Republik Calo (Lapis Legit)!

“Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan!”

Itu pesan yang sering disampaikan ayahku pada anak-anaknya. Sepintas, mungkin frase di atas terdengar seperti permainan kata-kata yang dibolak-balik saja. Namun, kalau dicermati mendalam, pesannya penuh makna.

Aku harus akui bahwa mempraktekkan prinsip di atas sangat sulit. Banyak godaan, banyak tantangan. Meskipun demikian, yang namanya prinsip harus tetap dipegang teguh. Hidup membuat kita harus berani memilih dalam bertindak.

Ketika nonton film Kita vs Korupsi, aku tersenyum getir. Terutama saat film pendek “Aku Padamu” garapan sutradara Lasja F. Susatyo. Film pendek yang menceritakan tentang peluang sogok-menyogok di Kantor Urusan Agama itu, membuatku teringat tentang fase hidup pascanikah akhir 2011 lalu. Kalau di film itu cerita tentang sebelum nikah antara Vano (Nicholas Saputra) dan Laras (Revalina S Termat), maka aku teringat dilema yang mungkin (akan) dihadapi hampir semua pasangan yang baru menikah. Apa itu? Tetap lanjut baca sampai habis tulisan ini ya.

Pindah Kartu Keluarga & Kartu Tanda Penduduk

Ini cerita pengalamanku menerapkan prinsip “Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan!”, plus tantangannya.

Aku menikah bulan Desember 2011 lalu. KTP-ku saat nikah adalah KTP Riau. Sementara istriku ber-KTP Gresik. Setelah menikah di Gresik–karena aku tak sempat pulang ke Riau–maka perpindahan Kartu Keluarga (KK) & KTP aku pending dulu. Rencananya, perpindahan KK & KTP baru aku lakukan kalau sudah fix dapat rumah. Akhirnya aku beli rumah di Cibubur bulan Mei 2012.

Walhasil, aku pun mengurus surat kepindahan Kartu Keluarga & KTP. Nah, di sinilah masalah mulai muncul. Aku pekerja di industri broadcasting, yang liburnya sangat ketat. Biasanya lebaran pun masuk kerja. Cuti hanya akan aku save buat kelahiran anakku nanti. Intinya, aku tak punya cukup waktu untuk urus kepindahan KK dan KTP baru.

Godaan mulai muncul. Ada tawaran dari rekan sejawat untuk bikin “KK & KTP tembak” saja di Depok. Harganya sekitar Rp 600.000-Rp 700.000. Itu sudah termasuk Kartu Keluarga & KTP Suami-Istri. Murah sekali, menurutku. Dibandingkan jika aku harus pulang ke Duri-Riau, bawa istri pula. Tiket pesawat Jakarta-Pekanbaru PP bisa habis Rp 1,8 juta untuk 2 orang. Ditambah ongkos travel Pekanbaru-Duri, dan biaya lainnya.

Belum lagi urusan nanti di tingkat RT, RW, Kelurahan, Kantor Polisi, dan seterusnya. Kebayanglah ribetnya mengurus surat pindah KK & KTP. Mengurus surat kepindahan juga membutuhkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Mau tak mau, yang bersangkutan harus hadir karena ada sidik jari segala. Aturan ribet yang harus diitaati.

Digoyang Godaan

Mulailah prinsip “Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan!” digoyang. Aku ada di persimpangan jalan untuk memilih. Kalau ikut prosedur, harusnya datang ke Riau, dengan biaya besar dan makan waktu cuti. Kalau mau cepat, hemat, murah, “nembak” saja di Depok atau Cibubur. Bisa gunakan jasa petugas RT, RW, atau kelurahan.

Pilihan harus diambil. Setelah diskusi dengan istri, akhirnya aku putuskan, tetap mengambil jalur resmi dengan mengurus sendiri ke Duri-Riau. Oke, aku akan ikuti prosedur resmi. Aku masih memakai prinsip “Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan!”

Konsekuensinya adalah kami harus beli tiket pesawat Jakarta-Pekanbaru PP untuk 2 orang. Istriku sedang hamil 6 bulan. Tidak tega rasanya kalau harus ditinggal sendirian di Jakarta. Maka, harus dibawa serta. Uang Rp Rp 1.823.600 pun berubah jadi tiket pesawat. Uang segitu memang lumayan besar. Apalagi untuk pasangan muda yang sedang renovasi rumah.

Kalau mengacu pada istilah Max Weber tentang jenis rasionalitas dalam social action, maka dari segi hitung-hitungan rasionalitas instrumental, aku tergolong rugi mengeluarkan uang segitu. Tapi dari sisi rasionalitas nilai (value), uang segitu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan prinsip yang tetap dipertahankan. Agar hati legowo, uang segitu aku anggap sebagai upaya berbakti untuk silaturrahim ke orangtuaku. Kebetulan istriku belum pernah ke Duri-Riau sebelumnya. So, uang Rp 1,8 juta itu diabaikan dari kalkulasi biaya pengurusan KK & KTP baru.

Aku sampai di Duri 26 Jul 2012, hari Kamis jam 16.00. Kantor Polisi untuk bikin SKCK sudah tutup. Okelah. Besok hari Jumat pagi saja diurus sekaligus, antara surat pindah di Kelurahan dan SCKC di Polsek.

Niatku untuk menempuh jalur resmi untuk pindah KK & KTP, awalnya masih pakai nalar (otak) normal: Jalur resmi, biaya tak seberapa mahal, karena dilayani aparat kelurahan dan kecamatan yang penuh dedikasi dan bertanggungjawab.

Calo “Lapis Legit”

Sampai keesokan harinya aku mulai melihat kejanggalan. Ada perdebatan antara ayah dan ibuku. Menurut ayah, urus SKCK tak harus ada surat dari kelurahan. Tapi ibuku yang sudah pernah menanyakan ke kantor kelurahan, kata pegawainya harus ada surat pengantar untuk bikin SKCK di Polsek. Ayahku berpedoman pada pengalaman adekku sebelumnya yang pernah bikin SKCK tanpa surat pengantar dari kelurahan. Yang mana yang benar? Entahlah. Keanehan pertama aku tangkap dan aku catat.

 Aku pergi dengan ibu ke kantor kelurahan pagi hari. Kebetulan ibu mau ke pasar dan jalannya searah. Aku masuk kantor kelurahan yang pegawainya belum komplet hadir, dan di pojok ruangan ada seorang bapak sedang asyik mengetik surat dengan mesin tik.

Aku dilayani seorang pegawai kelurahan bernama Yana. Usianya mungkin sekitar 30-an. Berjilbab, dengan bibir diberi gincu. Aku tak terlalu jelas melihat warna gincunya apa.

Percakapan dimulai. Semua syarat-syarat untuk pindah sudah aku bawa: Pas Foto 3×4 & 4×6 beberapa lembar, Kartu Keluarga Asli, KTP Asli, surat pengantar dari Pak RT & RW (optional). Tentu saja, uang juga harus disiapkan. Tapi karena tidak diminta di awal, aku diam-diam saja. Toh, suratnya baru akan diketik dulu oleh Ses Yana.

Mulailah hal yang tidak kusuka. “Ini mas mau urus sendiri atau minta dibantu uruskan?,” ujar Ses Yana. “Ah, udah mulai ga enak nih,” pikirku dalam hati. Bukankah dengan mengikuti prosedur, sudah menjadi tanggung jawab dia untuk mengurus surat tersebut? Bukankah ia digaji pemerintah untuk itu? Ternyata setelah aku telisik sedikit, maksud dari “urus sendiri” adalah aku urus ke Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten langsung mendatangi sendiri. Adapun maksud “dibantu” adalah dibantu menguruskan ke Kecamatan dan Kabupaten. Praktek calo berkedok “dibantu” ini membuat aku mulai muak. Jauh-jauh datang dari Jakarta ke Duri-Riau, mengurus sesuai prosedur, eh malah begini nasibnya.

Sudah sejak lama Duri ingin jadi kabupaten sendiri, pisah dari Bengkalis. Namun agaknya hal itu banyak mendapatkan hambatan. Maklum, jika Duri lepas, sumber pendapatan utama daerah Bengkalis dari minyak mentah akan lenyap signifikan. Bengkalis bukan daerah kaya minyak. Maka, karut-marut tarik-menarik deal politik pun makin tidak jelas. Elit-elit politik berusaha menghambat “kemerdekaan” Duri sebagai kabupaten. Ini sumber bencana. Duri dengan perekenomian yang cukup menggeliat, malah jadi terkungkung. Ketergantungan untuk mengurus berbagai surat izin ke Bengkalis memang sangat tidak efektif dan tidak efisien. Sejak 2008 sudah sering ada demonstrasi dari masyarakat Duri yang sudah gerah selalu berada di ketiak Bengkalis. Tapi, tetap tak ada progres.

Ses Yana menjanjikan suratnya akan jadi sebelum jumatan. Okelah. Sementara ibuku memastikan ketikan Yana benar, aku pamit ke ibuku untuk berangkat ke Polsek guna membuat SKCK. Belakangan aku ketahui, Ses Yana salah tulis namaku. Terpaksa diketik ulang. Untung ada ibuku yang teliti mengawasi Ses Yana. Setelah namaku diketik dengan benar, ibuku pergi ke pasar dengan tenang. Ses Yana akan minta tanda tangan Pak Lurah sebelum jumatan, katanya.

Ternyata, dengan semena-mena ketika ibuku menelpon Yana sebelum jumatan, ia mengaku lupa meminta tanda tangan Pak Lurah. Sementara Pak Lurah sulit dicari karena ikut rapat di kantor kecamatan. Ibuku langsung bilang, anaknya hanya sebentar di Duri dan harus balik ke Jakarta. Barulah Yana buru-buru menjanjikan ulang, bahwa hari itu pasti jadi. Setelah jumatan ia akan minta tanda tangan Pak Lurah.

Sementara itu, aku yang sedang berada di Polsek masih meraba-raba situasi. Dimana kira-kira loket pengurusan SKCK untuk pindah domisili? FYI, ada 2 macam jenis SKCK: untuk pindah domisili dan test jadi CPNS. Cukup terkejut juga, kenapa dibeda-bedain? Parahnya lagi, aku ketahui dari petugas dan tertempel di dinding loket Polsek, bahwa untuk SKCK test CPNS harus yang bersangkutan langsung mengurus ke Bengkalis, ibukota Kabupatennya. Alamak! Aku kasihan sama anak muda kota Duri. Segitu susahnya hidup di sana kalau mau jadi CPNS harus ke Bengkalis dulu via Dumai (jarak tempuh 1 jam), naik kapal (jarak tempuh 2 jam). Itu pun hanya di jam-jam tertentu ada kapalnya. Mau nginap dimana di Bengkalis? Hotel? Yakin ada hotel yang bagus? Adakah pula jaminan aparat di sana melayani dengan cepat dalam sehari? Jangan-jangan sama dengan yang di Duri ini? Ah, serba ribet dan bikin pusing. Pikiranku mengawang. Hidup kok terasa jadi lebih ribet dengan adanya birokrasi? Bukankah guna dan fungsi birokrasi itu harusnya membuat hidup jadi mudah? Kalau bisa pakai online saja, kenapa harus ke Bengkalis, sih?

Di Polsek, ada “jebakan batman” secara sistematis, halus, dan tidak disadari. Pengaju SKCK harus bayar Rp 30.000 untuk foto, formulir, dan map resmi. Kalau urusan foto, ada modus tidak memberitahu calon pelanggan bahwa foto bisa dibawa dari rumah saja, dan tidak perlu (tidak wajib) foto di tempat yang berlatar tulisan “Polda Riau”. Tentu akan lebih hemat kalau Anda sudah print atau cetak foto dari rumah. Di sinilah letak “jebakan batman” nya. Calon pelanggan yang cupu, tidak tahu apa-apa, langsung dimasukkan ke sistem bayar Rp 30rb. Formulir berupa kertas beberapa lembar, berapa sih harganya? Harga Rp 30.000 rasanya tak layak. Lalu ada juga biaya mengetik form selembar sebesar Rp 5.000. Pungli yang sistematis dan halus. Bukankah itu sudah tugas aparat? Kenapa pula aparat cari untung dengan menaikkan harga/ ongkos fotokopi, cetak foto, dll?

Padahal sejatinya hanya bayar Rp 10 ribu aja. Ada bukti foto peraturan tertulisnya dipajang besar-besar di kantor tersebut.

Peraturan Pemerintah (SKCK hanya Rp 10rb)

Peraturan Pemerintah                     (SKCK hanya Rp 10rb)

Tempat Cap Jari

Tempat Cap Jari

Tempat Timbang Badan & Tinggi

Tempat Timbang Badan & Tinggi

Setelah dari kantor polisi, aku lalu ke kantor kecamatan Mandau. Rencananya mau mengetahui medannya dulu, dimana letak kantor yang mengurus KK & KTP. Begitu masuk gedung utama, eh karena ketahuan sedang mencari sesuatu, disapa oleh seseorang berpakaian dinas pegawai kecamatan. “Bisa dibantu?,” sapanya ramah.

Aku awalnya menghindar dan lebih memilih mencaritahu dimana ruangan untuk mengurus KK & KTP pindahan. Akhirnya setelah dikasih tahu, aku pun ditakut-takuti. Katanya, mengurus di sana antrinya banyak, ramai. Selain itu, lama pula prosesnya. Setelah aku tanya lebih jauh, dijawab bisa 3 bulan.

Setelah itu barulah ia menampakkan batang hidung yang sebenarnya sebagai CALO!

“Nah, ini dia CALO KEDUA, CALO LAPIS LEGIT!” pikirku.

Dia mengatakan si yang bersangkutan (pengaju surat pindah) bisa bayar Rp 400 rb, lalu nanti bisa jadi dua minggu dan langsung dikirim via JNE, katanya. Sudah banyak yang memakai jasanya. Pikirku, mahal juga ya mengurus yang beginian. Aku tak begitu saja percaya. Bisa jadi dia ngibul. Aku pamit pergi melihat langsung ke ruangan yang diberitahunya tadi. Sebelum berpisah, dia minta aku menyimpan nomornya. Aku keluarkan hape, lalu catat nomor. Lumayan untuk mengumpulkan database biaya antar calo. Yang penting, calo lapis legit kedua sudah ditemukan.

Setelah aku dan istriku sampai di ruang pengurusan perpindahan KK & KTP, kami kaget. Ruangannya benar-benar penuh sesak. Pelayan sedikit. Sudah banyak yang pergi siap-siap ke masjid. Suasananya sangat tidak kondusif untuk ibu hamil. Bikin pusing. Seperti antri minyak tanah yang kebetulan sering langka juga di Duri (padahal Duri salah satu kota penghasil minyak terbesar di Riau lho? Ironi bukan?).

Kepalaku mulai pusing. Aku memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Kasihan istriku. Ikutan mumet melihat proses serba ribet ini.

Memang luar biasa kalau kita membahas urusan birokrasi. Adagium yang mengatakan, kalau bisa sulit, kenapa dipermudah? Kalau bisa panjang, kenapa musti diperpendek” benar-benar terasa.

Maka dari itu. Aku salut kepada pimpinan daerah yang bisa bikin KTP dan KK sehari saja. Hebat. Ia bisa mengurangi peluang dosa seseorang untuk jadi calo, pengambil keuntungan, menjadi penipu, memakan uang haram. Jokowi, Gubernur baru DKI, pernah sukses di Solo menerapkan sistem pembuatan KK & KTP hanya sehari. Ajaib!

Orang-orang di Riau harus belajar ke Jokowi. Tidak ada yang sulit, jika memang ingin memperbaiki sistem yang tak efektif dalam hal perizinan. Masalahnya adalah apakah ada itikad baik dari pemda untuk membuat sistemnya efektif dan efisien? Atau sistem tunda-tunda dan berlama-lama itu memang sengaja dijaga karena memang dianggap ada peluang bisnis di balik itu? Entahlah. Pikiran negatif mulai menyerang otakku. Bagiku, pentingnya arti sebuah leadership itu dalam jiwa seorang pemimpin adalah ia bisa baca masalah lalu bisa mencari solusi atas permasalahan itu dengan cara penyelesaian yang simple dan inovatif. Kalau Anda kelak jadi pemimpin, bikinlah terobosan. Terobosanlah yang menjadikan pembeda Anda sebagai pemimpin benaran, atau hanya sekadar pemimpin gadungan.

Fakta lain yang menarik aku temukan saat membuat SKCK di Polsek, bahwa TIDAK DIPERLUKAN SURAT REKOMENDASI KELURAHAN! Ini sangat berbeda dari keterangan aparat kelurahan tadi pagi yang menyebutkan harus ada surat rekomendasi agar bisa diproses di Polsek. Ternyata, yang diincar dari sana adalah uang. Menerbitkan 1 lembar surat rekomendasi itu harganya Rp 20.000. Lumayan kan kalau dikalikan ratusan orang? Di lanjutan cerita ini nanti aku bikin aparat kelurahan itu malu dan menarik surat rekomendasi yang ia paksakan tadi karena sudah terbukti tak dibutuhkan sama sekali.

Surat Pengantar SKCK Kelurahan

Surat Pengantar SKCK Kelurahan

Aku pulang shalat Jumat di dekat rumah. Sekitar jam 13.30, aku sudah hadir di Polsek. Proses pembuatan SKCK hampir rampung. Jam 14.00 sudah jadi. Sebelum pulang, aku bertemu Lia. Ia tetanggaku dulu saat masih SD. Lia menyapaku. Ia sedang mengurus SKCK untuk jadi PNS. Lia adalah seorang anak polisi. Ia datang bersama temannya. Lalu temannya itu menyodorkan pas foto yang dibutuhkan untuk membuat SKCK. Nah, benar kan? Ternyata pas foto tak harus bikin di tempat dan ditembak Rp 30.000 sepertiku. Ah, sial. Ternyata banyak juga orang terjebak “jebakan batman” sepertiku. Kalau tak tahu, ya begitulah. Sistem jebakannya halus sekali. Yang plengak-plengok pasti  “dilumat”!

Contoh Formulir SKCK

Contoh Formulir SKCK

Ruang Foto (Tak Wajib)

Ruang Foto (Tak Wajib)

Setelah sempat mengabadikan beberapa foto yang bisa dijadikan bukti untuk bahan blog, aku berambus ke kantor kelurahan. Aku hadapi Ses Yana dengan santai. Kali ini dia bicara masalah uang. Karena aku tak bisa mengurus sendiri ke Bengkalis, maka menurut terminologi dia, aku minta dibantu. Nah, ada harga untuk sebuah bantuan. Totalnya, sekitar Rp 250 rb. Termasuk di dalamnya uang surat pengantar SKCK yang ke Polsek. Aku protes. Tadi pagi aku urus SKCK tanpa surat pengantar itu, bisa kok. Ada seorang bapak di sebelahku mendukung pendapatku. Nah, malu lah tuh si Ses Yana selaku aparat kelurahan, ketahuan mengadakan biaya yang harusnya tidak ada. Kesannya memang mencari uang masuk kantong banget. Akhirnya, karena sudah kadung malu, ia tak menghitung surat rekomendasi. Jadi dikurangi Rp 20 rb. Sebenarnya cukup surprise juga. Sebuah surat rekomendasi yang ditandatangani pak lurah harganya segitu? Dimana letak kerjanya aparat kelurahan? Semua serba bayar? Bukankah mereka digaji? Masih kurangkah gaji mereka? Aku hanya geleng-geleng kepala.

Nah, begitu aku keluarkan duit dari dompet, Yana celetuk, “Ya kalau bisa lebih lah (bayarnya), untuk urus ke kecamatan aja udah habis Rp 50 ribu.”

Aku hanya tersenyum kecut. Inilah fenomena “Calo lapis legit”. Aku sudah berupaya sekeras mungkin untuk ikut jalur resmi. Tapi ternyata, karena keterbatasan waktu dan harus segera pulang ke Jakarta lagi, mau tak mau harus ambil pilihan. Kalau di kecamatan tadi, ada calo pegawainya juga dengan harga lebih mahal. Ada lagi dari kelurahan dengan harga yang lebih murah, namun letaknya lebih dekat. Jadi bisa sewaktu-waktu dipantau. Akhirnya terpaksa memilih pakai jalur di kelurahan. Seharusnya tak aku lakukan. Tapi tak punya pilihan lain. Cutiku terbatas, waktu terbatas, tenaga terbatas. Harus datang sendiri ke Bengkalis, tak mungkin. Dari Duri ke Dumai, 1,5 jam. Nyeberang kapal dulu 2 jam ke Bengkalis. Harus nginap. Panjang sekali. Di sinilah aku lihat sistem dan jalur birokrasi telah memaksa orang untuk berpikir secara logik harus bayar calo. Jalur yang salah, yang terus dipupuk, karena banyak orang yang cari makan dari sana. Kecewa. Geram. Marah. Tapi tak kuasa. Tak punya pilihan lain.

Aku keluarkan uang Rp 250.000. Tak apa aku lebihkan uangnya dari harga seharusnya yang Rp 230 ribu. Uang Rp 20 ribu lagi adalah harga untuk membeli harga diri si calo berbaju resmi kelurahan itu. Asal dia ndak malu dihargai segitu, ya ndak apa-apa. Sebagai blogger, aku ingin merasakan sensasi melihat senyum puas calo menerima duit.

Yana janji surat akan selesai dalam waktu seminggu. Okelah. Aku percaya saja. Kalau ndak selesai seperti janjimu, aku ganyang ke kantor kau!

Krik Krik Krik, Surat Tak Kunjung Datang

Maksud hati mengurus surat pindah KK & KTP saat ramadan, agar sebelum lebaran, sudah bisa jadi warga Cibubur. Bersamaan dengan renovasi rumah yang akan dimulai juga. Jadi, enak nanti urus perizinan renovasi segala macam, bisa sekalian.

Surat pindah itu baru diserahkan Ses Yana tepat sebulan sejak diajukan. Bayangkan. Surat itu diajukan 27 Juli 2012. Lalu ditandatangani di Bengkalis tgl 8 Agustus 2012, dan baru aku terima di Jakarta tgl 1 September 2012. Butuh waktu lebih dari sebulan nyangkut entah dimana. Alasan Ses Yana dia sedang ada di Pekanbaru, lebaran, dan bla bla bla. Janji manisnya sih seminggu sudah kelar. Memang benar sih. Seminggu sudah kelar. Lha wong di tanda tangan Bengkalis tgl 8 Agustus? Artinya, masalah malasnya ada di Yana. Geram sangat. Aku terlanjur bayar dia Rp 250.000. Itu pun dia masih minta dilebihkan.

Logika sehatnya, biaya kalau taat hukum (ikut prosedur) lebih murah dan simple, ternyata salah. Lewat jalur resmi, ya lebih sulit, mahal, lama, dan yang paling bikin tak tahan adalah pelayanannya yang menyebalkan! Ternyata, calo itu di birokrasi pemerintahan memang selalu ada dan sulit diberantas. Calo di birokrasi saat bikin perpindahan KK & KTP sangat berlapis seperti lapis legit. Di tiap lapisan ada. Parahnya lagi, calo itu tak selamanya menolong. Bisa jadi janji manisnya hanya janji palsu, seperti Ses Yana. Jadi, kita selaku warga dibuat dalam posisi serba salah.

Karena surat pindah KK & KTP itu hanya berlaku 30 hari sejak diterbitkan, maka mau tak mau aku harus segera urus di Kelurahan di Cibubur. Karena tak mau ambil resiko, terpaksa ambil cuti lagi sehari dari kantor. Akhirnya ke Cibubur, datangi Kelurahan di dekat rumah baru.

Aku dan istri bertemu dengan petugas kelurahan yang ternyata masih satu area dengan rumah SBY (kecamatan). Ternyata daerah sana belum diakui sebagai kelurahan, tapi masih disebut Desa. Aparatnya belum diangkat jadi PNS. Aku ketemu pak Mija namanya. Ia mengaku terang-terangan di awal bahwa semua aparat di sana belum diangkat jadi PNS. Honorer semua karena statusnya Desa, bukan Kelurahan.

Konsekuensinya, penghasilan utama mereka dari jasa mengurus KTP, KK, Surat Tanah, dan lain-lain. Aku lebih senang begitu. Terus terang ngomong di awal, bukan pakai bahasa halus tidak jelas, dan ternyata ujung-ujungnya minta uang lebih seperti Yana di Duri tadi. Pak Mija mengatakan biaya pengurusan KK & KTP pindahan Rp 150.000. Uang Rp 50 ribu untuk urus di Kecamatan, Rp 50 ribu untuk di Kabupaten, dan Rp 50 ribu untuk dirinya. Oke, tak apa-apalah. Aku berikan uang Rp 150 rb seperti yang diminta pak Mija. Jadi, total pengeluaranku untuk urus perpindahan KK & KTP untuk 1 orang saja = Surat Pindah (250.000) + SKCK (45.000) + Pembuatan KK & KTP (150.000), totalnya Rp 445.000.

Sekian cerita tentang pembuatan KK & KTP. Aku masih nunggu pembuatan surat pindah istriku dari Gresik, dan sekalian mengurus akta kelahiran anak pertamaku. Perjuangan belum berakhir. Semoga bisa lepas dari calo lapis legit yang ada dimana-mana. Anda punya pengalaman serupa bertemu calo untuk urus surat-surat tertentu? Yuk sharing cerita. Semoga dengan ditayangkan di blog ini, Anda jadi tahu bagaimana trik-trik calo ngasih kode minta uang, menagkisnya, dan kalau bisa merubah habit negatif sistem yang bobrok ini.

Melihat fakta tentang calo, aku tak merasa heran. Di negara ini, hampir semua institusi selalu ada yang namanya korupsi. Termasuk di birokrasi. Semua calo bergentayangan dari level bawah hingga atas. Kalau kita dengar di Polisi ada Mafia Kasus, atau di DPR kita dengar istilah Mafia Anggaran, maka di tingkat kelurahan atau RT-RW pun sebenarnya kita secara sadar maupun tidak sadar, sudah dilibatkan dalam hal kongkalikong untuk menyuburkan dunia percaloan. Tak heran, negara ini jadi Republik Calo! Semua dicalokan. Calonya lapis legit. Kalau kue lapis legit sih enak rasanya. Tapi kalau calo “lapis legit”, nah ini yang bikin kita tongpes (kantong kempes), dan meringis. Tiket konser, tiket nonton bola, tiket angkutan lebaran, urus KTP, KK, SIM, STNK, Surat Tanah, Surat Nikah, hingga ada juga calo anggaran di gedung dewan yang terhormat.

Bahkan, anggota DPR Benny K Harman pun mengakui bahwa negara ini banyak calo, korupsi, dan sejenisnya. Ia menerbitkan buku “Negeri Mafia Republik Koruptor”. Bayangkan. Seorang anggota Dewan yang terhormat saja mengakui negara ini diselimuti praktek korup. Dia pun mungkin tak berdaya membenahinya. Desperado-kah ia?

Solusi

Aku menyadari betul bahwa tindakan tetap membayar pada kasus surat perpindahan KK & KTP di Duri adalah salah. Namun, aku juga sadar, ini adalah ikhtiar terakhir yang bisa aku tempuh setelah mempertahankan prinsip “Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan”. Aku tak ada pilihan lain. Mentok. Akses informasi tentang mana jalur resmi, mana jalur non-resmi, tidak tersedia. Semua serba sumir. Tidak ada transparansi dari pemda setempat. Kita sebagai rakyat telah menjadi korban dari kebobrokan sistem yang dibangun aparat yang tidak becus mengayomi kepentingan masyarakat.

Untuk itu, ada dua usulan dariku sebagai solusi.

Pertama, kita harus dukung pemberdayaan para blogger untuk menjadi citizen journalist yang berpikir kritis dan berani. Blogger se-Indonesia digalang agar mau mengamati dan menuliskan tentang kebobrokan sistem percaloan di Indonesia. Siapa saja boleh cerita terbuka, kapanpun, dimanapun ia melihat kejanggalan sistem pemerintahan maupun swasta. Keberanian komunitas blogger untuk berbicara di dunia maya bisa jadi agen penginventarisir masalah-masalah yang ada di tataran akar rumput. Jadi, penyelesaian masalah based on problems.

Selanjutnya, keluhan, kejanggalan, dan ketidakbenaran itu diinventarisir secara terbuka, bisa diakses oleh publik. Sehingga aparat berwenang bisa menyelesaikannya di bawah pengawasan masyarakat langsung. Cara ini akan terasa lebih mudah, karena beban pengawasan dibagi rata ke semua blogger dan masyarakat pada umumnya. LSM tinggal berperan sebagai penghubung/ motivator saja.

Jika kolaborasi citizen journalist dan aparat berwenang ini berjalan, hal ini akan sangat ampuh untuk menekan angka percaloan di Indonesia. Jangan beri ruang buat para calo untuk bergerak leluasa. Jika ada peraturan pemerintah daerah maupun pusat yang memberatkan rakyat, bertele-tele, ribet, kita sebagai warga negara terdidik harus berani stand up , speak up, and fight!

Kedua, dengan adanya film Kita vs Korupsi, ini merupakan pendekatan bentuk baru untuk sosialisasi kultur anti-korupsi di masyarakat. Masyarakat Indonesia sangat tergila-gila dengan tv. Trust me! Sebagai Program TV Analyst di televisi swasta, aku bisa garansi, masyarakat kita sangat mudah terpengaruh dari program tv.

Mengapa SBY mampu merebut hati rakyat Indonesia pada saat “teraniaya” oleh presiden sebelumnya? Mungkin hampir semua orang akan bicara masalah pencitraan. SBY dicitrakan ganteng, gagah, “teraniaya”, dan harus dibela. Mengapa juga Jokowi menang di DKI Jakarta? Unsur pencitraan juga berperan di sini. Jokowi dicitrakan sebagai orang yang humble, apa adanya, kurus sederhana, tidak parlente. Itu sesuai dengan selera masyarakat yang sudah muak dengan pemimpin gaya elitis. Semua kemasan pencitraan itu, disampaikan lewat televisi dan “dimakan” oleh rakyat. Artinya, media yang masih kuat saat ini adalah televisi, di samping social media. Televisi bisa menjangkau seluruh strata sosial masyarakat. Kelas A, B, C, D, E, dengan variasi tingkat pendidikan dan gender yang berbeda. Bedanya, di social media, mungkin masih segmented. Jadi, saya percaya, media televisi masih jadi tools kampanye yang paling efektif.

Sekarang, pertanyaannya, bagaimana cara efektifnya? KPK, LSM, dan institusi yang pro gerakan Indonesia Bersih, harus berani mendekati para petinggi production house, petinggi televisi, dan Komisi Penyiaran Indonesia. Rangsang para production house untuk menyisipkan tayangan dengan benchmark seperti di film Kita vs Korupsi. Dimana, ada pesan moral tentang kampanye anti-korupsi. Ringkasnya, kita harus mampu menyisipkan cerita-cerita gerakan anti-korupsi di dalam scene sinetron, FTV, Sinedrama, dan program-program reality show, atau acara yang sedang booming di tv.

Secara berkala, beri penghargaan bagi pihak yang menyambut baik gerakan ini. Beri awards, umumkan ke publik. Ciptakan pressure halus kepada para pelaku industri broadcasting untuk mau ambil peran dalam kampanye anti korupsi. Cara seperti ini jauh lebih efektif dibandingkan harus kampanye dalam bentuk lain. Cara ini benar-benar sangat pragmatis, tapi bisa tepat sasaran.

Di dalam konten yang akan kita masukkan ke cerita di konten acara tv, harus terkandung nilai-nilai baik dan buruk. Artinya, apa inti dari korupsi, bagaimana ciri-cirinya, bagaimana karakteristiknya, harus mampu diejawantahkan dalam skenario-skenario yang dibangun di sinetron, sinedrama, dan acara tv lainnya. Karakter koruptif, harus dijadikan karakter yang harus “dibunuh”, dibully, dan dijadikan public enemy. Sebaliknya, karakter yang positif, anti-koruptif, bersih, harus juga dikedepankan. Sehingga bisa jadi role model bagi pemirsa tv.

Misalnya di cerita sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series (sinetron paling digemari menurut survey Nielsen Audience Measurement saat ini), pembentukan karakter Haji Muhidin yang suka iri, dengki, senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang, digambarkan secara jelas dalam tiap scene yang dibangun. Pun demikian dengan karakter yang bertolak belakang, yaitu Haji Sulam. Seorang tukang bubur ayam yang hidup bersahaja, apa adanya, tidak neko-neko, baik hati, pemurah.

Ujungnya, masyarakat akan bisa identifikasi sendiri, mana karakter yang dijadikan role model untuk mereka. Apakah Anda akan memilih jadi Bang Sulam yang baik hati? atau Haji Muhidin yang penuh dengki? Kira-kira begitu ilustrasi “intervensi konten” yang bisa mempengaruhi pemirsa televisi menurut versiku. Enaknya, merancang perlawanan anti-korupsi dari tayangan tv adalah kita tak perlu terlalu menggurui. Bisa masuk secara halus, tanpa disadari, tapi bisa terekam di alam bawah sadar pemirsa.

Penutup

Thus, dalam ajaran Islam yang aku yakini, ada sebuah hadist yang kontekstual jika dihubungkan dengan perang anti-korupsi. Begini bunyinya:

“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, jika kamu tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu dan jika kamu tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman (Dikeluarkan oleh Imam Muslim Rahimahullahu)”

Awalnya mungkin hanya akan diam melihat fenomena ini, tapi begitu melihat gerakan Indonesia Bersih, aku merasa terpanggil untuk berbuat lebih dari sekadar diam. Fenomena calo lapis legit ini harus dilawan lewat tulisan.

So, kalau Anda ketemu fenomena calo, korupsi, kolusi, nepotisme, tak ada salahnya ikuti saran Iwan Fals dalam jargon terbarunya di sebuah iklan: “Bongkar, bongkar!!”, persis seperti ikhtiar yang sedang kulakukan sekarang.

“Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan!”

Salam bersih-bersih!

Ingin komunikasi dengan saya? Colek twitter saya di @pukul5pagi

**Tulisan ini memenangi Lomba Blog “Melawan Korupsi, Siapa Takut!”, Kategori Special Mention dari Juri, source: http://www.indonesiabersih.org/info-indonesia-bersih/pemenang-lomba-blog-melawan-korupsi-siapa-takut/

Lomba Blog Siapa Takut Lawan Korupsi!

Lomba Blog Melawan Korupsi, Siapa Takut!

77 responses to this post.

  1. thanks infonya,,,,kebetulan sy mau buat SKCK juga kak 🙂

    -Jupri IC’05

    Reply

    • Hati-hati praktek calo dimana-mana (lapis legit). Biaya normalnya hanya Rp 10rb (rata-rata). Kalau pas photo, siapkan dari rumah saja selengkap mungkin. Hindari calo. Kalau tak ada pilihan, fotoin calonya buat dipajang di blogmu.

      Reply

  2. bro, coba dimasukkan ke republika di rubrik aku muak dengan korupsi.

    Reply

    • Wah, terima kasih. Disebarkan seluas-luasnya ya. Semoga ada manfaatnya, dan menginspirasi orang lain untuk perang melawan calo. Minimal, dari tulisan ini bisa tau titik-titik calo dimana, dan bagaimana tanda-tandanya. Kita harus jeli, harus jadi masyarakat yang kuat. Berani berbicara di saat melihat ketidakberesan di sekitar kita! Salam kompak!

      Reply

  3. Posted by Hamida, IC-Ascova (angkatan 11) on October 30, 2012 at 10:55 PM

    izin share ya kak di fb, must read for my friends! 😀

    Reply

  4. Surantab banget nih panda baby Afiqah…

    Reply

  5. Posted by puyi on October 31, 2012 at 5:08 PM

    Butuh energi yg besar bgt buat cabut sampai keakar2nya ad, ibarat pohon,udah terlanjur dibiarin tumbuh gede

    Reply

    • Kira2 apa ya langkah kecil yg bisa “menyembuhkannya”? (sambil menghela napas panjang)

      Reply

      • Posted by puyi on November 23, 2012 at 10:21 AM

        Langkah2 termudah ya kaya yg aad lakuin, memang dari diri sendiri sama nyebarin virus ke orang2 sekitar kita, plus harus tahan kalo ada ujian/godaan kecil ato besar

      • Rencananya begini: bikin komunitas blogger yg concern dengan aktivitas anti korupsi. Jadi di list apa saja yang sering dicalokan, lalu satu persatu dibedah dan dilaporkan ke institusi terkait. Satu orang, satu tulisan dan berikut bukti fotonya. Kampanye lewat social media. Mungkin bisa jadi efektif untuk menghambat percaloan. Mudah2an sistem yg masih ada celah calonya bisa dibenahi institusi terkait.

  6. Posted by dwi-assalaam 2002- on November 2, 2012 at 7:25 PM

    -Dulu 2010 surat pindah nembak jakarta <<< ga dibolehin suAMi urus sendiri krn bawa2 anak kecil cari alamat RT/RW ktp (yg jg nembak buat beli rumah)selanjutnya pindah KTP KK depok urus sendiri hanya keluar 20rb (buat anak magang di disdukcapil walikota) dan seminggu jadi.
    -bikin SIM C di samsat depok. gagal di tes nyetir, ga bisa bawa shogun, berat. biasa bawa matic. akhirnya nembak juga kena 225rb.
    -bikin pasport No Calo. 4x datang. jd tau prosedur resminya 🙂
    -baru saja urus mutasi kendaraan tangerang ke depok juga nyalo kena 1.5 jt. krn punya bayi tdk bisa urus sendiri + motor keburu dipake buat kerja. ntar mutasi motor satunya mo urus sendiri ke tangerang kalo anak sdh aga besar.

    Reply

    • Susah jg ya hidup di Indonesia. Kalau sistemunya bisa online, tentu orangtua yg msh harus jaga anak bayi bisa tetap ikuti jalur resmi yang cepat dan mudah. “PR” yg sangat banyak buat pemerintah.

      Reply

  7. Posted by rajif on November 18, 2012 at 8:16 PM

    Saya cukup mengenal sosok adlil sebagai pemuda yg cerdas dan lugas. Sudah cukup banyak dia menunjukkan kecerdasannya melalui tulisan2nya dan skrg lewat republik calo ini aad (panggilan adlil) memberikan suatu gambaran, cerita nyata yg lugas namun sarat akan nilai, norma dan pendidikan yg luar biasa bagus. Dalam kondisi kehidupan nyata ini yg jauh dari idealisme, sangat mulia bagi kita yg berkenan saling mengingatkan, salah satunya dari cerita republik calo ini. Sukses selalu bro!

    Reply

  8. Posted by Ershad on November 18, 2012 at 8:47 PM

    mantab bro tulisannya 🙂

    Reply

  9. Posted by budi on November 18, 2012 at 9:54 PM

    Muanntaffff sekali Mas A’ad.
    Habis baca tulisan ini aku langsung nonton ‘Kita vs Korupsi’ jadinya. Dan yang bikin terhenyak adalah cerita di chapter terakhir dengan satu pertanyaan “apakah absurd bila tetap mempertahankan idealisme di zaman yang serba korup seperti ini?”
    Berbagai tawaran menggiurkan terus menggoda untuk menawarkan berbagai kemudahan. Calo dan koruptor seolah menjadi sesuatu yang wajar disini. Peraturan dibuat untuk menciptakan peluang korupsi. Contohnya aja, peraturan 3 in 1 yang menghadirkan peluang usaha joki 3 in 1. Lantas apa gunanya aturan itu? Rakyat kecil pun juga bisa jadi calo.
    Yach, untunglah meski bekerja sebagai PNS, aku bukan di kalangan birokrat yang berbau busuk seperti itu. Kalo di birokrat dah kaya raya kali yach?? Hahaha
    Paling korupsi waktu aja. Hehehe. Kalo di tempatku paling yang menjadi masalah adalah adanya potongan anggaran penelitian untuk Satker. Katanya siy untuk dana taktis. Tapi gak transparan juga pengelolaannya. Katanya dana taktis itu dikumpulkan dan akan dibagi kembali kepada pegawai dalam bentuk THR (PNS tidak mendapat THR soalnya) atau untuk sumbangan kedukaan.
    Peluang korupsi lainnya di tempatku misalnya pada saat perjalanan dinas. Harusnya kalo nginap di hotel kita dapat jatah seorang sekamar. Tapi kita mengakali dengan sekamar 2 orang agar uang hotelnya bisa digunakan untuk keperluan makan anggota tim selama dinas di lapangan. Itu aja share dari saya tentang ‘Kita vs Korupsi’ ini. Hehehe
    Good luck yach Mas Aad. Semoga menang.

    Reply

    • Yg penting, usahakan makan rezeki yg halalan thayyiban bud. Biar hidup berkah. Cobaan dan godaan pasti datang silih berganti. Filternya ada di kita.

      Reply

  10. Posted by agnilia on November 18, 2012 at 10:04 PM

    SKCK di sleman jogja 10rb sahaja.. 🙂 sesuai dgn peraturan. Alhamdulillah kmrn bikin akte anak pertama gak dipersulit dan jadinya tepat waktu.. Cinta bgt lah sama petugas birokraasi di Sleman..

    Reply

  11. Posted by modemtermurah on November 18, 2012 at 10:46 PM

    sependapat sama bang aad. seringkali kita menemukan sistem birokrasi yg sengaja diciptakan untuk menambah pundi2 kekayaan oknum pejabat atau pengemban tugas publik yang mestinya melayani rakyat. kalau dilihat lebih jauh lagi, praktik2 seperti yang bang aad sebutkan tadi tidak lepas dari proses proses pemilihan/pengangkatan PNS di segala lini yang kadang juga masih saja memerlukan “bantuan” dengan modal yang tidak sedikit. prinsipnya sih orang2 ini gak mau rugi, udah keluar modal gede, ya mesti dpt gaji dan “tambahan” gede dong… so, biar bersih sampai ke akar2nya mesti dirunut dari mulai oknum2 itu masuk ke sistem (rekrutmen) hingga ke detail setiap pelayanan publik. Harapan kita semua semoga aparat publik yang sudah digaji (yang gajinya asalnya dari pajak rakyat, dan pajak yg dibayarkan perusahaan tempat kita kerja juga, berasal dari peluh keringet kita juga tuh) bisa menjalankan amanahnya dengan baik.
    Poin yang sangat penting juga dari tulisan bang aad adalah pencontohan untuk generasi penerus. Jika ingin meminimalisir korupsi untuk generasi2 selanjutnya, tanamkan ke dalam alam bawah sadar setiap orang Indonesia bahwa korupsi adalah perbuatan yang TERLALU!!!!

    Reply

    • Harusnya kan ada contoh2 sukses di daerah2 yg pimpinannya bikin terobosan spt Jokowi di Solo. Di Sleman menurut teman saya juga selesai sehari. Kenapa ga diadopsi aja ya? atau bikin yg lebih cepat lagi. sistem semua sudah online. zaman sudah digital. tapi masih saja pakai birokrasi berkarat. yang bisa dilakukan, warga masyarakat harus jadi pengawas. Watch Dog! kalau ada kecurangan, lapor! bongkar! permalukan di media. biar tau rasa. hidup masyarakat sudah susah, malah dibuat semakin susah. bagaimana dengan nasib orang kecil? masih mau “dipalakin” juga dgn sistem yg ribet? it’s clear, no inspirational leadership di tempatku di duri riau.

      Reply

      • Posted by modemtermurah on November 18, 2012 at 11:28 PM

        nah masalahnya bukan “sudah ada contoh” melainkan tidak ada itikad baik untuk melaksanakan yang benar.. apalagi sekarang ini sepertinya desentralisasi makin didewakan. saya belum paham betul makna otonomi daerah, tp kalau hal tersebut bikin pemerintah pusat tidak bisa menyeragamkan sistem pelaksanaan pelayanan umum, ya malah jadi minus. Coba pak Gamawan Fauzi bisa ambil contoh dari daerah yang menerapkan sistem yang pruden, lalu menetapkannya jadi standar nasional…. *angan2 sambil bertanya2 apakah pak GF punya akun twitter juga ya?

      • Layak dicari twitternya itu bro.

  12. Posted by Anga mi'raz on November 19, 2012 at 12:26 PM

    bagus sekali mas bro….
    salam bersih2.

    Reply

  13. mempertahankan idealisme hambatannya banyak ya kak

    Reply

  14. Posted by Awid on November 20, 2012 at 5:08 AM

    mantap, Ad. sangat kritis dan inspiratif. smoga kita slalu konsisten melawan korupsi dan percaloan.

    Reply

  15. Mantap bang aad.. Salam bersih2.. Memang kt dibuat tdk berkutik dg sistem yg udah ada ya.. Pengen bener g bisa.. Salam bersih2 😉

    Reply

  16. pengalaman yg sama mas Aad 😀 . Begitulah republik ini saat ini, harus beda di zaman kita nanti ya mas Aad 😉

    berSEMANGAT!

    Reply

  17. Wah parah juga ya disana. Aku baru tau bisa sesulit itu kak. Dari dulu berkali2 bikin SKCK (dari mulai utk lamar kerja sampe daftar CPNS) urus sendiri, memang awalnya bawa surat pengantar kelurahan, tp biaya cuma 15 rb kalo ga salah, sehari jadi. Kebetulan di serpong sih, jd mungkin lebih terawasi ya pelayanan publiknya. Ga ada tuh dipaksa foto, foto disuruh bawa masing2, loketnya udah jelas dimana…

    Reply

    • Kalau paksaan foto sih ga ada. Tapi bagi yg ga tahu, langsung kecele, karena disatupaketkan pembayarannya dengan fotokopian, map, cap jari, dll. Andai ditulis di depan kantornya jelas2, tentu lebih enak. Ndak ada unsur jebakan batman di sana.

      Reply

  18. Beberapa bulan lg sprtinya saya akan menghadapi masalah semacam ini nih Mas. Protes saya juga sama, mereke minta duit dg alasan sudah membantu??? Gaji mereka dibayarkan buat apa?

    Btw di Surabaya ngurus KTP jg bisa sehari, tp pungli masih ada aja dg alasan biaya ketik, map, dll. Biasanya mintanya lebih halus dg menambahkan kata “seikhlasnya”. Karena seikhlasnya, saya pernah ngasih Rp700 (sengaja disiapkan di kantong tp pas ngluarin pura-pura adanya cuma itu. Haha).

    Mafia korupsi di mana2. Perlu banyak kerja keras untuk menguranginya.

    Reply

    • Super berani, ngasih Rp 700. Salut. Memang harus dipermalukan. Namanya abdi masyarakat, kok malah minta bayar? Kan dah digaji? Kadang bikin bingung juga nih sistem birokrasinya.

      Reply

  19. Wkwkwk. Bener banget. Yg namanya korupsi emang ada dimana2, berlapis2 kyk kue lapis legit. Yg penting kita jgn pernah nyerah perang ama tu korupsi. Termasuk dgn sharing2 kyk gini biar kita semua lebih aware. Nice posting, bro!

    Reply

  20. Sbg program analyst TV, apakah ada hasil riset bro (referensi) tentang TV merupakan sarana efektif utk mempengaruhi (perilaku) masyarakat. Mohon dishare bro. Tks

    Reply

  21. Posted by cuul on November 28, 2012 at 6:07 PM

    setuju…aku pun merasakan disini…bedanya hanya karena target, semua cara dihalalkan..

    Reply

  22. Posted by Nadya Wijanarko on December 4, 2012 at 8:07 AM

    Pangkal muasal korupsi adalah krisis kejujuran, yang sayangnya justru sudah disosialisasikan sejak kita masih kanak-kanak. Contohnya adalah budaya nyontek di kalangan pelajar. Btw, ini lomba blog-nya aku telat tahu, huhuhuhu…..padahal pengen kirim tulisan juga. Yak, opiniku bisa disimak di sini –> http://nadyawijanarko.wordpress.com/2012/06/17/hanya-mencoba-untuk-jujur/ 🙂

    Reply

  23. paling berat emang jadi PNS yang berhubungan langsung dengan pelayanan umum kemasyarakat (seperti PNS kelurahan itu), saya juga PNS tapi tidak secara langsung melayani masyarakat umum. Semoga Reformasi Birokrasi di pemerintahan segera berhasil, minimal tidak ada lagi calo-calo lapis legit kaya gitu, pelayanan kemasyarakat pun bisa jadi murah (bahkan tanpa biaya) cepat dan memuaskan. congrats buat Aad tulisannya sudah berhasil menang 🙂

    Reply

  24. […] satu hasilnya yaitu penghargaan untuk karyanya yang berjudul ‘Republik Calo (Lapis Legit)!‘. Tulisan ini menjadi juara Lomba Blog “Melawan Korupsi, Siapa Takut!”, Kategori Special […]

    Reply

  25. saya begitu terkesan dengan tulisannya pak, berani dan realistis.
    ijin sharing ya pak..
    suksma, salam dari bali

    Reply

  26. […] Republik Calo (Lapis Legit)! […]

    Reply

  27. Posted by Enda on February 17, 2014 at 11:39 AM

    menarik mas postingnya. saya juga sedang bermasalah neh di Duri. Saya beli motor di Duri pake KTP Garut (asal saya), sudah 2 kali saya bayar pajak pake KTP Garut dan surat domisili di Duri dan tidak ada hambatan. Baru tahun ini, setelah pakai e-KTP malah saya ga bisa bayar pajak di Duri. Heran mau bayar pajak kok dibuat ribet ya?

    Berpikir mau bikin ktp duri sudah lama, tapi mengetahui proses seperti itu membuat malas.

    Reply

  28. Posted by andre on May 15, 2014 at 9:08 PM

    Saya tahun kemaren merasakan hal yang sama mas, untuk urusan sampe kelurahan aman karena kebetulan kantornya hanya berjarak 10 rumah dari rumahku jd kenal semua.. Untuk urusan polski nah ini lebih gampang lagi, ndilalah(tak sengaja)ketika buka jaket name tag saya lupa tak kantongin jadi kartu pers saya melenggang, membuat urusan polski yg tadinya ribet lama jadi amat lancar..

    Reply

  29. kasus saya terbalik mas, saya mau pindah dari jakarta ke kalimantan di mintain 300 ribu per orang jadi 600rbu dengan istri saya, saya kekeh nga mau ngasih awalnya karena di aturan sudah jelas itu geratis, akhirnya saya tinggal dan sekarang menetap di kalimantan… ternyata seperti rantai setan y…kapan berubahnya negara kita.. terkadang sytem dibuat hanya untuk memunculkan sytem korupsi yg sistematis, Rt di sini menanyakan surat pindah ( saya setuju itu karena itu adalah aturan ) krena saya ndak bisa menuruti kemauan pak Rt wal hasil mandek sampai sekarang, padahal Rt nya masih saudara sama istri he…lucunya ketika pemilihan legislatif bulan lalu bagi warga pemilih tidak tetap diwajibkan membuat surat domisili, lucunya disini nih harus bayar 10 rbu per orang total 20rbu.. hanya ingin mengikuti uforia dalam pemilu, tpi ndak papa2 lah, saya jadi ingat pesan J f kenedy “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu! sedikit risih tpi itu benar adanya..

    Reply

  30. Posted by Eka fitriyana on February 2, 2015 at 1:07 PM

    Saya dari jawa tengah mau bikin sim dijakarta, yg sehari jadi bisa ga ya

    Reply

  31. Posted by henson on February 14, 2015 at 7:20 AM

    jiah…. baru mau minta surat pindah… baca2 begini jd merasa di persulit dan ilang semangat -_-‘

    Reply

  32. […] juga lomba menulis Anti-Korupsi. Tulisanku Republik Calo (Lapis Legit)! memenangkan hati juri yang digawangi oleh Enda Nasution (Bapak Blogger Indonesia). Tulisanku […]

    Reply

  33. nyimak gan, kunjungan perdana salam kenal

    Reply

  34. Posted by Rima on June 17, 2016 at 11:20 PM

    Om,
    Kejadiannya 11 – 12 ama boss saya.
    Jauh jauh terbang keluar negeri, masih nemu orang macam oknum2 diatas di sana..
    Marahlah dia.

    Suka sekali dengan tulisan om.
    Heran saya, kenapa mereka udah digaji tapi masih merasa berhak dapat upeti sana sini dari sistem yang dipersulit ya?

    Reply

Leave a comment

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story