmu metode sentra.

Begitulah realita di masyarakat kita. Ketika isu pendidikan yang seharusnya dilihat sebagai investasi jangka panjang untuk anak dan keluarga besar mereka, justru kalah sama panci. Panci menjadi top priority, sementara pendidikan anak, ada di nomor sekian. Maka, DI SITU KADANG SAYA MERASA SEDIH!!!

Masa Kalah Sama Panci?

Masa Kalah Sama Panci?

Tapi, apakah kesedihan di atas dijadikan alasan untuk menyerah? Tentu tidak. Sebagai orang yang bekerja di tv–dimana kreatifitas adalah modal utama untuk menang– aku malah makin tertantang untuk menaklukkan peserta seminar parenting di masa mendatang. Aku tak ingin menyalahkan ibu-ibu yang cs sama panci. Mungkin saja kami belum mampu mengemas teknik marketing kami dengan lebih menarik. Kami tidak bisa mengontrol faktor eksternal. Kami harus lihat lagi ke internal kami, seberapa siap, seberapa kreatif, seberapa cerdas, seberapa unik, seberapa dahsyat memberitahu acara ini ke khalayak. Di situ “PR” yang sesungguhnya. Kalau kami “lebih menggila” dan “lebih kreatif”, tentu kami bisa mengalahkan panci. Seminar Parenting di Metland ini baru awal dari perjuangan. Once kami sudah dapat pengalaman bagaimana selahnya, apa saja masalah yang akan dihadapi, dan bagaimana alternatif solusi yang bisa dibuat, tentu kami akan jauh lebih siap lagi nanti. Ini baru testing the water, belum apa-apa. Tim kami sangat kecil. Namun dalam waktu kilat sudah bisa dapat sponsor yang branded dan juga banyak yang mau partisipasi memberikan barang/ produk untuk doorprize, tentu itu merupakan catatan prestasi yang menggembirakan juga.

Main Peran

Hari Minggu lalu, aku, Andin, dan Afiqah mencoba menyebarkan flyer ke beberapa tempat. Pertama masjid. Kami pilih masjid Darussalam di Kota Wisata. Alhamdulillah respon orang yang diberi flyer cukup positif. Positif dalam arti apa? Paling tidak, mereka membaca flyernya lalu terlihat antusias. Ada juga yang bertanya balik lebih detail.

Lalu kami pindah ke sebuah cluster yang di depannya sedang ada bazar lelang baju artis. Di sana banyak ibu-ibu yang jualan baju artis, berjilbab, sedang rumpi. Namun, setelah Andin mendekat ke sana, rasanya tak ada chemistry. Orientasi mereka beda. Ditambah seketika itu juga di panggung hiburannya langsung penyanyinya mengajak goyang dumang. Maka, cepat-cepat kami kabur dari sana, sambil aku tutup telinga Afiqah agar tidak kena “lagu racun” itu. Kadang kalau dipikir-pikir secara mendalam, Cita Citata lewat lagunya itu selain merusak logika berpikir, ia juga melakukan kebohongan publik. Perhatikan lirik lagunya:

Ayo goyang dumang

Biar hati senang

Pikiranpun tenang

Galau jadi hilang

Ayo goyang dumang

Biar hati senang

Semua masalah jadi hilang

Kalau kami yang kesulitan mengisi quota peserta seminar parenting, lalu kami bergoyang dumang, rasanya goyang tersebut tidak bisa menyelesaikan masalah. Masalahnya tidak jadi hilang. Ia akan tetap menjadi masalah. Action sesuai kebutuhanlah yang membuat masalah selesai. Cita Citata lewat lagunya mengajak orang untuk lari dari masalah. Ini sesuatu yang tak diajarkan di Batutis Al-Ilmi. Di Batutis, kalau siswa ada masalah, segera selesaikan, segera bicara! Hanya pengecut yang lari dari masalah. Itu yang dinamakan #sikap dan #karakter.

Destinasi berikutnya kami datang ke rumah sakit Hermina. Kami menitipkan flyer di meja resepsionis beberapa gepok. Kami izin terlebih dahulu ke resepsionis, dan ternyata dipersilakan tanpa masalah. Mudah-mudahan ada ibu-ibu yang tepat sasaran yang membacanya.

Selanjutnya kami jalan ke Giant Metland. Kerumunan manusia melimpah-ruah di sana. Maklum, Tgl 1 Maret, gaji baru turun. Banyak ragam manusia di sana. Kami mengamati mana kira-kira tipikal orang yang concern dengan pendidikan anaknya. Kami hanya memberikan flyer kepada orang-orang yang kami yakini merespon positif. Dari sini kami jadi tahu, bahwa waktu terbaik untuk memberikan flyer adalah ketika orang selesai belanja. Kalau kita berikan sebelum belanja, mereka tidak akan fokus. Fokusnya masih di list belanja yang ingin diselesaikan. Tatapannya jadi kosong pas baru datang.

Kami belajar berempati, bagaimana rasanya menjadi penjaja brosur produk di mal-mal. Bagaimana ditolak, didiamkan, dikacangin, atau bahkan direspon dengan positif. Pengalaman yang luar biasa. Main peran yang bermanfaat sore itu bersama manda Andin dan Afiqah.

Terakhir, kami berkunjung ke rumah trio Nurhablisyah, Imam Dermawan, Bang Farzan. Kami datang dalam rangka membahas urusan teknis di hari-H dan persiapan lainnya. Kami bertemu dengan panitia dari TK Salman Al-Farisi. Orangnya gesit juga. Kami berbagi peran kepanitiaan. Meski tim kecil, tapi Insya Allah solid dan banyak yang mau jadi relawan di saat hari-H. Mudah-mudahan lancar hingga akhir eksekusi di hari Sabtu, 7 Maret 2015. Amin.

Menjadi panitia seminar parenting kali ini benar-benar pengalaman yang seru buat keluarga kami. Liburan kami diisi dengan aktivitas marketing keliling. Sesuatu yang beda, dan belum pernah kami jalani sebelumnya. Tekad kami sudah jelas: Kami tak mau kalah sama panci!

Semoga Allah SWT merestui perjuangan kami. Semangat!!

Aku Iri Padamu, Apita

Apitaku sayang….Aku benar-benar iri padamu…

Pak Yudhistira menuliskan ini di status Facebook-nya….

Komentar Pak Yudhistira

Komentar Pak Yudhistira

Bu Siska juga menuliskan ini di status Facebook-nya…

Status Bu Siska

Status Bu Siska

Sejak melihat beberapa kali fotomu melakukan beragam kegiatan yang bermanfaat di Batutis, aku langsung iri padamu, nak.

Kenapa iri? Pertama, karena aku tak pernah mengenyam TK di masa kecil. Pak Ading langsung masuk SD. Waktu itu, keluarga Pak Ading jumlah anaknya ada 4. Pengeluaran keluarga cukup besar. Jadi, faktor ekonomi juga jadi pertimbangan. TK dianggap bukan prioritas utama. Waktu itu, keluarga Pak Ading berpikir, kalau hanya untuk mengajarkan anak baca-tulis, pasti bisa diajarkan sendiri. Tidak perlu disekolahkan di TK, yang kerjaannya menurut papanya pak Ading waktu itu, isinya hanya main-main saja. Sekarang pak Ading baru sadar, bahwa main-main di waktu kecil itu penting dan harus dijalani sepuas hati. Persis seperti dirimu di Batutis sekarang ini: main sepuasnya. So, please enjoy ya nak di Batutis.

Kedua, aku iri padamu Apita, karena aku tak pernah merasakan sekolah se-keren Batutis Al-Ilmi di Bekasi. Sekolah perjuangan dengan kurikulum paten punya. Kurikulum yang menerapkan metode sentra, untuk mengembangkan kecerdasan jamakmu kelak.

Industri-mu (daya juang) terus dilatih; konsentrasi-mu mulai terbangun; kesabaran-mu mulai hadir; daya kritis dalam berpikir-bertanya-mu mulai muncul; gaya Bahasa-mu yang SPOK (Subjek Prediket Objek Keterangan), membuatku tersenyum mendengarnya; kedewasaan-mu yang seperti orang tuir; kasih sayang-mu yang keluar secara spontan dan membuatku meleleh; semuanya lahir karena ada kurikulum yang tepat di Batutis dan pendampingan dari Manda Andin yang super telaten.

Kredit poin dan ucapan terima kasih tak lupa aku sampaikan kepada guru-guru pejuang di Batutis, yang mengajar dengan sepenuh hati, membangun karakter kuat pada siswanya. Kepada Bu Siska-Pak Yudhistira yang telah menginisiasi lahirnya sekolah Batutis, terima kasih. Para pengurus dan tim support Sekolah Batutis (Koki, Seksi Sibuk, TU, dan lain-lain), terima kasih. Semua yang ada di Batutis deh pokoknya, terima kasih banyak. Bapak-ibu-adek-dan semua pembaca blogku bisa lihat video tentang Batutis di youtube. Sudah sangat sering masuk tipi lho Batutis. Mulai dari Indosiar, KompasTV, NetTV, ANTV, MNCTV, dan lain-lain.

Sekolah ini juga menunjukkan arti sebenarnya dari sekolah inklusif. Sekolah yang terjadi interaksi yang natural antara siswa dari latar belakang ekonomi berkekurangan (80%) dengan siswa berlatar ekonomi berkecukupan (20%). Mereka berinteraksi dalam harmoni dan saling menghargai, tidak membeda-bedakan, apalagi sampai saling ejek-mengejek.

Bukan itu saja, di Sekolah Batutis juga menerima murid yang berkebutuhan khusus. Down Syndrome, Autis, terlambat tahap perkembangannya, dan lain sebagainya. Hebatnya lagi, siswa yang lain malah sangat sayang kepada mereka yang berkebutuhan khusus. Bahkan, secara otomatis, ada saja siswa yang merelakan dirinya “menjaga” siswa berkebutuhan khusus tersebut. Pak Ading tidak pernah melihat ketulusan orang lain (anak kecil) membantu temannya yang berkekurangan, kecuali di Batutis. Cinta yang tulus dari seorang teman. Ah, so sweet.

Koki Cilik Beraksi

Koki Cilik Beraksi di Batutis Al-Ilmi

Ketiga, aku iri padamu Apita, karena jika kecerdasan jamakmu dibangun terus-menerus seperti sekarang, aku tak bisa bayangkan akan seberapa optimal potensi kecerdasanmu, dan seberapa besar dampaknya untuk dirimu, dan lingkunganmu kelak. Syukur-syukur dampaknya bisa lebih luas ke level negara. Aku bicara begini bukan hanya membayangkan dirimu, nak. Tapi juga teman-teman di sekolahmu juga, kakak kelasmu yang di SD juga, para alumni Sekolah Batutis juga. Mereka benar-benar terbangun kecerdasan jamaknya, dan mudah-mudahan bisa mengubah Indonesia dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga mereka sendiri. Mereka harus jadi agen perubahan bagi keluarga mereka. Keluarga mereka harus jadi keren nantinya. Mereka yang mengangkat harkat-martabat-derajat keluarga mereka masing-masing.

Pak Ading sudah 2 kali melihat proses belajar di SD. Dalam observasi singkat itu, suasana belajar di Batutis itu memberikan suasana bebas, riang-gembira dalam belajar bagi siswanya. Di sekolah seperti tidak ada tekanan/ tuntutan yang berat. Belajar membaca puisi, ya bebas. Mau belajar memasak, ya langsung praktek. Batutis memberikan sarana siswanya untuk lebih ekspresif, tidak ditahan-tahan, apalagi malu-malu.

Meskipun kamu masih kelas Toddler, ternyata kamu bisa diajak kerjasama dalam memasak. Anak kecil pun ternyata jika kita selaku orang dewasa mampu mengomunikasikan informasi dengan baik, ternyata bisa diserap dengan optimal juga kok. Itu hebatnya sistem di Batutis. Segala sesuatu harus dikomunikasikan. Jika ada masalah, maka bicara. Bicara adalah salah satu cara menyelesaikan masalah. Sebaliknya, menangis tidak akan menyelesaikan masalah.

Alhamdulillah, setiap Afiqah nangis, kita dorong agar ia mampu mengomunikasikan apa yang ditangisinya, sehingga masalahnya bisa segera ditangani. Banyak anak yang menangis tanpa mau bicara apa akar masalahnya. Sehingga ia menangis sepanjang jalan, membuat orangtuanya jengkel, dan bahkan ia sampai menghardik, mencubit, atau memukul anaknya agar diam. Lebih parahnya lagi, supaya anaknya diam, si orangtua menakut-nakutinya dengan sesuatu yang salah kaprah, “Itu ada polisi….ih takut…nanti mau ditangkap polisi? Kalau nggak mau makan, ditangkap polisi..ayo makan..ih itu ada ambulance. Nanti dimasukkan ambulance, disuntik dokter…ayo makan..”

Dengan kemampuan berani mengungkapkan apa yang ada di pikiranmu nak, bisa dibayangkan, jika nanti kamu atau teman-temanmu menjadi politisi, kamu tidak akan mudah mutung. Kamu akan bicara jika ada masalah. Kamu dan teman-temanmu tidak akan memendam dendam tujuh turunan seperti Megawati ke SBY, karena kamu mengedepankan BICARA. Ya, bicara-lah yang menyelesaikan masalah. Kamu tidak akan seperti Pak Jokowi yang tidak berani terus terang kepada Megawati dalam polemik Kapolri. Jika ia tak sepakat dalam pemilihan KAPOLRI, ia akan bicara, karena bicaralah yang akan menyelesaikan masalah. Ia takkan sempat memilih “barang busuk”, yang mengakibatkan konflik POLRI-KPK berlarut-larut hingga membesar seperti saat ini.

Penutup

Kalau berkaca pada diri Pak Ading, rasanya aku banyak bolong-bolongnya proses tahap perkembangan diri dari masa kecil. Sehingga, aku merasa belum mengembangkan semua potensi di dalam diri secara optimal. Hal ini tentu tak boleh terjadi padamu nak. Ini kuberitahu sejak awal agar kau paham betul, bahwa dirimu ada di track yang tepat dan harus bersyukur atas itu.

Atas keirianku itu, aku dan manda Andin bertekad untuk membantu Batutis demi memperluas lagi informasi tentang Metode Sentra yang digarap oleh Batutis Al-Ilmi, agar banyak anak-anak Indonesia yang bisa mengenyamnya juga. Kalau bisa, makin banyak orangtua yang sadar tentang kesalahan-kesalahan fatal mereka ketika melakukan drilling terhadap anaknya dengan semena-mena. Mereka kerap memaksa anaknya agar cepat bisa membaca-menulis-berhitung. Mereka lupa, bahwa membentuk karakter yang kuat sebenarnya lebih utama daripada apapun. Itu yang harus dijadikan dasar pembangunan utama seorang anak. Drilling anak-anak untuk mampu membaca-menulis-berhitung, sebenarnya bisa dikebut dalam hitungan bulan. Itu bukan perkara sulit. Tapi, membentuk karakter agar ia berani bicara, sopan-santun, mampu membedakan mana tindakan yang kasih-sayang, mana yang anarkis, itu butuh pondasi mendasar. Kalau telat meng-install-nya, maka wassalam deh.

Mudah-mudahan semakin banyak orang yang tertarik mendaftar jadi Relawan untuk Batutis. Apapun jabatan, profesi, kemampuan, skill yang Anda punya, silakan disumbangkan ke Batutis, agar ilmu yang dibangun di Batutis bisa tersebar lebih cepat dan lebih luas ke masyarakat se-Indonesia. Ada teman Pak Ading, Wahyu Awaludin namanya (Digital Media Strategist), mau bergabung menyumbangkan perannya membantu Batutis dalam social campaign. Ada juga Adhe Alfan Nafi (Pengusaha Online) yang juga bersedia menyumbangkan waktu dan masukan untuk pengembangan Batutis ke depan. Ada juga Nurhablisyah, seorang dosen Komunikasi Visual yang membantu pembuatan video teaser tips dari Batutis untuk ditampilkan di Youtube. Ada Mas Imam yang menyumbangkan waktu dan tenaganya untuk mengelola channel Youtube Batutis. Nah, Anda juga berminat jadi relawan Batutis? Sila mention di twitter saya: @pukul5pagi atau kirim pesan ke: umarat.adlil@gmail.com

Semoga bisa jadi amal jariyah Anda kelak di hari akhir. Amin.

Alamat Sekolah Batutis Al-Ilmi:

Pondok Pekayon Indah Blok BB 29 No. 6
Jl. Pakis V B, Pekayon Jaya, Bekasi Selatan 17148
Telp. 021. 9827.3077 / 0813.8842.0811 (Yudhistira Massardi)

Fax 8206326, email: siskatkbatutis@yahoo.com / ymassardi@yahoo.com

Manda Andin Jadi Guru di Batutis

“Sehari mengajar, selamanya menginspirasi.”

Slogan itu aku dapatkan ketika menjadi guru sehari bersama Kelas Inspirasi angkatan pertama di Indonesia Mengajar, di bawah supervisi Anies Baswedan. Waktu itu, rasanya senang sekali bisa berbagi cerita kepada siswa-siswi SD, dan memberikan mereka opsi, bahwa ternyata kelak ketika besar, ada beberapa alternatif profesi yang bisa dipilih. Salah satunya menjadi peneliti program di televisi.

Waktu Kelas Inspirasi itu berlangsung, mulai dari persiapan, sampai eksekusi di hari-H, Manda Andin turut serta mengantarkanku menjalani hari menjadi guru sehari di sebuah SDN di sekitar wilayah Tanah Abang. Manda turut serta aktif memberi semangat. Kondisinya saat itu adalah sedang hamil tua. Kami membawa serta Afiqah yang masih dalam kandungan (ya, kan tak mungkin ditinggal juga kan? Hehehe). Targetnya, di kemudian hari, ia tahu bahwa ia sudah dilibatkan di dalam proyek sosial sejak dari dalam kandungan. Kelak, mudah-mudahan ia bisa menjadi pejuang atau aktivis sosial yang benar-benar nyata karyanya untuk orang banyak. Amin.

Manda Andin Jadi Guru Observer

Manda Andin Jadi Guru Observer

Hari ini, Selasa, 13 Januari 2015, adalah hari yang bersejarah. Hari ini manda Andin resmi memulai tugas mulianya menjadi seorang guru. Ia mengajar di SD Batutis Al-Ilmi, Pekayon-Bekasi. Ia adalah sekolah yang siswanya didominasi oleh anak kaum dhuafa. Ini bukan tugas yang mudah. Ini adalah tugas mulia yang menantang. Anda yang merupakan Pengajar Muda di organisasi Indonesia Mengajar, tentu tahu betul bagaimana pola didik di Batutis. Siswanya super aktif karena dididik di bawah aturan anti-3M (Melarang, Menyuruh, Marah). Gurunya kudu sabar. Sabarnya nggak ketulungan. Hampir-hampir harus meneladani malaikat. Kira-kira begitu perumpamaannya.

Mengajar di Batutis musti mengeluarkan double effort. Mengapa? Ia adalah sekolah yang benar-benar insklusif dalam arti yang sebenar-benarnya, bukan lips service belaka. Jadi, siswa dengan kebutuhan khusus (special needs), dicampur dengan siswa yang biasa. Konsekuensinya, butuh kesabaran tingkat tinggi dan pemahaman berlandaskan kebijaksanaan diri bagi gurunya untuk menjalankan proses belajar-mengajar di sana.

Siswa dengan latar belakang keluarga kurang mampu juga menjadi PR yang tak kalah menantang untuk dibangun mentalnya. Mengapa? Karena ada perbedaan nilai yang disosialisasikan antara di sekolah dengan di rumah mereka. Sehingga, mereka kerap terbentur nilai. Di Batutis, peran gurulah yang mengingatkan lagi bagaimana nilai yang harus mereka pegang teguh untuk bekal kehidupan mereka di masa depan. Setelah dibangun di sekolah, lalu di rumah, orangtua yang pendidikannya tak tinggi, menghancurkan lagi nilai-nilai dan prinsip diri yang sudah dibangun. Contohnya, jika di sekolah selalu ditekankan segala masalah harus diselesaikan dengan bicara, maka di rumah, jika ada masalah, diselesaikannya dengan kekerasan. Tentu si anak akan merasa kebingungan untuk berpatokan pada nilai atau prinsip yang mana seharusnya ia jadikan acuan. Nah, untuk itulah peran guru di Batutis teramat penting untuk menengahi perbedaan nilai di rumah vs di sekolah. Dibenerin di sekolah, dirusak di rumah, dibenerin lagi di sekolah, dan begitu selanjutnya hingga mereka benar-benar terbentuk karakternya.

Manda Andin sudah membekali dirinya dengan mengikuti modul pelatihan metode sentra dari modul 1 hingga 6. Sudah komplit. Sekarang, saatnya mempraktekkan ilmu yang sudah dipelajari di kehidupan nyata, dengan menjadi guru SD di Batutis Al-Ilmi.

Apakah ia sanggup? Aku yakin ia pasti bisa. Manda Andin dulu sempat menjadi asisten dosen di ITS untuk jurusan Manajemen Bisnis. Ia kerap menggantikan dosen yang berhalangan hadir. Tentu, itu modal yang lumayan untuk bisa mengajar dengan baik. Paling tidak, dari sisi mental, ia sudah terbiasa tampil berbicara di depan orang banyak.

Meski konteksnya kini, mengajar anak SD jauh lebih menantang karena kompleksitasnya lebih tinggi. Anak SD, jika tidak suka, ia akan langsung ekspresikan saat itu juga. Mereka adalah juri yang ekspresif dan straight to the point menilai lewat mimik wajah. Kadang, siswa-siswi SD juga bisa berkonspirasi “ngerjain” guru baru agar ikut aturan main mereka. Selalu ada ide untuk “ngetest” guru baru.

Ada beberapa pesanku buat Manda Andin. Pertama, siapkan niat bahwa mengajar di Batutis bagian dari ibadah dan tabungan akhirat. Jangan sampai ada niat lain selain ibadah. Kedua, bersabarlah jika sekali waktu “dikerjain” murid. Tampillah lebih cerdik dari murid-murid tersebut, dan jangan sampai kehabisan akal dalam berinteraksi. Ketiga, harus selalu ada ide baru, yang membuat mereka memberikan “trust”nya padamu 100%. Kau harus mampu mencuri hati mereka. Tidak mudah memang, tapi aku yakin dirimu mampu menjalankannya. Sepuluh menit pertama di hari pertama mengajar, adalah fase krusial. Jika mampu meyakinkan mereka, mereka akan dengan mudah menerimamu secara sosial di lingkungan baru.

Keempat, jika ada kesulitan, jangan lupa bertanya dan konsultasi ke guru-guru Batutis lain, yang sudah tidak diragukan lagi keahliannya dalam mengajar. Kata pepatah Melayu, “malu bertanya, sesat di jalan.”

Nanti malam, aku akan dengan senang hati siap tuk mendengarkan cerita dari hari pertamamu mengajar. Aku akan selalu ada untukmu, sayang. Mudah-mudahan ceritanya banyak hal menyenangkannya daripada menyedihkan. Hehehehe.

Jika tadi di Kelas Inspirasi slogannya “Sehari mengajar, selamanya menginspirasi,” maka untuk konteks dirimu, harusnya lebih keren lagi. “Tiap hari mengajar, selamanya menginspirasi, terinspirasi, dan diinspirasi….”

Ya, siswa-siswi Batutis itu pasti akan memberikanmu feedback yang positif untuk selalu belajar lagi. Sebagaimana kata Bu Siska Massardi, “Batutis adalah laboratorium kehidupan yang sebenarnya.” Ia akan banyak memberikan pelajaran hidup yang tak pernah didapatkan secara lengkap di kehidupan nyata sekalipun.

Seminggu terakhir saat Manda Andin menjadi guru observer, sudah banyak cerita yang membuat bulu kuduk merinding. Mudah-mudahan, akan banyak lagi cerita positif yang didapat untuk kita diskusikan, kita renungkan, dan kita sarikan sebagai pembelajaran hidup yang luar biasa mahal harganya. Semua itu akan jadi bekal bagus buat kehidupan rumah tangga kita dalam membesarkan Apita dan adik-adiknya kelak. Amin.

Terakhir, aku hanya ingin memberitahumu bahwa keluarga kita hanya akan mengisi hidup ini dengan hal-hal yang keren. Bergabung di Batutis, membesarkan Batutis, membantu murid-murid di Batutis untuk tumbuh, berkembang, dan menggapai sukses, termasuk ke dalam kategori hal keren yang prestisius untuk dilakukan.

Chayo Manda Andin….!! Cemungudh eaaa…!!

Salam peluk cium,

Adlil Umarat, @pukul5pagi

Klik Tulisan Terkait:

Kelas Inspirasi Indonesia Mengajar Part 2

Kelas Inspirasi Indonesia Mengajar Part 3

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story