Kopimu Rasa Lantai!

Selalu ada saja yang bisa kita nikmati di tengah kebosanan seperti menunggu pesawat di Bandara Soekarno-Hatta. Ya, sejak menikah, aku sudah 2 kali harus berpisah sementara dari istri, karena ia harus bolak-balik Surabaya-Jakarta, untuk mengurus thesis dan juga bisnis penyewaan alat bayi.

Jumat malam itu, 6 Januari 2012, aku pulang kerja dan menjemput istri di bandara. Ternyata, penerbangan malam hari tak bersahabat. Delay!

Kesimpulanku, lebih baik beli penerbangan sore. Kalau ada delay, tak terlalu malam menunggunya. Aku hanya bisa pasrah menunggu pesawat delay dari Surabaya. Malam makin larut. Jam digital di hape menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi demi istri tercinta, semua dijalani dengan hati senang. Bertemu dengan istri lagi setelah berpisah beberapa hari, memang ada sensasi tersendiri. Rindu-rindu gimana gitu.

Sembari membunuh waktu, aku keliling bandara. Dari ujung ke ujung terminal lain aku jalani. Mengamati banyak hal. Aku memang suka memperhatikan hal-hal baru, hal unik, hal yang mungkin menurut orang lain biasa, tapi menurutku bisa diambil hikmah di baliknya.

Semua keingintahuanku ini terhadap banyak hal tak lain adalah demi memperbanyak bahan bakar ide untuk menuliskannya. Mulai dari calo tiket, polah tingkah petugas cleaning service, calo taksi, dan lain sebagainya. Namun, terakhir yang paling menarik diamati olehku adalah saat ada pembersihan vending machine berisi kopi, milo, dan minuman hangat lainnya.

Vending Machine

Vending machine itu sedang dibersihkan dan diisi ulang oleh petugasnya. Awalnya aku biasa saja melihatnya. Namun, karena rasa ingin tahu begitu tinggi melihat isi dalam mesin itu, akhirnya aku berhenti sejenak dan melototinya dengan seksama. Petugas yang membersihkan dan mengganti isi mesin itu awalnya kagok. Ia tak nyaman dilihat bekerja. Namun, aku coba menyapanya dan beramah-tamah, sembari memotret beberapa adegan yang aku anggap menarik.

Cara Penggunaan Vending Machine

Karena aku menggunakan gestur bersahabat, dan juga memperlihatkan ketertarikan pada isi mesin, petugas itu pun antusias menanggapiku. Aku mengamati bagaimana cara ia bekerja dan beberapa kali aku lontarkan pertanyaan untuk klarifikasi.

Jeng jeng jeng. Ternyata eh ternyata, it shocked me!

Awalnya aku berpikir, vending machine itu steril dan aman untuk dikonsumsi. Image yang tertanam di benakku bahwa vending machine itu modern, canggih, super-complicated. Dulu mana ada mesin yang bisa bikin minuman hangat sendiri, dan tersedia 24 jam di bandara. Jadi, vending machine ini adalah alat penyelamat bagi orang yang butuh kehangatan minuman di bandara.

Isi Vending Machine

Namun semua image keren-modern itu berubah drastis. Aku merasa ada yang aneh dengan prosedural kerja petugas vending machine itu.

Ketika ia membuka bagian mesinnya, aku mengamati isinya. Ada sejenis corong yang harus dibersihkan dengan sikat botol. Lalu isi kopi dan milo di dalam mesin diganti ulang.

Mengejutkannya, petugas itu menaruh isi kopi dan milo di atas lantai tanpa ada pembatas, pengaman, atau penyeteril agar kopi tersebut tetap bersih, tidak kena debu.

Corong, Kopi, Milo semua digeletakin di lantai

Lebih mengejutkannya lagi, ketika petugas selesai membersihkan isi vending machine dengan sikat botol, ia menaruhnya tanpa alas juga. Bagaimana bisa ia membiarkan alat pembersih botol kopi itu tak steril. Aku heran. Ia akan digunakan lagi untuk membersihkan botol-botol berikutnya. Sebagai catatan, tak hanya ada 1 botol saja yang ditampung di satu mesin pembuat minuman itu, mengingat, ada beberapa varian minuman di dalam 1 mesin itu.

Peralatan Bersih Bersih yg Ga Steril

Jika begini caranya, aku takkan pernah lagi membeli minuman dari vending machine itu. Memang, praktis sih iya, tapi kalau kopinya rasa lantai, rasa debu, ogah banget meminumnya meski hangat. Lebih aman membeli minuman kaleng, atau kalau mau lebih sehat lagi, bawa air mineral dari rumah.

Entahlah, apakah semua mesin kopi di bandara itu dibersihkan dengan cara yang sama. Tentu kita tak boleh mengeneralisasi. Namun, kalau saya sih yakinnya, begitulah mekanisme standar bersih-bersih dan penggantian bahan bakunya.

Kalau semua peminat kopi instan yang menggunakan jasa vending machine ini melihat proses pembersihan dan refilnya seperti yang aku lihat, yakin banget hampir 99% pada jijik meminum kopi racikan dari sana.

Petugas Pembersih

Pelajaran hidup dari kasus yang aku lihat ini adalah seperti ini: Tak selamanya sesuatu yang modern, canggih, sophisticated itu selalu diurus dan dirawat dengan standar operasi yang mumpuni. Karena manajemen vending machine itu memang katro, ya anak buahnya bisa dengan sebebas mungkin membersihkan dan mengisi ulang tanpa arah, seenak udhel. Ini contoh dari modernisasi tak diikuti dengan kualitas sumber daya manusia yang modern. Casing (mesin) boleh modern, mental (perawatan) masih ketinggalan zaman.

Dalam terminologi sosiologi kejadian ini mengisyaratkan agar adanya peningkatan kapasitas human capital. Kalaulah saja petugas pengisi refil dan pembersih mesin kopi itu berpikiran luas, visioner, tentu ia akan segan melakukan tindakan ceroboh itu. Jika banyak orang yang melihat tata cara pembersihan yang semena-mena itu, tentu pelanggan dan calon pelanggan akan ngibrit, kabur. Ini akan berimbas pada pemasukan perusahaan. Imbas lainnya, bisa jadi para pekerja akan berkurang bonusnya (jika memang ada).

Ini jelas merupakan “PR” penting untuk manajemen vending machine di bandara itu.

Sebenarnya kalau manajemennya rapi, ia bisa menyediakan wadah yang bersih dan rapi untuk menampung peralatan untuk membersihkan vending machine tersebut. Bukan hanya ditaruh dilantai seperti yang dilakukan petugas tadi.

Lalu dibuat juga sistem standardisasi refil dan pembersihan vending machine berikut pengawasannya. Jika ini berjalan, tentu akan sangat bagus buat semua pihak. Pelanggan merasa aman mengkonsumsi kopi dan varian minuman hangat lainnya, dan perusahaan juga meraih untung.

Aku sering lihat juga bagaimana kasir di Alfamart atau Indomart selalu menyapa kita saat kita masuk ke minimarket, dengan sapaan yang sudah terstandardisasi. “Selamat pagi/siang/sore bapak, selamat datang di Alfamart/Indomaret”. Kira-kira begitulah sistem yang saya maksud. Petugas diajarkan tata cara hal yang kecil-detil, hingga hal besar seperti visi perusahaan ke depan. Tidak cukup hanya diajarkan, harus ada mekanisme pengawasan melekat. Syukur-syukur, ia bisa tertanam (terinternalisasi) dengan baik dalam diri pekerjanya.

Selama teknik refil dan pembersihan vending machine masih seperti itu, aku akan berpikir puluhan kali untuk membelinya. Kalau tidak kepepet banget, dan hanya ada minuman itu saja di bandara, barulah ia menjadi pilihan terakhir. Aku tegaskan lagi, kopi rasa lantai adalah pilihan terakhir di bandara Soekarno-Hatta.

Anda punya cerita yang sama? Atau teman-teman di luar negeri punya pengalaman melihat proses refil dan bersih-bersih vending machine? Silahkan share ceritanya, siapa tahu bisa dipraktekkan di sini juga.

Follow me: @pukul5pagi

(Link cerita seru lainnya: Petualangan Sosial)
(Seputar Jodoh)
(Religi)

 

30 responses to this post.

  1. Posted by apria on March 15, 2012 at 9:22 AM

    wuih… padahal mesinnya keren tapi cara bersihinnya gak banget… makasih infornya ad…

    Reply

  2. Anakku paling seneng Ad dg mesin itu….makasih infonya yaaa….manfaat sekali…baarokallohu fiikum…

    Reply

    • Untuk sementara anaknya “dipaksa” berhenti nge-fans sama vending machine, hingga manajemen bisa mengatur ulang teknik bersih-bersih dan refilnya.

      Reply

  3. Suwun bang!

    Reply

  4. Pertama, saya setuju, bahwa kebersihan di situ kelihatan sekali enggak ada SOP yang jelas. Akan tetapi, saya kira, ini bukanlah suatu hal yang sangat shocking buat masyarakat Indonesia yang diakui atau tidak, sangat akrab dengan hal yang tidak steril. Mari bandingkan dan bayangkan, kalau anda pernah mbakso, siomay dll di pinggir jalan dan lezat. Atau juga es buah, es kelapa muda. Anda lihat kan, ember buat nyucinya? lebih mengerikan mana dengan “sekedar” ditaruh lantai tanpa alas, sikat yang digeletakkan begitu saja di lantai. Saya kira itu masih mending sekali. Bahkan enggak ngaruh lah.
    Tentu, apa yang saya sampaikan ini juga enggak bener juga kalau jadi kebiasaan, tapi barangkali hanya mereka yang berstandar kesehatan amat tinggi saja yang akan uring-uringan dengan hal ini. Lepas dari itu, sebagai orang yang suka menulis, bagaimanapun saya juga apresiasi atas dokumentasi seperti ini. Salam!

    Reply

    • Memang. Apa yang saudara Manunggal katakan bisa kita lihat sehari-hari di pinggir jalan ttg “kurang bersih”. Saya tidak menutup mata akan hal itu. Tapi poin saya di sini adalah vending machine itu adalah wujud dari wajah modernisasi. Nah, nilai-nilai yang terkandung dari modernisasi seharusnya adalah profesionalisme, disiplin, rapi, canggih, dan seterusnya. Namun, yang terlihat saat membersihkan alatnya justru ironi. Alatnya dibersihkan dengan cara-cara yang jauh dari unsur/label modern itu sendiri. Caranya masih asal-asalan. Ini yang saya sebut wajah modernisme hanya sebatas di alat, tapi tidak diikuti dengan sistem yang mumpuni. Soft skill dari human capitalnya belum bisa mengimbangi modernisme itu sendiri. Ini bukan mutlak kesalahan petugasnya saja, tapi juga manajemen pemilik vending machine itu. Harusnya ada sistem (teknik) membersihkan yang sudah terstandardisasi. Kalau ada standardisasinya, tentu label modern itu sesuai atau seimbang dengan alat vending machine-nya.

      Kalau soal makanan tidak steril di pinggir jalan, memang itu dikelola dengan manajemen alakadarnya. Belum modern. Termasuk es batu yang didrop di pinggir jalan digeletakin begitu saja. Namun, sebagai catatan, makanan pinggir jalan itu wajahnya jujur. Apa adanya. Belum berbungkus modern. Jadi kalau mereka kelola acakadul, ya wajar. Meski harusnya sih tidak begitu.

      Biar aman, ada baiknya kita bawa makanan dan minuman sendiri jika akan bepergian.

      Oia, akan lebih menarik kalau bung Manunggal bisa cerita juga bagaimana standardisasi vending machine yang ada di Eropa, biar di sini kita bisa ambil pelajaran bersama. Bagaimana seharusnya modernisme itu tampil secara utuh, ya produknya, ya alatnya, ya sistemnya, ya manusianya. Ditunggu ya bung.

      Salam
      Adlil Umarat

      Reply

      • Betul Vending machine adalah modernisasi, namun jangan lupa, banyak modernisasi termasuk modernisasi pemerintahan pun kita datangkan dari Eropa/Barat dan diimplementasikan dengan sentuhan lokal seperti itu. Birokrasi pemerintahan itu something imported, tapi kelakuannya toh local juga. Bisa ditawar, bisa dinego. Institutusi kepolisian itu modern state sekali, tapi dia negotiable, bisa disuap. Dst.

        Poin saya tidak hendak membenarkan itu semua, hanya fenomena yang dituliskan bukanlah sesuatu yang shocking bagi most Indonesian people, apalagi ada semacam konsensus nasional, ada ‘kesepakatan umum’ yang dikenal dengan frasa: “Belum Lima Menit!!”.

        Soal harus ada standar di awal awal sudah saya katakan, mestinya ada SOP tersendiri di sini. Tapi mungkin mesin tinggallah mesin, alat. SOP menjadi tidak penting bagi si pengusaha. Yang penting keuntungan yang masuk. Tulisan anda berguna buat perbaikan sistem layanan si pemilik vending, dan mereka yang perfeksionis menjaga kesehatannya. Saya tiap hari di Belanda minum dari vending machine di kampus, tapi nggak bayar alias gratis karena buat staff. But WHO KNOWS, pengisiannya kayak gitu juga?? Kalaupun kayak gitu, rasa-rasanya saya tetap minum saja 🙂

      • Siapa tahu Anda bisa memergoki teknik (SOP) pengisian, dan bersih-bersih vending machine di sana, jangan lupa dishare ya bro. Terima kasih sudah mampir dan berdiskusi. Mudah-mudahan apa yang saya amati, bisa tersampaikan suatu saat ke manajemen vending machine di bandara Soetta itu.

  5. top bgt. Investigasi yang kebetulan dan mengejutkan.
    ini bisa bahan silet investigasi atau redaksi investigasinya trans 😀

    Reply

  6. Posted by Rodiyan Gibran Sentanu on March 16, 2012 at 6:11 AM

    SOP oh SOP

    sesuatu yg sepertinya sangat mahal di negeri tercinta

    Reply

  7. Posted by Nadya Wijanarko on March 16, 2012 at 6:18 AM

    Pertama kali saya melihat vending machine itu tahun 1987 waktu saya tinggal di Belanda. Buat anak kecil seperti saya, vending machine itu merupakan barang yang amat sangat canggih, apalagi di Indonesia belum ada. Balik ke Indonesia, selama belasan tahun, saya belum pernah lagi melihat vending machine seperti yang pernah saya lihat di Belanda. Saya berpikir, mungkin karena mental orang Indonesia belum siap dengan mesin seperti itu. Bayangan saya, kalau mesin seperti itu ditaruh di tempat umum, jangan-jangan malah jadi obyek kejahilan orang. Lha telepon umum saja banyak yang rusak, kok.

    Setelah bertahun-tahun, baru saya mulai menemukan vending machine, tetapi baru di tempat-tempat tertentu yang menurut saya memang tergolong tempat “menengah-atas”. Termasuk di bandara, dengan asumsi tiket pesawat hanya terjangkau untuk golongan menengah-atas. Btw, saya pernah mencoba beli minum dari vending machine di bandara. Harganya 5000 kalo ga salah. Dan karena harganya segitu, ya kadang saya malas juga, mending beli minuman kemasan sekalian aja.

    Nah, jadi sama seperti Aad, saya pun punya bayangan kalau vending machine adalah konsumsinya kelas menengah-atas (simbol dari barang “modern”). Su’udzon saya malah lebih “sadis”, karena saya pikir mentalitas orang Indonesia belum siap dengan barang modern seperti vending machine itu. Baca tulisan Aad, “su’udzon” saya seolah terbukti, meski mungkin dari sisi yang lain.

    Dalam sosiologi, yang seperti itu istilahnya adalah “cultural lack”, yaitu ketika kecanggihan teknologi tidak siap dihadapi oleh masyarakat penggunanya. Vending machine hanya salah satu contoh. Karena masih banyak contoh-contoh lain yang menunjukkan kegagapan kita terhadap teknologi. Contoh paling kelihatan adalah menjamurnya ponsel-ponsel pintar yang seolah menjadi gaya hidup, mulai dari kaum profesional hingga cah a-be-ge. Ironisnya, telepon-telepon pintar ini kebanyakan paling banter digunakan hanya untuk bergaul di social media. Kalau saya lihat jejaring sosial kaya Twitter atau Facebook malah kadang suka ngelus2 dada karena banyak sekali tulisan yang tidak pantas, apalagi kalao sudah “twitwar”, gadget canggih abad duasatu tapi kok kata-katanya kaya orang jaman batu? Lebih miris ketika gadget-gadget pintar ini malah dipakai untuk melihat yang saru-saru (seperti contoh kasus anggota DPR yang kepergok nonton “itu” di gadget canggihnya).

    Contoh lain adalah sepeda motor. Sepeda motor adalah salah satu kemajuan teknologi dalam bidang transportasi yang kini sangat mudah dijangkau berbagai kalangan. Tapi kalau kita lihat perilaku pengendara sepeda motor di jalanan, banyak yang ugal-ugalan dan tidak tahu aturan, itu juga menunjukkan bahwa masyarakat pengguna motor ternyata tidak semuanya siap dengan teknologi sepeda motor. Ya “cultural lack” itu tadi.

    Memang human capital-nya masih banyak yang harus dibenahi agar teknologi yang seharusnya menjadi alat bantu manusia tidak malah kontraproduktif.

    Reply

  8. Hihihi… cerita terlucu yang pernah kamu posting, Ad…

    Reply

  9. Posted by qurrata 'ayun on March 20, 2012 at 6:04 PM

    kebersihan yg ga dijaga bisa disamarkan sm rasa kopi-nya, coba air putih pst akan berasa lumut, pengalaman: hingga saat ini aq ga doyan minum air dr dispenser, sdh investigasi isi dispenser blm? klo ga rajin2 bersihkan isi dispenser, pst pipa2 di dlmnya akan bLumut.
    Tips u pengguna dispenser: paling aman (tp relativ), pas ganti galon u/ mmbersihkan pipa2 d dlm’y bisa dengan cairan jeniper (jeruk nipis peres) dgn teknik spy cairan ttp brda di dlm pipa u/ bbrp saat spy lumut terlarut, tp u/ yg mengalir ke tabung pemanas yg terbuat dr stainless (tgtung kualitasnya) mungkin bs korosi akibat perasan jenipernya.
    Catatan: brdasarkan pengalaman, bkn menggunakan air isi ulang RO, wlpun yg ada diIklan TV tp ttp lumutan hehehe ;p

    Reply

  10. ahhh, alhamudillah, sy tdk pernah nyoba mesin itu, tp sangat tergoda coz serg liat d pilem2 hollywood 😛 thanks infonya Ad ^^

    Reply

    • Terima kasih sudah mampir. Tp kesimpulannya jangan diambil pukul rata semua vending machine begitu. Yang di tempat-tempat tertentu pasti ada penanganan yang lebih baik. Tp perlu diamati dan dipastikan sebelum mengkonsumsinya.

      Reply

  11. waduh… ane juga berkali2 liat tuh di pusat perbelanjaan kayak mall gitu yang jual orangejuice atau milo ato apalah. cara bersiihnya juga aneh pake kanebo (kayak mobil ato motor aja), pake gombal (lap meja red)… idih… gbs bayangin juga minum minuman rasa meja… hahaha

    Reply

  12. Wah..wah.. sebuah kabar yang cukup mengejutkan.. Beruntung selama ini saya belum pernah membeli minuman dari layanan vending machine itu.. 🙂

    Reply

  13. Posted by puspa wijitomo on April 13, 2012 at 11:11 PM

    wahhhhhhhhhhhh..kmren pas pulang ke indo..saya mampir tuh ke vending machine nya..beli minuman..tapi bukan buat saya,,
    g tw kl kyk gitu..brrrrrrrrrrrrrrrr,,,,mending bekel teh manis dlm botol aqua deh..biar deso,,tapi sehat ^^..
    ijin copas y mas buat temen saya yg suka sama vending machine..

    Reply

    • Silahkan dishare linknya mbak. Semoga bermanfaat untuk org byk. Ada byk ide dr kejadian itu. Bukan sekadar fakta jorok. Ada peluang bisnis jg. Hehehe

      Reply

Leave a comment

childhoodoptimizer

"Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!"

One's Blog

Ucapan berhamburan - Tulisan akan bertahan

Ollie dan Dunianya

"I read, I travel, and I become"

penjelajahmimpi

Terus menjelajahi mimpi, karena semua berawal dari sini

Chae's Blog

Life begins at the end of your comfort zone

Muhammad Jhovy Rahadyan

Be The Best Of Ourself

Ardisaz

Game Development and Game Industry news in Indonesia

Kiki Barkiah

Ummi diary

Fitri Ariyanti's Blog

Mengolah Rasa, Menebar Makna

DIENG PLATEAU

PARADISE OF CENTRAL JAVA

Febri Photography

Kadang keindahan diawali oleh kegilaan

dinysullivan92

This Is My Life

Tentang Hidup

Hidup sekali, Hiduplah yang berarti..

Seorang Pemuda Pendamba Ridho Ilahi

Pecinta Dzikir dalam Alunan Fikir

Seni Hidup

=Ketidaksempurnaan Itu Cantik=

Story of Jingga

Biarlah tertulis apa adanya

literasi . seni . lestari

untaian patahan kata bertaut menjadi narasi beresensi

direizz

Just another WordPress.com site

Komunitas Ngejah

Desa Sukawangi - Kec Singajaya - Kab Garut

sihaik

This WordPress.com site is the bee's knees

Azinuddinikrh's Blog

barangkali kau benar, hanya malaikat dan gemericik air lah yang dapat membawaku pergi berlalu

rumah matahari

"sebab tiap kata adalah rumah doa, maka semoga hanya ruh kebaikan yang menjadi penghuninya."

Ayunda Damai

- a bibliophile & learner

Kicau Kaki

Melangkah, memotret, menulis

serbaserbitoyota

information & news

Scientia Afifah

bacalah, dan bertumbuhlah!

Yanto Musthofa

Pengabdian pada bangsa, dedikasi pada profesi, dan segala pikiran serta pengalaman kehidupan adalah harta pusaka yang hilang bila tidak diabadikan. Jangan sia-siakan. Lestarikan dan wariskan dalam buku!

nimadesriandani

Balanced life, a journey for happiness site

Rindrianie's Blog

Just being me

rizasaputra

tempat kuring ngacapruk

Moh Darodjat

Muhammadiyah Gerakanku

Ruli Blogger

Wordpress.com

Faiz' Journey

Mushonnifun Faiz Sugihartanto's Journey

JaTiara

Menulis itu soal rasa bukan hanya tentang tata bahasa

Imaji Tiada Batas!

Hidup sederhana, berkarya luar biasa.

Ridwanologi

Ruang Pandang Ridwan Aji Budi Prasetyo

unspoken mind

if you can't tell, just write

Arip Yeuh!

Harimau berburu, burung terbang, dan protagonis kita ini terus menggerutu

jemari anneo

"LEPASKAN YANG RAGU, GENGGAM YANG PASTI".

RGS no tsubuyaki

dengan semangat Bangun Indonesia!

just a treasure

jika kau bertanya apa hartaku yang paling 'berharga', maka kau sudah menemukannya. :)

Penyukajalanjalan

Jelajahi dunia selagi bisa

Mirna's Blog

My Life, My Story