Paket Sembako Gratis

Lagi enak-enak nonton pertandingan Barcelona vs Manchester United di RCTI Oke jam 05.30 pagi, tiba-tiba pintu kamar diketok, “Tok-tok-tok..”

Aku pun membuka pintu kamar kos. Rahmat, tetangga kosku, memberikan sebuah tiket bertuliskan “Humaira”. Aku yakin itu label pakaian muslim dari aura-auranya karena ada label bertulis “collection“-nya kalau tidak salah lihat. Sayang aku lupa memotretnya.

“Mas, ada pembagian sembako di sebelah, ini tiketnya,” kata Rahmat. “Hah? Rasanya saya tak butuh tiket beginian?” begitu pikirku dalam hati. “Tiketnya buat kamu aja Mat,” balasku. “Oh, ndak bisa diwakilkan, harus ngambil langsung,” katanya lagi.

Bagi-bagi sembako di pagi hari? Emang ini musim kampanye ya? Aneh aja. Apa karena menyambut Ramadhan? Iya, mungkin menyambut Ramadhan. Aku terus berpikir, apakah akan mengambil jatah sembako itu atau tidak. Aku tak tahu, apa pertimbangan sehingga aku dapat jatah tiket sembako gratis itu. Jika mengacu pada keterangan tempat yang disebut Rahmat “di sebelah”, berarti mengacu pada tetanggaku yang berumah mewah. Ayah Rahmat bekerja sebagai kepala keamanan di rumah tersebut.

“Ambil ga ya? Aku kan ga berhak?” Setelah aku pertimbangkan, akhirnya aku memutuskan turut serta mengambil jatah sembako. Pertimbangan pertama adalah, selesai mengambil, seluruh jatahku aku kasih ke Rahmat. Karena tidak bisa diwakilkan, sayang aja tiketnya hangus. Mending buat si Rahmat dan keluarganya. Pertimbangan kedua, aku penasaran sekali, pengen tau bagaimana rasanya jadi orang penerima bantuan sembako. Rasanya belum pernah seumur hidup. Aku sedang membayangkan, ikut antrian. Seperti apa sensasinya? Cukup bikin penasaran. Tak apalah, coba. Minimal, kacamata sosiologiku bisa diasah pagi ini. Sejak ngeblog, aku selalu punya fantasi tertentu tentang banyak hal. Mulai dari pengen tahu bagaimana rasanya jadi pengamen jalanan, sampai ke pengemis. Rasanya pengen bedah apa yang ada di pikiran mereka. Nah, kali ini aku dapat kesempatan berperan sebagai penerima bantuan. Ketiga, aku juga pengen kenal dengan tetangga sebelah yang berumah mewah dan katanya pengusaha tajir. Ia belum terlalu lama menempati rumah baru tersebut. Rumahnya megah, meski kata Toha–tetangga kosku yang juga arsitek–pembangunan rumah mewah di sebelah kos terkesan terburu-buru, tidak rapi, asal jadi, dan seperti sedang ngejar setoran. Aku dan penghuni kos sempat complain terhadap pembangunan rumah itu yang siang-malam bising sekali. Siapakah big bos di balik rumah mewah itu? Rumah yang pagarnya tinggi dan ada satpam penjaga segala? Aku penasaran.

Mulailah aku rapikan diri. Cuci muka dikit biar ga kelihatan aura bantalnya, lalu aku pakai kaos “Superboy” yang lucu, berikut celana panjang, dan jalan keluar menuju rumah mewah tetanggaku itu. Begitu keluar, ada bapak-bapak agak berwibawa yang berdiri di depan pagar rumah mewah itu. Pas aku lihat, kok jadi ga PD ya. Balik lagi akhirnya ke kamar. Ragu. Apakah ini baik untuk dilakukan?

Akhirnya setelah meyakinkan diri lagi, aku keluar dari kos, dan kembali melangkah dengan pasti ke rumah tetangga yang mewah itu. Begitu sampai di depan, aku disambut oleh bapak berwibawa tadi. Kami salaman. Pas salaman, di bilang “Mana salamnya?” Hehehe. Aku lupa. “Assalamu’alaikum,” kataku sambil tersipu malu. “Nah, gitu donk, kita kan sesama muslim.” Kenalah aku  skak-mat.

Rumah Juragan, tetanggaku

Sebenarnya dari dalam diri masih merasa sangat malu menjalankan rencana “bermain peran” ambil jatah sembako gratis ini. Jadinya begitu ketemu bapak yang aku perkirakan sebagai pemilik rumah itu, aku kikuk. Serba salah tingkah. Meski pengamatanku tetap jalan, namun, mulutku seperti terkunci. Speechless. Langsunglah sepaket sembako aku terima. Ternyata Rahmat mengambilkan dari depan teras rumah si empunya rumah. Rahmat bagian dari panitia pembagaian sembako gratis ini. Di depan teras sudah berjejer beberapa paket sembako berplastik hitam. Ketika hendak pulang, aku pamitan. Si bapak berwibawa tadi bertanya, ini siapa ya? Langsunglah Bapaknya Rahmat yang bertindak sebagai kepala keamanan di rumah itu mengatakan, “Ini tetangga kos sebelah pak”. “Oh begitu,” balas bapak itu sambil manggut-manggut.

“Dek, sering-seringlah sholat di musholla sebelah. Terutama subuh. Kan subuh tidak sedang bekerja kan?” katanya. “Eh, iya pak,” jawabku sekenanya.

“Adek pasti lebih tahu dari saya bagaimana hukumnya solat berjamaah, kelihatan tuh dari jenggotnya,” ujar bapak pemilik rumah itu. “Sial, jenggot seipritku dicengin ama bapak ini. Padahal jenggot dia fully brewokan.”

“Wah, aku kena skak-mat lagi,” pikirku dalam hati sambil tersenyum agak miring. Kalau di kantor, aku lebih banyak sholat jemaah daripada sendiri. Namun jika sudah weekend di kos, biasanya istirahat total. Harus diakui, aku jarang sholat subuh berjemaah di mushola sebelah rumahnya. Padahal papa sering erwel mengingatkanku untuk sholat jemaah di masjid. Tak sekadar bicara, ia juga memberi contoh. Namun, dasar akunya saja yang terserang virus M (Malas), C (Capek), L (Lembur kerja), T (Tertidur), K (Ketiduran), N (Ngantuk), dan virus-virus lainnya. Hehehe.

Obrolan singkat itu berakhir, dan aku mohon pamit. “Terima kasih pak,” ujarku. “Sama-sama,” balasnya.

Sesampainya di kamar kos, aku buka paket sembako untuk dipotret (baru muncul ide untuk dituliskan di blog). Isinya: gula, sirup, beberapa bungkus mie instan, dan beras entah berapa kilo (yang jelas banyak dan berat deh). Wah, ternyata si pemilik rumah itu “niat” juga ya kalo ngasih hadiah ke orang. Tidak tanggung-tanggung. Jangan-jangan ini salah satu rahasia kenapa ia begitu kaya raya. Resepnya mungkin karena sering berbagi. Pikiranku menerka-nerka.

Paket Sembako Gratis

Ada pelajaran mendalam pagi ini yang kudapat. Pertama, sumpah, jadi orang di posisi sebagai penerima bantuan, itu rasanya sangat tidak enak. Rasanya inferior, lemah, tak berdaya, dibelas kasihani. Jalan menuju tempat penerima bantuan pun rasanya enggan, berat kaki. Sangat tidak nyaman. Sebaliknya, menjadi orang yang memberi bantun, rasa nikmatnya luar biasa. Ia berdiri percaya diri, menunggu orang lain di depan rumahnya. Hal ini juga bisa dilihat dari senyum puas dan lebar si bapak pemilik rumah mewah itu saat selesai memberikan paket sembako ke tanganku. Konsep “Tangan Di Atas lebih baik daripada Tangan Di Bawah” aku rasakan sensasinya dengan sebenar-benarnya di pagi nan sendu. Maka, aku menghimbau diriku, dan teman-temanku, jangan maulah jadi orang yang menerima bantuan (jika tidak kepepet dan sudah tidak ada opsi lain/ last option). Hindari mengemis. Kalau bisa, jadilah pemberi bantuan. Rasa nikmatnya lebih terasa. Kalau jadi penerima bantuan memang ada sukanya. Dapat barang, hadiah. Tapi, di balik itu, ada rasa minder, tak percaya diri, merasa lemah. Dan itu, tak sehat untuk pembangunan jiwa Anda. Selain mampu memberi orang lain barang, di akhir pertemuan, ia menyelipkan nasehat ke jalan kebaikan. Jadi, dia bisa dapat dua pahala, memberi barang, dan juga nasehat. Sudah barang tentu, orang yang menerima bantuan, akan manut-manut dengan ajakannya, karena merasa hutang budi, dan sejenisnya. Bisa jadi juga, penerima bantuan merasa respect, segan, atau bahkan salut, lalu mengikuti saran kebaikan dari pemberi bantuan itu.

Kedua, aku dapat teguran agar rajin sholat subuh berjemaah di mushola dekat rumah kos. Alhamdulillah teguran positif ini datang di saat Ramadhan akan datang dalam beberapa jam. Ini seperti momentum bagiku untuk rutin sholat subuh berjemaah di mushola. Rasanya terlalu banyak excuse selama ini. Setelah pulang umroh beberapa waktu lalu memang sempat meninggi semangat sholat berjemaah di mushola sebelah. Tapi belakangan, turun dan kendur lagi semangatnya. Badan capek, pulang kerja larut, malas, tertidur, semua itu hanya alasan yang tak seharusya keluar dari mulutku. Aku jadi teringat hadist tentang keutamaan sholat berjemaah di masjid bagi laki-laki. Berikut kumpulan hadist tentang keutamaan shalat jemaah di masjid yang sempat aku googling. “Shalat Jamaah lebih utama dua puluh tujuh kali dibanding shalat sendiri” (H.R. Bukhari Muslim dll).

Dalam hadist lainnya Rasulullah bersabda “Karuniailah mereka yang berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan sinar yang sempurna di hari kiamat” (H.R. Abu Dawud & Trimidzi). Dalam riwayat Utsman Rasulullah s.a.w. bersabda “Barang siapa shalat Isya’ dengan berjamaah, maka ia seperti mendirikan shalat selama setengah malam, barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka ia laksana shalat semalam suntuk” (H.R. Muslim dll.)

Ada lagi nih: “Wahai umatku, shalatlah di rumah-rumah kalian, karena yang paling utama shalat seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat fardlu” (H.R. Bukhari Muslim). Belum cukup yakin?Nih lagi ada hadistnya: “Barang siapa mendirikan shalat selama 40 hari dengan berjamaah, dengan mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dibebaskan dari dua perkara, yaitu dari neraka dan dari kemunafikan” (H.R. Tirmidzi).

Semakin banyak jumlah peserta jamaah, semakin utama pula pahala jamaah, sebagaimana sebuah hadist menjelaskan “Shalat seseorang bersama seorang lebih utama dari shalat sendiri, dan shalat bersama dua orang lebih utama dari shalat bersama seorang, semakin banyak mereka berjamaah semakin dicintai Allah” (H.R. Ahmad, Abu Dawud).

Bagaimana? Sudah cukup yakinkah dengan hadist di atas? Semoga cukup ya. Berarti dah No Excuse! lagi ya untuk tak datang ke masjid sholat jemaah? J (himbauan untuk diri sendiri)

“Oke deh. Mulai Ramadhan ini yuk coba komitmen sholat subuh dan sholat fardhu lainnya di Masjid. Tak cuma itu, aku juga akan jadi muadzin juga di mushola sebelah.” Itu tekadku untuk Ramadhan ini. Bagaimana dengan Anda? Sudah ada resolusi andalan untuk Ramadhan ini? Silahkan menemukannya sendiri.

Kembali ke sembako gratis..

Sembako yang aku buka tadi, segera dibungkus lagi. Begitu tau Rahmat sudah kembali ke kamarnya, aku samperin. “Mat, ini buat kamu aja ya,” ujarku menawarkan paket sembako berbalut plastik hitam. “Wah, mas saya sudah dapat dua mas. Ndak usah,” katanya. Takjub juga sih, dia ga serakah. Dua sudah cukup baginya. Sekarang aku yang bermasalah. “Walah, tadi gw bela-belain ngambil paket sembako gratis dan rela juga mempermalukan diri sendiri, demi buat dikasih ke elo, nah sekarang elonya ga mau. Bagaimana ini?” tanyaku dalam hati. Oh iya, aku jadi ingat, ibu kos kami punya pembantu bernama Mbak Wati. Nah, akhirnya aku serahkan paket sembako gratis itu ke Mbak Wati. Ia yang sedang sibuk beres-beres rumah, langsung aku kejutkan dengan bungkusan hitam. Sebenarnya ia juga menerima paket sembako gratis serupa. Namun, dengan pemberian jatahku, ia jadi menerima dua paket. “Terima kasih ya,” ujarnya padaku sambil tersenyum. “Sama-sama mbak,” balasku. Aku senang, setelah berperan jadi “peminta sembako gratis”, aku langsung bermain peran lagi sebagai “pemberi sembako gratis”. Sungguh pengalaman yang singkat, tapi “dalem”. Jadi tau bagaimana rasa yang terpendam di balik aksi “meminta” dan “memberi”.

Dan pelajaran pagi ini pun berakhir. Terus terang, dari lubuk hati, aku merasa seperti “melacurkan” diri dengan mengambil paket sembako gratis itu. Bukan apa-apa. Aku merasa tak berhak sebenarnya. Tapi karena penasaran ingin “main peran”, ya apa mau dikata? Tak apalah. Gusti Allah Maha Tahu apa niatku sebenarnya. Nanti suatu saat, aku minta maaf kepada tetanggaku, si big bos, bahwa aku sudah “menyamar”. Terlepas dari itu semua, aku mendapatkan pelajaran penting dari lakon iseng dan nekatku pagi ini. Happy Ramadhan!

(rencananya tulisan ini berakhir hingga sini saja, namun….)

….

(ada lanjutan yang tak kalah menarik…)

Karena sudah tahu hadist yang menyebutkan keutamaan sholat berjemaah di masjid, maka ketika sholat zuhur hari ini masuk waktunya, aku pergi ke mushola sebelah yang direkomendasikan si big bos, tetanggaku tadi pagi. Niatnya pengen jadi muazin dan sholat jemaah di mushola tersebut. Sesampainya di sana, sekitar 5 menit sebelum masuk waktu sholat Zuhur, tak ada tanda-tanda jemaah lain hadir. Masjid kosong, pintu terkunci. Akhirnya nunggu 10 menit. Masjid lain di tempat yang jauh, sudah terdengar azan. Bagaimana ini? Karena lama, akhirnya aku memutuskan tidak sholat di mushola. Aku kembali menuju kos, mau ambil motor, mengarah ke masjid yang lebih besar. Ketika di perjalanan balik lagi pulang, papasan dengan bapak tua berpakaian baju koko putih, berpeci. Pikirku, ini orang yang biasa sholat Subuh nih. “Pasti dia pegang kunci,” dugaku. Aku urungkan niat ambil motor. Kembali lagi ke mushola.

Sesampainya di mushola, aku ngobrol dengan bapak tua yang bernama Ali Nurdin. Dia tidak pegang kunci. Terpaksa kami sholat di pelataran masjid, dengan alas seadanya. Aku baru tahu, mushola di hari Minggu ada liburnya juga. Hahaha. Ketika Pak Nurdin tanya, “Sudah azan?”, lalu aku jawab,”Belum.” Ia langsung azan di pelataran mushola, tanpa mic. Padahal dari tadi aku dah kepengen banget azan. Keduluan deh akhirnya. Aku menyiapkan alas sholat berupa karpet. Kami sholat bertiga. Pak Nurdin imam, aku dan seorang laki-laki lain menjadi makmum. Di rakaat terakhir, ada makmum masbuk.

Shalat di pelataran Mushola karena kadang Musholanya "Libur". Tanya kenapa?

Ternyata, aku dapat satu lagi pelajaran berarti jelang sambut Ramadhan, yaitu: tiap niat baik, belum tentu akan berjalan lancar seindah bayangan kita. Harus ada effort tertentu. Bahkan tak jarang, aral melintang datang menguji kesungguhan dan kekuatan tekad kita. Ujianku siang ini adalah sudah bertekad mau sholat berjemaah di mushola dekat rumah, eh, malah musholanya lagi “libur”. Apakah kita goyah atau tidak ketika menghadapi cobaan/tantangan itu? Jawabannya ada di dalam diri kita masing-masing. Marhaban ya Ramadhan! Insya Allah I’m in love with you…

Follow me on twitter: @pukul5pagi

38 responses to this post.

  1. Posted by Kuswantoro Marco Al-Ihsan on July 31, 2011 at 5:54 PM

    uhuy,,,solat jamaah yg rajin yah,,

    Reply

  2. Posted by Ana Aulia on July 31, 2011 at 6:45 PM

    Kok lucu sih musholah ada liburnya?? Emang sholat ada liburnya??? (Exp.perempuan)
    Mending mas aad sholat di musholahku aja deh! Nih aku ksi kunci duplikatnya. Jd mas aad bisa adzan kpn pun mas aad mau. Hehee 😀

    Reply

  3. Posted by abu atthari on July 31, 2011 at 7:28 PM

    Mudah-mudahan jadi momentum untuk menegakkan shalat berjamaah. Makanya harus selalu ada program tarbiyah dzatiyah. Selalu hisab diri sebelum tidur dan atur hidup dengan jadwal yg padat tapi jangan lupa agenda rihlah.

    Salam dari Abu Atthari dan keluarga

    Reply

  4. Posted by bunda key on July 31, 2011 at 9:18 PM

    masjid ada hari libur juga ya??? wah,,,, perlu diselidiki juga tu bg.
    yuk shalat berjamaah…………… hayo pake antivirus, biar gk kena virus2 nakal.

    Reply

  5. dulu pernah dengar ada yang mengumpamakan seperti ini: kalau kita sholat, seberapa besar kekhusyukan kita? dengan sholat yang kurang khusyuk, apakah sholat kita 100% diterima oleh Allah? sekarang anggaplah amalan sholat kita yang diterima hanya 10% dengan kadar kekhusyukan yang pas pasan karena kita kadang sering lebih memikirkan dunia bahkan pada saat sholat. Kalau kita sholat berjama’ah, Insya Allah kalau dikalikan 27 kali akan menjadi 270%. wallahu a’lam.

    Reply

  6. hmm, msh ada jg ya..
    pdhl sayang tuh masjidnya..
    apalagi gara2 si petugas bawa kunci ga sholat dsana..
    hohoo, hrs bnyk yg dbenahi ni emang..

    Tapi teh, yang pnting niat kita buat sholat ke masjid jgn sampe kandas ya kaa 🙂
    Ya, walaupun bnyk tantangan dulu untuk mencapai niat baik itu, insya Allah segala upaya yang telah kita lakukan, akan membuahkan hasil.
    Kita jd lbh berfikir jg kan akhirnyaa.. Ternyata ga gampang jg yaa,,
    Sama ketika qt mencoba untuk ttp istiqamah ka,, bnyk godaan setannya!! hehe..

    Reply

  7. Posted by nastiti on August 1, 2011 at 8:38 PM

    sepakat..ga hanya niat yang dibutuhkan..tapi butuh kemauan dan tekad yang kuat untuk mewujudkan….

    🙂

    Reply

  8. banyak yg gue banget.. malesnya.. hehe

    Reply

  9. Posted by Ummu on August 2, 2011 at 4:33 AM

    Betul bgt Ad, rasanya memberi itu jauhhh lebih nikmat daripada menerima, mudah2an generasi kita n adek2 kita nanti mempunyai jiwa memberi yang dominan daripada menerima (sedikit punya mental gratisan ga papalah… sama temen buat persodaraan :D)

    Reply

  10. Posted by indah on August 2, 2011 at 4:55 PM

    tetep jiwa sosiolog nya gak bisa menjauh ya ad… ingin coba tiap peran,makin canggih looking glass self nya… makin buka hati mata dan telinga.. :). Good job!!

    Reply

  11. Posted by yoes zarmed on August 2, 2011 at 5:52 PM

    hehehehe yang punya rumah ga tau kali kalo yang nerima kupon ini, karyawan RCTI… dia taunya anak kost, jadi we kebagian kupon nya…
    besok2 kalo ada acara begitu lagi sekalian dipake id RCTI nya bang aad…. 🙂

    Reply

  12. Posted by Citra on August 2, 2011 at 9:40 PM

    Indah ya rasanya klo bisa berbagi, apalagi bertindak sebagai pemberi.
    Meski demikian, ada saatnya juga qta perlu kasih kesempatan orang lain utk memberikan sesuatu pada kita. Bukan krn qta yg meminta, tp ada tipe orang yg merasa perlu membalas perhatian yg qta berikan, dan ia akan merasakan pula nikmat sebagai pemberi.
    Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tp sebaiknya diingat pula, klo tangan kanan berderma, tangan kiri tidak perlu tau. 🙂

    Reply

    • Kayaknya Ciput ngomongin hal yang di luar klasifikasi yg dimaksud di tulisan ini, yaitu C.I.N.T.A. Kalau cinta, kayaknya ga mengenal tangan atas dan bawah. Karena cinta punya bahasa, dimensi, dan dunianya sendiri…hehhe

      Reply

      • Posted by Ciput on August 3, 2011 at 8:08 PM

        Kasih antara sesama, lebih tepatnya. Klo liat dari tulisanna Aad, sang Juragan kan terlihat begitu puas ketika dy bisa berbagi dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.. sementara Aad yg pagi itu penasaran ttg peran sebagai penerima, rasanya keberdayaannya jadi seakan2 di bawah sang Juragan. Tp kenikmatan utk berperan sebagai si pemberi ga lama juga Aad dapet lewat Mbak Wati. Mungkin Mbak Wati yg udah punya 2 jatah kresek paket sembako cantik juga setelah itu membagi-bagikan ke teman/keluarganya. Mengalir deh tuh kebaikannya.. 🙂

      • Wah, kepikiran sampai sana ya Ciput. Sosiolog sejati. Sociological Imagination ya..hahhaa

  13. Posted by Sekti Hastuti Ahyari on August 3, 2011 at 11:48 AM

    Subhanallah…cerita nyata yang nyata beda.
    artinya hari gini di perkotaan ada masjid tanpa penghuni / diliburkan, kau hebat Ad bisa bertahan sabar utk tdk meninggalkan masjid pajangan (maaf)
    mga setelah Ramadhan ini masjid jadi lebih ramai dan berfungsi sebagaimana mestina amin. ini tugasmu untuk menghidupkan masjid itu, berangkatlah awal-an dan adzanlah dengan suara merdu kamu untuk menggugah hati saudara kita semuslim di lingkunganmu!!!!!!
    aku terharu
    makasih hadist2 mu menyentuhku, aku akan mengurangi kesibukan untuk lebih sering berjamaah ke masjid, makasih ya?
    tak tunggu kisah berikutnya…
    semoga Allah mengampuni n menerima puasa kita amin

    Reply

  14. Posted by hanun on August 3, 2011 at 1:01 PM

    aneh y, tempt ibadah ad liburny hehe..jd inget masjid dkt rmh, tiap slesai solat jamaah dkunci, gt aj jamaahny ngeluh, ini libur. Tulisan ttg berbagi ini jg mngingatkn sy saat nymar jd org miskin,sy mlh dberi sdekah sm pengemis hehe..psiko-ny sgt inferior.

    Reply

  15. Ad, lucu banget segh ceritamu… Gw kebayang muka loe yang 2 kali di skak mat sama si big boss itu… pasti planga plongo gaya Adul… hiihii…(^_^)

    Eh, kapan-kapan poto sama bigboss yah, bagi-bagi gambarnya….

    Reply

  16. kalo gitu sekalian angpau buat dek Nares! wkwkwkw yang banyak!

    Reply

  17. “lalu aku pakai kaos “Superboy” yang lucu”………….. catet…

    Reply

Leave a comment

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story