Adik Untuk Afiqah

Hari Kamis, 26 Mei 2016, saya baru saja pulang dari roadshow sebagai Ketua Ikatan Alumni Rumah Kepemimpinan (IA RK) sekaligus melaksanakan riset MONEV (Monitoring dan Evaluasi) ke Alumni RK Jogjakarta dan Surabaya. Saya pergi sejak hari Minggu, dan baru tiba kembali setelah berpisah dengan Afiqah selama 4 hari 4 malam.

Sesampainya di bandara Halim Perdanakusuma, saya naik Grabcar menuju Batutis Al-Ilmi di Pekayon-Bekasi. Saya sudah rindu sekali rasanya bertemu buah hati nan ceriwis, Afiqah Humayra Umarat.

IMG-20160528-WA0003

Sesampainya di Batutis, saya mengendap-endap, mengintip dimana Afiqah berada. Lalu saya berdiri seperti patung di pojokan sekolahnya. Saya mengamati, Afiqah sedang mengambil air minum bersama tantenya, Amirinnisa. Oh ya, si tante kebetulan sedang belajar dan mendalami ilmu Metode Sentra di Batutis. Praktis, hampir seluruh keluarga kami ingin terjun mendalami ilmu pembangunan karakter anak usia dini ini.

Dalam beberapa detik, Afiqah sadar, ada orang yang mengamatinya dari jauh. Mata ketemu mata, ia pun kaget, dan langsung melonjak girang-gembira. Ia langsung berlari ke arah saya, “Ayaaaaaah…….”

Afiqah memeluk erat tubuh saya, dalam dekapan penuh makna. Ada rasa kangen yang membuncah, yang kemudian pecah, ditutup dengan senyuman yang sumringah.

“Kirain Afiqah siapa tadi….eh tahunya Ayah datang….” Ia lalu memperagakan ulang kekagetannya melihat ayahnya ketika sedang asyik mengambil minum dari galon di pojokan sekolah. “Tadi Afiqah kan lagi di sini…..lalu ayah….bla bla bla…” sambil ia reka ulang.

Apa yang saya rasakan saat itu adalah sebuah kenikmatan luar biasa. Klasik. Seorang ayah pulang dari sebuah perjalanan, ia kangen anaknya, dan anaknya juga kangen, lalu terjadilah peluk-pelukan ala India-Indiaan. Sedikit bumbu drama, tapi saya menyadari bahwa itu adalah my very precious moment sebagai ayah. Saya senang, bahagia, bangga, pulang disambut anak saya dengan kondisi ia sudah menanti-nanti sebelumnya. Saya merasa menjadi ayah yang dirindukan, bukan ayah yang menyeramkan.

Dalam sebuah seminar parenting yang disampaikan oleh Ustadz Arifin Jayadiningrat beberapa tahun lalu, beliau menyampaikan tips parenting, bahwa untuk mengetes apakah anak kita dekat dengan kita, coba lihat dan amati, apakah anak kita berteriak girang ketika kita pulang kerja, atau malah ia memperlihatkan gelagat ketakutan dengan “kabur” atau masuk kamar, menghindar bertemu dengan kita. Apakah ketika kita datang, senyum bahagia, gelak tawanya tetap tersungging di mulutnya, atau suasana berubah jadi tegang benderang dan penuh hening? Alhamdulillah, saya dan istri bersepakat untuk menciptakan suasana bahagia, ceria, penuh canda tawa di rumah. Tidak ada ketegangan. Anak harus bahagia bertemu saya. Bertemu ayah artinya akan bertemu kesempatan main penuh makna bersama. Itu strategi kampanye yang kami atur buat Afiqah. Alhamdulillah, so far berhasil. Saya ingin kebahagiaan ini tetap berlangsung hingga kapanpun.

Karena belum shalat, akhirnya saya memutuskan untuk berwudhu, dan numpang shalat di Sekolah Batutis. Begitu mau shalat, Afiqah berkomentar, “Yah, ayah shalatnya sendiri, dapat pahala satu donk?” Hah? Benar juga nih perkataan anak kecil. “Ayo makanya, Afiqah ikut shalat sama ayah ya?” rayu saya padanya.

“Kalau jemaah, dapat pahalanya berapa?” selidik Afiqah. Sebenarnya ia sudah tahu, tapi pengen ngetest ayahnya. “Oh, kalau berjemaah, pahalanya 27 kali.”

“Kalau jemaah, Allah bilang apa?” tanya lagi. “Oh, kalau shalat jemaah, Allah bilang, nah….ini shalat jemaah, dapat 27 kali pahala…”

Sepertinya ada materi pijakan dari sekolah yang menempel di kepalanya, hingga ia ingin mengulang-ulang hal ini, terkait pahala shalat berjemaah.

Afiqah akhirnya ambl wudhu juga. Seperti biasa, anak kecil ini tidak mau dibantu. Ia terbiasa dididik di sekolahnya untuk mandiri. Meski percikan air itu membasahi beberapa bagian bajunya, tak apa. Ia butuh diberi kepercayaan dan kesempatan untuk berwudhu sendiri. Ia berkuasa atas dirinya sendiri. Saya percaya itu.

Selesai wudhu, kami pun shalat berjemaah, setelah menggelar sajadah yang dibagi satu berdua. Saya shalat, Afiqah ada di samping. Tak sampai beberapa rakaat, ia sudah kabur main ke tempat lain. Akhirnya saya tetap lanjut shalat sendiri. Ternyata, ia belum bisa fokus saat itu. Tak apa. Tadi shalat Zuhur di sekolah, pasti ia sudah shalat berjemaah juga, pikir saya. Tapi, begitu shalat hendak berakhir di rakaat empat, Afiqah muncul lagi. Selesai salam, Afiqah turut serta berdoa. Bahkan, ia meminta saya untuk berdoa khusus agar segera diberikan adik, “Ayo ayah minta adik, doa sama Allah…” Di dalam hati saya tersenyum, kenapa ini Afiqah? Selesai saya berdoa, giliran Afiqah berdoa dalam lafal yang terdengar jelas oleh saya. Setelah mendoakan kedua orangtuanya dalam bahasa Arab, lalu ia terjemahkan ke bahasa Indonesia. Rasanya saat itu, mendengar kefasihan doanya, melihat kepolosannya sebagai anak kecil, jadi gemeeeeessss banget. Terlebih doanya ditutup dengan doa minta diberikan adik. “Ya Allah, berikanlah Afiqah adik yang pintar, yang nurut…..Amin…”

Dari belakang saya hanya senyum-senyum saja. Anak kecil ini, benar-benar deh.

Pun ketika shalat Ashar tiba dan saya selesai shalat, Afiqah mengingatkan kembali perihal doa minta adik ini. What? Ini sudah jadi rutinitas setiap selesai shalat jadinya. Afiqah sudah ada di level pengen banget nget nget punya adik.

Tidak cukup Ashar, saat kami shalat jemaah di waktu Maghrib, selesai pulang dari Batutis, lagi-lagi Afiqah meminta saya berdoa tentang minta adik. Lengkap sudah. “Teror dilancarkan di semua shalat fardhu”. Segitu persistence-nya Afiqah ingin punya adik. Mungkin ini saatnya kami tancap gas lagi untuk berikhtiar menghadirkan adik bagi Afiqah. Kami lihat, beberapa kolega dan sahabat kami sudah ngebut nambah anak jadi 2, 3, 4. Rasanya kok seru juga ya punya banyak anak. Hidup keluarganya pasti lebih dinamis. Bayangkan, ada 2, 3, 4 krucil yang mengerumuni Anda, saat Anda pulang bekerja. Rasanya pasti lebih maknyus dan makjleb daripada hanya satu krucil saja. Nambah anak lagi, akan menaikkan level hidup jauh lebih tinggi, karena tantangan dan keseruannya akan sangat berbeda.

Bismillah, jika Allah berkenan, kami ingin memberikan Afiqah seorang adik, lewat proyek besar berhastag #AdikUntukAfiqah. 😉

Doakan proyek besar kami sukses ya, kawan-kawan…..

4 responses to this post.

  1. Aamiin. Semoga dedek Afiqah dikasih adik yang pintar dan nurut yaa sama Allah 🙂

    Reply

  2. Posted by eyank zexty on May 28, 2016 at 8:02 AM

    waaah…jadi ngiri aku membacanya, gak sabar pengin ketemu dan bercanda dengannya, aku bisa bayangkan dia pasti cerdas seperti Ayahnya, sudah ada tanda-tanda keajaiban dari tutur katanya hehehe….semoga jadi anak sholehah yg kuat dan banyak membawa berkah. kudoakan juga, semoga Atiqoh segera mendapatkan adik yang sehat dan cerdas pula, aaamiiiin. miss you family…. 🙂

    Reply

Leave a comment

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story