Buktikan Kesarjanaanmu! Part 2

Hari ini, Minggu, 5 Februari 2012,  aku dan istriku ada waktu luang saat weekend. Ada tiga tempat yang ingin disasar. Rumah sepupu Andin, Andi—adek asuhku—dan Mpok Ani selaku penjual nasi uduk langganan di Depok.

Namun, target utama yang aku ingin lakukan adalah mengunjungi Andi. Sejak kedatanganku ke rumah Andi pertama kali, memang sudah diniatkan akan membantunya hingga ia bisa keluar dari ketidakberdayaan secara ekonomi. Aku ingin “membedah” keluarganya. Tidak dari sisi keuangannya, tapi dari sisi pendidikan anaknya. Aku ingin “bedah” software keluarganya. Apa yang ada di isi kepala mereka. Satu persatu aku coba pahami. Intinya, aku belajar memahami bagaimana tindakan-tindakan dari keluarga yang kurang mampu ketika berhadapan pada masalah hidup. Aku ingin sekali menyelaminya. That’s a part of my passion.

Review Keluarga Andi

Mari sedikit review keluarga Andi. Andi dan keluarganya dikenalkan kepadaku oleh Mpok Ani. Ayahnya asisten tukang (kuli bangunan) yang pernah ngecat rumah Mpok Ani saat ia mau mantenan. Dari sana, aku mengunjungi rumah Andi. Ada banyak kepiluan di rumah Andi. Tapi, setelah beberapa kali datang, rumah pinjaman yang ia tempati mulai dibenahi. Isi rumah mulai ditata rapi. Sebelumnya, rumahnya berantakan sangat. Tumpukan pakaian habis dicuci, dibiarkan menggunung. Ayah Andi tiap hari masih mengkonsumsi puyer 16 Bintang Toejoe sebanyak 10-12 pcs per hari, guna menghilangkan rasa sakit di bagian kepala. Bayangkan sendiri betapa bahayanya itu. Ibu Andi kerja apapun. Mulai dari jual keliling alat rumah tangga, sampai jadi makelar tanah. Apapun ia jabanin demi dapur tetap ngebul. Cerita selengkapnya, cek di sini: Buktikan Kesarjanaanmu!

Setelah aku ceritakan di blog, banyak respon dari pembaca. Ada yang nawarin menjadikan Andi agen voucher pulsa, ada juga yang ngasih tahu gaya hidup sehat dengan indikator lengkap dari Depkes, ada juga yang bantu menganalisis bagaimana solusi terbaik untuk keluarga Andi. Intinya, aku ingin membantu keluarga Andi, menjadikannya laboratorium percobaan sosial bagiku, Tentu bukan sekadar “kelinci percobaan” belaka. Tapi ini harus diiringi rasa tanggung jawab yang besar.

Aku yakin, membantu orang yang lemah secara ekonomi, tak harus dengan memberi segepok uang. Semua orang bisa bantu. Nah, uniknya, aku meyakini kekuatan social networking bisa juga membantu keluarga Andi keluar dari masalah ekonomi. Basisnya adalah kekuatan social capital (trust, social networking, value, dll).

Terbukti, tak berapa lama aku kaget. Tiba-tiba di status fb dan email ada pengumuman dari PPI Korsel (Perhimpunan Pelajar Indonesia) yang dikenal dengan singkatan Perpika. Mereka mengadakan program adek asuh dengan memberikan beasiswa bagi siswa kurang mampu di Indonesia.

Aku tak pikir panjang. Peluang itu langsung aku ambil. Aku penuhi syarat-syarat dari Perpika. Raport, tulisan dari siswa (Andi) tentang profil keluarganya, dan beberapa dokumen pendukung dari sekolah. aku minta Andi menyiapkannya. Sempat aku minta ibunya menyiapkan dokumen itu. Namun, ibunya tak terlalu mengerti. Akhirnya aku minta Andi langsung yang mengurusnya. Dan berhasil.

Untunglah kami tak telat mengirimkan aplikasi. Aku mengirimkan via email ke Mbak Mayang Puspita Lestari. Tidak berapa lama, ada pengumuman mengejutkan. Andi masuk ke dalam penerima beasiswa dari Perpika. Rasanya sangat bahagia. Keyakinanku membantu orang tanpa uang, hanya bermodal jaringan sosial, bisa terwujud. Anda juga bisa melakukannya. Cukup jadi “broker” yang mempertemukan orang yang akan membantu dengan orang yang butuh bantuan, rasanya juga menyenangkan. Cobain deh! I bet you semua pada ketagihan.

Mengunjungi Andi Minggu Lalu

Istriku lelah sekali hari itu. Paginya ia memasak untuk kami berdua. Masakannya enak sekali. Pakai bumbu cinta soalnya.

Siang itu, entah kenapa Jakarta terasa sangat terik, menguras energi. Panas bikin ngantuk dan lemas. Setelah mengunjungi sepupu Andin di daerah Kramat Jati, kami lalu beranjak naik angkot menuju Depok. Badan sudah lemas. Basah diguyur keringat karena saking panasnya cuaca. Aku tak bawa cukup uang saat itu. Aku ingin menyampaikan uang titipan dari PPI Korea (Perpika) kepada keluarga Andi. Tapi aku tak menemukan ATM. Ya sudah. Pakai uang secukupnya saja dulu.

Karena istriku sudah lemas betul, kami rehat dulu di Es Pocong Gang Kober. Kami coba nikmati Es Pocong yang terkenal itu. Aneh sih rasanya. Setengah bubur, setengah es. Tidak terlalu istimewa. Namun gaungnya memang luar biasa.

Kasihan melihat istri sudah kecapean. Sementara agenda kami masih panjang. Maka dari itu, aku memilih menggunakan taksi ke Kukusan Depok, dari jalan Margonda. Taksi Blue Bird jadi pilihanku karena sopirnya so pasti tidak rewel kalau diajak masuk ke gang-gang sempit.

Aku mengarahkan supir taksi ke arah mana saja belokan-belokan yang harus diambil. Sementara itu, istriku sudah terlihat ambil posisi istirahat ingin tidur. Aku segera hubungi Andi–adek asuhku– Aku suruh ia bersiap-siap di depan lapangan bulutangkis, dekat Situ Babakan yang sedang dalam proses pembangunan. Sesampainya di daerah sana, aku tak menemukan Andi.

Walhasil, aku harus turun dari taksi, menjemputnya ke lapangan bulutangkis yang satunya lagi. Kami salah berkomunikasi. Ada 2 lapangan bulutangkis di daerah itu. Lalu Andi aku persilahkan naik di bagian depan, samping pak supir. Andi terkaget-kaget dijemput pakai mobil. Mungkin ini pertama kali ia dijemput secara private dengan mobil. Andi langsung nyeletuk, “Kak, kok dijemput pakai mobil tank”

Aku tersenyum. Maksud Andi, mobil tank adalah taksi. Mungkin ini kali pertama ia naik taksi. Jadi salah sebut. Taksi kami meluncur ke Jalan Juragan Sinda 2. Ketika sampai di pengkolan rumah Mpok Ani, taksi aku suruh ambil putaran. Kami turun di sana. Nah, kejadian unik terjadi. Andi tak bisa membuka pintunya. “Bagaimana ini cara bukanya?” ujar Andi polos. Supir taksi ketawa. Kurang ajar nih supir taksi. Si Andi terlalu polos, hingga membuka pintu taksi yang bagus itu ia tak bisa.

Istriku merasa miris terhadap kejadian buka pintu itu. Ia tak mengira, Andi yang tinggal di Depok, bukan desa, apalagi luar Jawa, membuka pintu mobil saja ia tak tahu. Itu karena ia tak pernah naik mobil bagus. Terbiasa naik angkot.

Kami berjalan menuju rumah Mpok Ani. Mpok Ani aku panggil-panggil. Tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Rumahnya kosong. Aku coba sms, namun tak dibalas. Ditelpon tak diangkat. Walhasil, kami pergi ke rumah kos Budi saja. Alhamdulillah Budi ada di rumah. Sebelumnya aku telpon sempat tak diangkat karena hpnya tertinggal di kamar. Ia sedang main ke kamar tetangga. Budi ini adalah teman kepercayaanku mengawasi Andi jika ada apa-apa. Ke depannya, Budi bersedia mengajarkan Andi bagaimana belajar via internet dengan bertanya ke mbah google, bikin email, dan lain sebagainya.

Kami (Aku, istriku, Budi, dan Andi) mencari tempat ngobrol tentang kondisi terkini Andi. Awalnya ingin ngobrol di rumah Mpok Ani. Penjual nasi uduk langgananku sejak kuliah dulu. Sekalian ingin sowan mengenalkan istriku. Namun, karena menurut info dari anaknya bahwa ia sedang plesiran ke Cibodas, jadinya kami makan di gertub. Warung makan bubur di sekitar sana.

Ketika mendengar cerita update dari Andi, aku menemukan cerita sedih. Terutama tentang bully yang ia terima dari sekolah. Mungkin ini bukan bully yang sengaja. Tapi ini bully yang sudah membudaya, mengakar, dan sulit diubah. Bukan hanya oleh siswa, tapi juga oleh gurunya.

Satu saat ia baru selesai test mesin. Lalu ia mendapati kok nilainya jelek. Ia penasaran. Ia terbiasa sebagai orang yang ambisius, dan tak bisa terima kalah begitu saja. Bertanyalah ia ke pak gurunya kenapa nilainya di pelajaran mesin jelek.

Raport Andi (Jelek di bagian Mesin)

Lalu gurunya balas bertanya. “Kamu punya motor ga?” tanya gurunya. “Tidak pak,” jawab Andi. “Pantesan nilai kamu (tentang mesin) jelek.”

Andi hanya bisa terdiam dibegituin oleh gurunya. Tak hanya guru. Semua teman sekelas mengetawainya karena tak punya motor. Jadi, ia tak punya pilihan, tak punya kuasa untuk hanya bisa pasrah menerima keadaan bahwa ia tak mengerti bagian-bagian di dalam motor, hanya karena tak punya motor, seperti teman-temannya yang lain.

Aku heran, kenapa pendidik malah ga mendidik? Kalau murid tidak bisa, harusnya ia memberi solusi. Bukan malah mematahkan. Bukan malah memaksa murid pasrah menerima keadaan tak berdaya.

Aku marah mendengar cerita itu dari Andi. Aku paham, bagaimana rasanya teraniaya, dibully karena kita tak punya modal fisik berupa motor. Dan orang di sekitar kita menertawakan kita.

Hufff….

Sedih. Marah. Kesel. Sebel. Murka. Aku bayangkan, sulitnya keluar dari lembah keterpurukan, dan ketika mencoba berniat bangkit, ingin belajar, malah diremehkan, dan dipatahkan oleh sesuatu yang tak bisa kita ubah secara instan, yaitu nasib!

Aku segera memotivasi Andi. Aku berikan ilustrasi-ilustrasi yang kiranya bisa ia tempuh, agar lebih mengerti mesin motor. Aku usulkan, ia main-main di bengkel dekat ruamhnya, kenalan ke abang-abang bengkel, dan “magang” di sana. Meski tak punya motor, bukan berarti kita kehabisan akal kan?

Aku juga punya skema memecahkan masalah keterbatasan pemahaman Andi tentang mesin motor. Aku meminta Andi untuk sering main ke kos Budi. Budi ini adalah teman terbaikku sejak saat ngekos dulu. Budi sebenarnya tak punya modem. Tapi ia bisa pinjam ke tetangganya untuk bisa berinternet seminggu sekali. Kalau tak bisa, aku bersedia membelikan modem dan kartu internet untuk Andi. Jadi, Andi datang sekali atau dua kali seminggu belajar internet. Targetku, semua soal ujian, harus ia bedah bersama Budi. Budi lulusan SMK juga. Semuanya pasti ada di google. Targetku, Andi harus lebih pintar dari temannya yang mentertawainya karena tak punya motor. Kita lihat, siapa yang tertawa belakangan. Termasuk pesan ini berlaku buat gurunya yang meremehkan Andi, dan bukan malah membimbing atau mengajarkannya. Ini sejenis balas dendam positif!

Di ujung pertemuan aku paksa Andi menetapkan apa mimpi terbesarnya. Jawaban Andi adalah bekerja di tempat besar seperti Honda, Yamaha, dan punya rumah sendiri.

Bagus Andi! Impian harus sudah dipatok dari sekarang, agar alam semesta ikut berdoa untuk kesuksesanmu. Aku hanya bisa bantu buka jalan.

Sore itu, obrolan kami tak jauh dari semangat memotivasi Andi. Beragam nasehat sudah aku, istriku, dan Budi utarakan. Tak hanya nasehat. Juga tips untuk sukses dalam belajar juga aku tularkan. Tak lupa, aku menyarankan ia agar tak bolong-bolong shalatnya. Sore itu, kami berempat seperti sebuah tim yang sedang mengatur strategi menuju sukses. Abang-abang penjaga gertub heran-heran. Satu orang pengunjung yang baru datang, pun terlihat heran. Sesekali ia menyimak cerita Andi. Sore yang sangat seru!

Masih banyak hal yang bisa digarap dari Andi. Ia punya banyak talenta. Bisa marawis, bisa bikin lagu, bisa main ukulele, jago olahraga bola. Ia tipe anak yang segala bisa. Makanya aku senang membantunya. Kita ikutan semangat jadinya. Andi juga cerita, bahwa sebenarnya kecintaan utamanya ada pada pelajaran Akuntansi. Itu sudah jadi keahliannya sejak SMP. Konon, sebelum daftar ke SMK PGRI yang sekarang ia jalani, ia mengira ada jurusan Akuntansi. Ternyata tahun ini jurusan itu ditutup. Hanya ada jurusan mesin dan satu lagi aku lupa.

Andi juga update cerita tentang magangnya di SMK ternama di Sawah Besar (Jakarta Pusat). Mereka satu kelas belajar di bengkel super lengkap di sana. Ada juga cerita yang bikin aku jlep. Ketika magang, Andi tak pakai seragam khusus ke bengkel, Cattlepack. Seorang instruktur di bengkel itu bertanya, “Ini kamu anak mana?” Andi menjawab, “Saya rombongan anak SMK PGRI ini juga pak.” “Lah, lalu kok seragamnya beda?” Andi menjawab, “Karena belum lunas bayar uang pangkal, jadi belum terima seragamnya.”

FYI, Andi memang masih nunggak biaya uang pangkal sekolah sebesar Rp 500.000. Walhasil ia tak dapat seragam untuk praktek di bengkel dan seragam olahraga. Dia hanya pakai kaos biasa kalau olahraga. Padahal ini sudah masuk semester 2, dan ia belum lunasi uang pangkal masuk sekolah.

Ada lagi yang menyedihkan. Menurut gurunya, magang di SMK Sawah Besar itu sebenarnya gratis. Tapi karena gurunya merasa “nggak enakan”, maka siswa diminta iuran Rp 100.000 per orang. Andi cerita begitu. Menurutku, itu gurunya keterlaluan. Atas nama “nggak enakan”, siswa yang nggak mampu jadi ikutan bayar Rp 100.000. Dikira gampang nyari Rp 100.000, padahal untuk makan saja susah. Kan udah dibilang gratis dari SMK di Sawah Besarnya. Malah pake budaya “nggak enakan”. Sumpah. Geram aku! Gemes pengen cubit pipi tuh guru. Tang ting tung ting tang ting tung!

Aku sedih mendengar cerita polos dari Andi. Aku menangis dalam hati. Di saat semua siswa dengan percaya diri tinggi pakai seragam, dan kita berbeda sendiri, lalu ditanya dan dikira bukan siswa sekolah itu. Perih…

Ketika akan pulang, aku tanya, ada siapa saja di rumah. Andi menjawab semua keluarga lengkap. Lalu aku tawarkan untuk bungkusin bubur atau apapun yang disukai adeknya. Awalnya Andi menolak. Ia adalah anak manis yang juga mengenal basa-basi dan sopan santun.

Akhirnya aku bungkusin bubur kacang ijo secukupnya untuk adik-adiknya. Aku serahkan raport bayangan ke Andi agar ia bisa mengambil raport sebenarnya. Kata gurunya, jika tak menyerahkan raport bayangan, ia tak bisa ambil raport sebenarnya. Tapi, aku lihat, ada wajah optimis dari Andi tentang nilai raportnya. Meski aku lihat di raport bayangan banyak angka yang kurang bagus, terutama untuk pelajaran tentang mesin motor yang jeblok.

Kami berpisah. Andi jalan kaki pulang ke rumahnya. Tak lupa aku kasih uang sangu. Semoga ia tak dimarahi oleh orangtuanya karena pulang sore hari. Aku hanya khawatir pada ayahnya yang emosinya tak stabil. Ketika aku tanya, apakah ayahnya masih sering marah-marah, Andi mengiyakan. Ayahnya masih setia mengkonsumsi puyer 16 Bintang Toejoe. Ayahnya sudah tak bekerja sejak Sabtu lalu karena sakit, kata Andi. Ibunya masih bantu jadi tulang punggung keluarganya. Ia jadi makelar tanah.

Aku mempercayakan uang dari Perpika ke Budi, teman kepercayaanku. Aku sengaja tidak langsung memberikannya ke Andi. Takut ia kaget. Aku ingin jaga kepercayaan dari Perpika (PPI Korsel). Rencananya, Budi akan menyerahkan langsung ke Kepala Sekolah atau Wali Kelas Andi di sekolah. Setelah itu, nanti bukti pembayaran akan di-scan atau difoto, dan dikirim ke Perpika. Andi mendapatkan uang sekolah selama 6 bulan ke depan. Besarnya Rp 870.000. Aku juga sudah berkomitmen membantu Andi tiap bulannya. Kalau uang beasiswa bantuan dari Perpika untuk uang sekolah, maka uang dariku bisa untuk beli buku, internet, dan biaya pengembangan diri Andi lainnya.

Segitu dulu cerita dariku tentang update status Andi—adek asuhku—Aku sangat yakin, kita para serjana harus berani berbuat sesuatu untuk bantu satu tetangga kita yang kurang mampu. Tak harus melulu dengan uang. Tapi bisa dengan tenaga, ide, membenahi sistem berkeluarga, pengaturan keuangan, atau menjadi “broker” mempertemukan pihak donatur dengan keluarga kurang mampu. Syukur-syukur donatur itu mau mendidik orangtua si keluarga itu agar punya skill tertentu. Itu malah lebih hebat lagi, memberi kail, bukan ikan.

Selamat mencoba! Salam bahagia!

follow me: @pukul5pagi

“Biasakanlah yang benar, jangan benarkan kebiasaan”

(Seputar Jodoh)
 (Seputar Passion)
(Religi)
(Petualangan Sosial)

 

8 responses to this post.

  1. Fenomena kehidupan lagi nih, Ad… Banyak memang yang tidak mampu di sekeliling kita. Tapi kita nggak bisa tinggal diam. Orang2 yang kaya’ Aad nih, yang perlu dikembangbiakkan… Hihihi… Semangats ya Ad…

    Reply

  2. Posted by Duha on February 11, 2012 at 12:49 PM

    subahanalloh bro….sangat muliannya perjuanganmu ini broooo

    Reply

  3. Posted by nova on February 11, 2012 at 5:47 PM

    subhanallah…bagus banget dan mulia perjuangannya…
    saya merasa minder dan tertegur, karena masih blom bisa bermanfaat untuk orang lain, terima kasih sharing ceritanya, jadi bahan pelajaran ..

    Reply

    • Alhamdulillah. Silahkan coba juga sendiri, di lingkungan sekitar Anda, pasti ada keluarga yang butuh bantuan. Bukan materi, tapi bisa juga konsultasi, ide, pelatihan, dll. Saya bisa, Anda pasti juga bisa, karena kita sama-sama makan makanan yang sama, nasi.

      Reply

  4. Posted by @iralathief on March 20, 2012 at 10:39 PM

    Nice posting..keep sharing ur beautiful story;)

    Reply

  5. Posted by diki saefurohman on September 9, 2015 at 2:05 PM

Leave a comment

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story