Archive for August, 2015

Silaturrahim yang Memberi Energi

Sabtu Kelabu

Hari Sabtu lalu (8 Agustus 2015) adalah hari yang membahagiakan. Namun, sebelum hal membahagiakan itu tiba, kami diuji coba kesabaran terlebih dahulu.

Ceritanya, kami hendak pergi kondangan ke Gedung Smesco di Jakarta. Karena acaranya jam 11.00-13.00, maka kami putuskan berangkat pukul 10.30. Pas lihat di google maps, waktu tempuhnya sekitar 1 jam. Berarti jam 11.30 dah bisa sampai di lokasi.

Namun ternyata, ketika pas mau berangkat, cek lagi di google maps, waktu tempuh jadi 1 jam 43 menit. Pas sudah jalan lebih jauh lagi, ternyata makin menggila, lebih dari 2 jam. Ada gambar 5 kecelakaan di 5 titik berbeda di apps. Alamak. Udah terlanjur berangkat. Kami tetap paksakan berangkat dan bertekad sampai ke lokasi jam 13.00 paling pahit banget. Sekuat-kuatnya asa kami, begitu melihat kemacetan di sepanjang tol Jagorawi dan tol dalam kota, langsung jadi pesimis. Bahkan ketika keluar tol pun tetap macet. Macet is everywhere. Jakarta dan sekitarnya, sudah sangat tidak ramah lagi untuk penduduknya. Udah kebanyakan orang. Kemana-mana butuh 2-3 jam. Waktu banyak habis di jalan. Tua di jalanan ibukota. Betapa ruginya.

Akhirnya, kami sampai keluar dari tol dekat dari gedung Smesco sekitar pukul 13.15. Sudah lewat dari jadwal. Akhirnya kami memilih balik kanan, putar haluan menuju Pekayon-Bekasi. Terus terang, waktu yang terbuang, bahan bakar yang terbuang, tenaga nyupir yang terbuang, semua sia-sia. Dua jam 45 menit di jalan, untuk kemudian balik kanan grak. Amsyong.

Ketika perjalanan ke Pekayon-Bekasi, kami lewat tol. Suasana panas sekali. Afiqah mulai menangis. Mungkin ia lapar dan ngantuk. Suasana hati kami tidak enak. Aku dan Andin pun mulai kelaparan. Sudah 13.30 dan kami belum makan. Terjebak macet juga di tol. Kami keluar di tol Cikunir. Ternyata stuck. Lama sekali. Karena saya sudah kecapekan, pas ke Bekasi, Manda Andin yang nyetir. Lapar, haus, letih, berpadu jadi hal yang tidak nyaman buat kami di mobil. Ingin rasanya segera makan. Lapaaaarrr…

Begitu keluar dari jebakan macet, kami mencari tempat makan. Awalnya ada pilihan tempat makan Soto Kudus. Enak banget kebayangnya. Lagi capek, makan yang anget-anget. Tapi kemudian, mata tertuju pada sebuah restoran Padang yang besar dan megah. Letaknya ada di sebelah kanan jika kita baru keluar dari tol Cikunir. Namanya Sari Bundo.

Sabtu Ceria

Makan siang itu mengubah mood kami jadi lebih baik. Makanannya sangat enak sekali. Aku memilih makan dendeng kering balado dipisah, ayam panggang berbumbu. Andin makan dengan lahapnya. Afiqah juga ikut makan, meski sedikit. Ia belum siap makan makanan pedas. Agaknya ia masih rancu membedakan antara makanan pedas dan makanan berbumbu menyengat. Enaknya makanan di restoran Sari Bundo itu seperti membawa kita terbang ke Bukittinggi, dimasakin oleh ibunda tercinta. Semua bumbunya masih asli “Minangkabau” banget. Jadi kangen mama. I miss you mom.

Selesai makan siang yang sudah menjelang sore itu, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Bu Siska dan Pak Yudhis. Di tengah jalan, Afiqah minta dibelikan cemilan. Ia juga harus ganti pampers. Tadi di restoran Afiqah harus ke toilet. Kebetulan stok cadangan di tas habis.

Menariknya, awal memilih pampers di rak minimarket, Afiqah memilih pampers bergambar bayi. Setelah saya lihat, ternyata ukurannya S. Wah, salah ambil nih. “Afiqah sudah besar, bukan ukuran ini buat kamu. Ini S buat bayi, nak…” ujarku. Susah membujuknya pindah ke ukuran L. Kami berdebat cukup alot. Penjaga minimarket menyimak perdebatan kami. Ia sudah tak sabar menunggu kami untuk segera discan belanjaannya lalu masuk ke tahapan pembayaran. “Kalau Afiqah tetap memaksa membeli, nanti pampers bayinya tidak terpakai, akan terbuang percuma,” kataku memberi penjelasan. Barulah ia mau berubah mengambil ukuran L. Tapi pas mau bayar, ia kembali lagi ke rak pampers. Ia ambil lagi yang pampers ukuran S untuk bayi.

“Afiqah buat apa beli yang untuk bayi?” tanyaku. Ternyata jawab Afiqah, “Mau kasih adek Kiarakuma…” Oalah, ternyata di balik tindakannya itu ada maksud lain. Ia ingin berbagi hadiah untuk Kiarakuma. Bawa oleh-oleh khusus untuk Adek Kiarakuma, cucu Bu Siska. “Satu buat Afiqah, satu buat Kiarakuma….” Ujar Afiqah sumringah nyengir kuda “tengil”.

Alhamdulillah, ternyata anakku ada rasa care-nya kepada orang lain. Ia tahu akan berkunjung ke rumah neneknya Kiarakuma, lalu ia ingin membawa buah tangan ala dia. Hadiahnya hanyalah sebuah bungkusan pampers berisi beberapa lembar, tapi sepertinya itu berarti banget buat Afiqah. That was so sweet, darling. Cubit gemes buatmu, nak. Afiqah memang sejak awal dulu sudah nyantol banget di top of mind-nya nama Kiarakuma. Entah dari sisi spelling, nama itu unik sekali, entah emang adek Kiarakumanya yang emang cantik banget, atau faktor apa…entahlah. Tapi yang jelas, kalau kami kasih tahu mau ke rumah Kiarakuma, ia penuh semangat. Jangan-jangan ini #KodeKeras dari Afiqah yang pengen dihadirkan adek kandung secantik Kiarakuma juga. #Eh

Inspirasi Bu Siska

Pas tiba di TKP, kami disambut bu Siska dengan semua keceriaan di wajahnya. Senangnya ketemu bu Siska dan Pak Yudhis karena dari sana kami bisa belajar banyak hal. Meski hanya dari obrolan ringan, tetap saja ada inspirasi baru atau ide-ide baru yang muncul dari obrolan tersebut.

Bu Siska menceritakan keajaiban lain dari Allah lewat tangan seorang bule Amerika yang menghibahkan mainan anaknya yang se-gambreng. Jadilah Batutis menerima hibah mainan edukatif yang sangat berlimpah. Rezeki anak soleh/ah banget deh pokoknya. Bayangkan, rumah si bule ini di Pondok Indah. Tahu sendiri kan sebesar apa standar rumah di sana? Jika rumahnya besar-besar, mainannya ga mungkin sedikit atau kecil-kecil. Kata bu Siska, “Kita seperti mindahin isi satu rumah…” karena saking banyaknya mainan yang dihibahkan. Afiqah berkesempatan mencoba salah satu permainan edukatif milik si om bule. Ternyata Afiqah sangat tertarik. Sayang tidak kita abadikan lewat foto. Permainannya sederhana, tapi konsep di balik permainan tersebut, ternyata ada pesan penting nan mahal dalam melatih kecerdasan anak. Permainan bongkar-pasang, yang lobangnya sangat presisi dan akurat, dengan eksplorasi kemampuan untuk identifikasi warna buat anak-anak.

Update cerita-cerita keajaiban begini dari Batutis, selalu menarik untuk didengar. Ada saja orang baik yang membantu Batutis. Cerita-cerita ini sama serunya dengan cerita Bu Siska yang pernah suatu ketika berdoa di dalam hati di depan ATM agar ada donatur yang menyumbang buat Batutis di saat masa-masa seret kala itu. Doa orang yang punya niat baik membantu kaum dhuafa, biasanya makbul, dengan cara-cara yang tak terduga-duga. Kalau orang tv bilang mah, cerita perjuangan Bu Siska dan tim Batutis itu penuh twist, gimmick, dan drama yang tak disangka-sangka. Selalu terharu mendengar cerita perjuangan tersebut. Kalau tahu perjuangan guru-guru Batutis, lebih “gila” lagi. Benar-benar berjuang. Berjuang dengan arti sebenarnya berjuang. Ini akan kita bahas di bab terpisah saja ya, karena panjang dan ber-bab-bab ceritanya.

Lanjut ke cerita semula….

“Saya tahu sekarang mengapa orang Amerika dengan kelas sosial menengah dan terdidik itu pintar-pintar…” ucap Bu Siska kepada saya dan Andin.

Dalam hati saya langsung penasaran, “Kenapa memangnya?” Apa rahasianya?” Rasa kepo tingkat tinggi saya menyeruak di sela-sela otakku sambil menebak-nebak.

Bu Siska melanjutkan penjelasannya. Hampir semua mainan yang dihibahkan itu, tak ada satupun mainan yang tidak edukatif. Semua ada meaning di balik permainannya. Singkatnya, mainan si bule dan keluarganya itu sangat lekat dengan pengembangan kecerdasan jamak. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang ditetapkan di Metode Sentra.

Selama ini, mungkin kita selaku orangtua membelikan anak mainan dalam rangka membuat anak kita anteng, ga rese’, ndak nangis. Beda prinsip sama om bule Amrik itu. Semua permainannya sangat edukatif dan satu hal lagi, semua mainan diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya. Misalnya boneka sama boneka, dan begitu seterusnya. Hanya orang yang sudah belajar Metode Sentra yang mengerti bahwa keluarga tersebut klasifikasinya kuat atau tidak. Mainannya semua terawat dengan baik. Itu juga jadi poin plus lainnya.

Kata bu Siska, seharusnya permainan untuk anak, harus ada nilai edukasinya. Orangtuanya harus tahu dulu apa fungsi permainan tersebut. Bagian kecerdasan anak yang mana yang dikembangkan lewat permainan tersebut? Mungkin terlihat rada rempong, tapi memang begitu seharusnya. Anda sebagai orangtuanya, harus tahu dulu apa manfaat mainan tersebut bagi anak. Orangtuanya bahkan harus tahu dulu bagaimana memainkan permainan tersebut secara benar. Bukan sekedar membelikan mobil-mobilan keren, tapi meaningnya entah apa. Ini bahan refleksi yang penting buat keluarga Indonesia dimanapun berada.

Update cerita lainnya yang tak kalah seru adalah ada seorang guru di Batutis yang sudah sempat berniat keluar dari Batutis, mencoba ngajar di sekolah lain, lalu ternyata tidak betah. Alhamdulillah guru tersebut balik lagi ke Batutis, siap berjuang bersama Batutis lagi.

Mengapa ia tak betah di sekolah lain? Kalau di Batutis, guru-guru harus punya konsep jelas sebelum musim ajaran baru dimulai. Guru sudah rapat bersama, kurikulumnya akan seperti apa, penjabaran konsep sampai tataran yang detail, sudah jelas. Seberapa jelas dan detailnya kurikulum di Batutis, nanti akan ditulis terpisah juga ya. Panjang soalnya.

Bedanya ketika ngajar di sekolah lain, guru tersebut merasa bahwa guru-guru di sekolah tempat barunya itu sama sekali tidak mengajar pakai hati. Tidak passionate istilah zaman orang kini. Mereke teng-go begitu bel berbunyi. Sementara jika di Batutis, begitu waktu pulang telah tiba, maka guru-guru melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dijalani hari itu. Pelajaran apa yang didapat guru dari interaksinya dengan murid hari itu. Apa pengamatan terhadap individu muridnya, dicatat secara terperinci. Sehingga nanti saat dilakukan rekap, terlihat jelas perkembangan seorang anak/ siswa. Apakah ia improve, atau stagnan, atau ada aspek-aspek lain yang perlu perhatian khusus. Selain refleksi apa yang dijalani hari itu, guru di Batutis juga menyiapkan diri untuk lesson plan esok harinya. Mereka takut sekali jika tidak siap mengajar. Tidak siap mengajar, akan “dilumat” oleh anak didiknya yang kritis-kritis dalam bertanya dan berlogika. Anak Batutis seperti lagu Afgan, “sadis” dalam hal critical thinking.

Menilik kasus guru Batutis yang comeback ini, kalau bahasa saya, guru yang dah biasa mengenal Metode Sentra dalam pengajarannya, lalu masuk ke sekolah konvensional, ia akan merasa gamang. Terbiasa bermain dengan hal yang complicated, terkonsep, terperinci, impactful, lalu tiba-tiba masuk ke sistem yang tanpa strategi, loose begitu saja. Rasanya hambar. Biasa naik Ferrari yang mesinnya halus, lalu harus naik angkot yang njut-njutan. Tentu tidak nyaman. “Itu bukan gw banget” kira-kira begitu yang dirasakan guru yang comeback lagi ke Batutis itu.

Pertimbangan lain, di Batutis, setiap guru mempunyai hak khusus bahwa anaknya gratis bersekolah. Bayangkan, anak guru saja diperhatikan. Kalau di sekolah biasa, mungkin anak guru tidak terperhatikan. Urusan pribadi si guru tersebut. Batutis sangat concern dengan kualitas hidup guru dan keluarganya. Masa sih gurunya mendidik anak orang sampai pintar, tapi anaknya sendiri malah ga dibikin pintar? Rugi, bukan? Makanya, di Batutis banyak keuntungan yang sifatnya non-materi yang nilainya sangat mahal dan tak bisa digantikan dengan uang. Itu pembeda Batutis dengan sekolah konvensional pada umumnya.

Inspirasi Pak Yudhis

Kalau tadi kita udah dengar update cerita inspiratif dari Bu Siska, sekarang giliran Pak Yudhistira Massardi. Ternyata beliau tak kalah inspiratif. Beliau bilang ada rencana launching buku terbarunya 99 Sajak, di hari Rabu, 19 Agustus 2015, jam 19:00-21:00 di Galeri Indonesia Kaya (sebelah bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat).

Ternyata, Pak Yudhis bangkit dari tidurnya. Ia merasa risih karena sudah lama juga tidak berkarya yang benar-benar serius. Beliau dulu terkenal dengan Novel Trilogi Arjuna Mencari Cinta, dan Sajak Sikat Gigi. Kali ini, ia menantang dirinya kembali, untuk berkarya serius. Akhirnya, dalam beberapa bulan ini, setiap harinya beliau membuat sajak dengan total jumlahnya 99 buah secara tematik. Setiap tema terdiri dari 9 sajak. Jadilah ada 11 tema sajak di dalam buku yang diberi judul 99 Sajak tersebut.

Pak Yudhis mengajarkan kepada saya secara tidak langsung, agar jangan mengisi hidup biasa-biasa saja. Kadang, kita perlu sedikit mendorong diri kita untuk berkarya yang serius. Rasanya sudah lama saya tak melakukan hal yang luar biasa, menantang diri sendiri, menaklukkan keinginan baik yang masih terpendam. Sejak aktif menulis lagi, sebenarnya pola “memaksa diri untuk berkarya-berprestasi” sudah muncul. Misalnya waktu itu, bisa sukses umroh dengan niatnya datang dari saat makan di warung padang, bisa nikah dengan modal tekad-nekat-dan proses cepat, menang di lomba-lomba kompetisi nulis blog, dan lain sebagainya. Rasanya sudah lama tidak menyetting proyek ambisius pribadi lagi. Sudah ada sebenarnya, tapi masih di tahap awal. Nanti dituliskan juga jika sudah mulai dieksekusi.

Pak Yudhis mendisiplinkan dirinya untuk menulis setiap hari. Bayangkan, setiap hari! Lalu agar tulisan tidak sekedar tulisan, ia memaksa diri untuk menjadikannya buku. Lalu tak puas di sana, buku bukan sekedar buku. Buku harus ada nilai lebihnya. Akhirnya ia minta tolong rekannya untuk kolaborasi membuat ilustrasi bagi 99 sajak yang dibuatnya. Jadi akan ada interpretasi berupa ilustrasi dari tiap sajak. Menarik sekali. Lalu, jika diterbitkan sendiri, mungkin butuh modal yang tidak sedikit. Lalu ia cari-cari link lewat teman ke penerbit mana yang bisa menerbitkan buku dengan konsep antologi sajak tersebut. Ternyata, penerbit besar Gramedia bersedia mencetak bukunya. Luar biasa. Waktunya sangat singkat. Baru selesai pengiriman naskah pas Ramadan kemaren. Seminggu setelahnya, Gramedia bilang sudah ok dan siap naik cetak. Pemberi komentar di bukunya pun bukan main-main, ada Goenawan Mohamad dan Radhar Panca Dahana. Nama terakhir adalah penulis kolom opini favorit saya sejak kuliah dulu. Ia juga ngajar di Sosiologi UI.

Lalu Pak Yudhis bertekad juga agar launching buku bukan sekedar launching biasa, harus catchy tingkat tinggi. Akhirnya setelah berjuang tanya sana-sini, menghidupkan jaringan sosial yang ia punya, dapat tempat launching di daerah elit nan prestisius, Galeri Indonesia Kaya (sebelah bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat). Lalu agar launching buku tak sekedar launching buku, maka launching buku kali ini terasa spesial karena Pak Yudhis akan membacakan langsung 99 sajak yang ia buat. Untuk itu, ia rutin berlatih fisik dari hari ke hari agar fit di hari-H nanti. Sebagai variasi, ia juga mengajak kolaborasi beberapa artis ternama untuk tampil juga. Diantaranya adalah Renny Djajoesman dan Yuka Mandiri, Noorca M. Massardi  serta, Adhie M. Massardi. Wah, diboyong semua keluarga Massardi nih. Biar ndak monoton, ada juga kolaborasi Pak Yudhis dengan para pemusik muda:  Iga Massardi, Gerald Situmorang, Kartika Jahja dan Matatiya Taya. Dibantu olah visual/grafis karya desainer Risa Kumalasita dan Ario Kiswinar Teguh.

Cukup ngos-ngosan juga saya menceritakan hal ini ya. Saya nulis ini hanya dalam waktu 2 jam di pagi hari. Sekali nulis, tak bisa berhenti, sehabis nyeruput Chocofaza—cokelat premium hasil beli dari Mbak Mona Anggiani–

Tapi, dari cerita pak Yudhis itu, kita bisa ambil inspirasi. Pak Yudhis yang sudah berumur 61 tahun, semangatnya masih menggebu-gebu dalam berkarya. Kenekatannya seperti anak muda umur 16 tahun. Ia “tabrak” semua ketidakmungkinan, mengubahnya menjadi mungkin. Ia memaksakan diri mengisi hidup ini penuh makna. Hidup hanya sekali, mengapa tak berkarya yang bagus sekalian? Mengapa nanggung? Ia mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya, menghidupkan semua harapan dan kemungkinan dan relasi sosialnya untuk meng-goal-kan impiannya. Itu benar-benar arti sebenarnya dari perjuangan hidup. Pak Yudhis secara tidak langsung, sedang mengajarkan kepada kita bahwa untuk mewujudkan impian, kita perlu hidupkan tombol-tombol kecerdasan jamak kita: logika-matematika, linguistik, spasial, musikal, kinestetik tubuh, interpersonal, intrapersonal, naturalistik. Selanjutnya, silakan saksikan keajaiban setelahnya.

Dalam perspektif yang lebih makro, Pak Yudhis memprovokasi kita–khususnya saya—untuk bertanya pada diri sendiri: “Apa sih yang tidak mungkin diwujudkan dalam hidup ini? Asalkan engkau mau….semua bisa diwujudkan dengan niat, tekad, kerja keras, kerja cerdas, serta doa.” Masalahnya, dirimu mau ga? Harus jawab itu dulu.

Terima kasih Pak Yudhis. Terima kasih Bu Siska. Atas semua inspirasi yang saya dan Andin dapatkan dari hasil silaturrahim kemaren. Terima kasih sudah mengubah Sabtu Kelabu kami menjadi Sabtu Ceria. Mood kami benar-benar berubah, bahkan hingga tiba di rumah, rasanya adrenalin kami meningkat, menggebu-gebu. Kami diskusi ala orang besar (lanjut mendiskusikan ide-ide besar). Ini benar-benar silaturrahim yang memberi energi! Energi terbarukan!

Untuk Anda yang ingin hadir di launching buku Pak Yudhistira Massardi, sila simak undangan berikut:

UNDANGAN Peluncuran Buku & Pentas Pembacaan “99 Sajak” karya Yudhistira ANM Massardi, 19 Agustus 2015

PRESS RELEASE/UNDANGAN 

Dengan hormat, kami mengundang Anda untuk menghadiri acara:

Peluncuran Buku & Pentas Pembacaan “99 Sajak” karya Yudhistira ANM Massardi

Tempat: Galeri Indonesia Kaya (sebelah bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat)

Waktu: Rabu, 19 Agustus 2015, pukul 19.00-21.00.

Gratis untuk umum (tempat terbatas). Registrasi di www.indonesiakaya.com/galeri-indonesia-kaya/kegiatan.

Setelah fokus selama 10 tahun mengelola sekolah gratis untuk kaum dhuafa, TK-SD Batutis Al-Ilmi di Bekasi, sekaligus mengampanyekan proses belajar-mengajar dengan Metode Sentra untuk jenjang pendidikan anak usia dini, kini Yudhistira ANM Massardi kembali ke dunia sastra. Langkah ini ditandai dengan penerbitan buku sekaligus peluncuran dan pentas pembacaan puisi-puisinya yang terbaru: 99 Sajak, yang diterbitkan oleh Gramedia (Tebal 250 halaman.  Harga Rp 50.000).

99 Sajak merupakan kumpulan puisi yang ditulis secara tematik. Ada 11 tema yang dipilih penyair. Setiap tema dieksplorasi dan diungkapkan dalam sembilan sajak. Semuanya ditulis dalam periode tiga bulan yang penuh gairah kreatif (Maret, April, Mei), sekaligus sebagai penanda ulangtahunnya yang ke-61 pada 28 Februari lalu.

Buku antologi  99 Sajak  ini dikemas sebagai karya kolaborasi visual dengan perupa Ramadhan Bouqie, yang menampilkan 99 karya ilustrasinya sebagai hasil “dialog” dengan 99 sajak.

Adapun acara peluncuran buku dan pentas pembacaan puisi diselenggarakan di

Gedung Galeri Indonesia Kaya (samping bioskop Blitz) di Mal Grand Indonesia (belakang Hotel Indonesia, Jakarta Pusat) pada hari Rabu, 19 Agustus 2015, pukul 19.00-21.00. Pertunjukan itu gratis dan terbuka untuk umum (dengan registrasi terlebih dahulu di www.indonesiakaya.com/galeri-indonesia-kaya/kegiatan).

Pentas pembacaan puisi itu juga merupakan hajatan kolaborasi dengan para pemusik muda:  Iga Massardi, Gerald Situmorang, Kartika Jahja dan Matatiya Taya. Dibantu olah visual/grafis karya desainer Risa Kumalasita dan Ario Kiswinar Teguh.

Tampil sebagai pembaca puisi, selain penyairnya sendiri, adalah aktris Renny Djajoesman dan Yuka Mandiri, Noorca M. Massardi  serta, Adhie M. Massardi.  Produksi: Kafka Dikara (☆)

 

KOMENTAR

GOENAWAN MOHAMAD, Penyair:

Setelah hampir empat dasawarsa yang lalu saya terpikat dengan Arjuna Mencari Cinta I,  saya merasakan kesegaran yang pulih kembali dalam sejumlah sajak-sajak dalam buku ini.  Yudhis tak menunjukkan gejala yang sering tampak pada sastrawan yang bertambah usia: puisinya tak amat ingin berpetuah, atau jadi nyinyir, karena merasa sudah begitu arif dan alim berkat pengalaman. Saya tak merasakan di dalamnya ada  ambisi besar untuk  bermanfaat dan jadi bimbingan.

Sajak-sajak ini memang lebih kalem, tapi masih sering bergurau, mungkin genit, mungkin nakal.

Pemandangan kota  sehari-hari, percakapan sehari-hari, di bait-baitnya tak terasa meletihkan, karena diungkapkan seakan-akan oleh seseorang yang baru menemui dunia dan merasa geli atau terpesona dan tak merasa berdosa.

Dalam pengantarnya, dengan kena  Radhar Panca Dahana membandingkan sajak-sajak ini dengan puisi Joko Pinurbo, meskipun yang terakhir ini datang setelah Yudhis, dan dalam banyak hal lebih “lugu” dan tanpa pretensi. Pada sajak-sajak ini, tulis Radhar, ada “kenakalan logika yang sering mengundang makna tambahan”. Atau semacam “satu patahan”, baik dalam gaya bahasa, rima sajak dan juga “pemikiran atau renungan di dalamnya.”[] Produksi: Kafka Dikara, dikutip dari note laman Facebook Yudhistira Massardi.

 

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story